Konten dari Pengguna

Pengalihan Sempurna atas Tanah Kesultanan Deli kepada Kementerian BUMN (1)

Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
20 Juni 2023 10:36 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masyarakat saat menikmati sajian lontong pada tradisi Junjung Duli. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat saat menikmati sajian lontong pada tradisi Junjung Duli. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kesultanan Deli mempunyai perjalanan sejarah yang panjang di negeri ini. Mulai dari Sultan Deli pertama, Gojah Pahlawan (1632-1669) sampai Sultan Deli ke-XIV yang usianya memasuki 4 abad.
ADVERTISEMENT
Pada masa Sultan Ma'moen Alrasyid Perkasa Alamsyah (1873-1924), Sultan Deli yang ke IX, berhasil meletakkan sendi-sendi pembangunan ekonomi yakni mendatangkan investor asing Belanda. Medan menjadi kota yang aman dan nyaman untuk ditinggali, yang kala itu dijuluki sebagai Parisj van Sumatera.
Situasi negeri yang kondusif ini mengundang investor untuk datang dan dalam waktu sekejap terbukalah perkebunan yang luas. Jalur perdagangan impor ekspor terbuka dan bersamaan dengan itu terjalin hubungan dagang antar negara mulai di kawasan Asia, Timur Tengah hingga sampai ke Eropa.

Kejayaan Negeri Deli

Kejayaan Negeri Deli semakin hari semakin tersohor ketika perkebunan luas terbentang, kota-kota tertata rapi. Infra struktur pun dibangun mulai dari jaringan Kereta Api, Jaringan Telepon, sampai pada Infra struktur air bersih.
ADVERTISEMENT
Pusat-pusat dan sentra bisnis dibangun, mulai dari Kawasan Kesawan, bergerak ke Utara ke Pulau Brayan sampai ke Belawan dan ke Selatan ke Deli Tua dan Pancur Batu. Ke Barat bergerak ke arah Kampung Lalang melintasi wilayah Kedatukan Sunggal menuju Binjai dan ke Timur bergerak ke Arah Batang Kuis menuju Perbaungan hingga melintasi Kota Tebing Tinggi-Siantar dan Tebing Tinggi-Tanjung Balai dan Rantau Prapat yang kesumunya di hubungkan dengan jalur kereta api yang dibangun oleh Deli Spoorweg Maatschappij.
Semua infra struktur itu kelak Pasca Nasionalisasi Tahun 1958 menjadi PT. Kereta Api (Persero), Deli Telefonken Maatschappij membangun jaringan telepon yang di kemudian hari menjadi PT.
Telkom, Ajer Bersih Maatschappij membangun jaringan air bersih, yang kelak menjadi Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi. Drainase-drainase di tengah kota dibangun dan ditanam di bawah tanah di sepanjang Kampung Kesawan yang dihubungkan dengan Sungai Deli agar air tak tergenang di musim hujan.
ADVERTISEMENT
Pada musim normal air-air yang berasal dari limbah rumah tangga terhubung baik hingga masuk ke Sungai Deli. Medan berkembang menjadi kota tujuan wisata dan kota perniagaan. Restoran Tip-Top adalah tujuan kuliner orang-orang yang ingin merasakan nuansa sajian Western.
Sedangkan kuliner asli dengan nuansa Masakan Melayu dapat dinikmati di Kota Maksum, Kampung Baru, dan di “kota-kota kecil” yang terhubung dengan kota Medan seperti di Deli Tua, Pulau Brayan dan Kampung Lalang. Kota Medan menjadi tersohor dan dijuluki sebagai Parisj van Sumatra.
Sejak itu berdatanganlah orang-orang dari seluruh penjuru dunia, seluruh pelosok nusantara, menuju negeri Deli yang bertuah. Mulai dari Penang, Arab, India, Jawa dan negeri-negeri tetangga yang berdampingan dengan Kesultanan Deli, dari Aceh, Minang, Tanah Karo, Tanah Batak, Tanah Mandailing dan lain-lain sebagainya. Sultan Deli dengan kearifannya menempatkan para pendatang dengan pembagian garis wilayah:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sultan juga menerbitkan Acte Vanschekengking untuk kantor-kantor perwakilan asing yang berkedudukan di Siak, yaitu di wilayah yang disebut Gementee (Pemerintah Kota).
Sultan Deli berdaulat penuh di bawah pemerintahan sendiri yang disebut Pemerintahan Swapraja (Selfbestuur) dengan sistem Monarchi Konstitutional (merujuk pada Qanun Deli) yang merupakan penyepurnaan dari sistem Monarchi Absolut, sebelum Kesultanan ke-V.
Sultan diangkat silih berganti berdasarkan hukum adat (qanun) di Kesultanan Deli. Sultan baru diangkat menggantikan sultan yang sebelumnya pada saat sebelum pemakaman. Qanunnya berbunyi, “Raja mangkat Raja menanam”.
Sultan yang mangkat tak boleh dikebumikan sebelum diangkat Sultan yang baru dari keturunan vertical dengan sistem parental. Di Deli adalah dari anak lelaki terus Sultan yang berkuasa sebelumnya. Biasanya yang akan dijadikan Sultan nantinya pada saat Sultan Mangkat adalah anak laki-laki tertua yang sebelumnya diberi Gelar Putera Mahkota atau dengan gelar “Tengku Besar”.
ADVERTISEMENT
Peradilan adat didirikan di bawah Mahkamah Dewan Kerapatan Adat. Hakim-hakim yang memimpin Kerapatan Adat adalah mereka-mereka yang didik dengan Qanun Adat dan pengetahuan yang dalam dan luas tentang Syari’at Islam.
Mereka tergabung dalam keanggotaan yang disebut dengan mufti dan memimpin penyelenggaraan seluruh rangkaian yang bersentuhan dengan kegiatan religius. Termasuk yang memimpin urusan-urusan kenaziran Mesjid Kesultanan yang berhimpun dalam “Imam Besar” Mesjid Raya.
Ada dua Mesjid Kesultanan yang besar yakni Mesjid Osmania di Labuhan Deli dan Mesjid Raya Al Masyhoen yang sekarang terletak di Jalan Sisingamangaraja dahulu Jalan Raja.
Rakyat yang ingin memiliki hak-hak atas tanah diberikan tanda bukti kepemilikan yang disebut Grant Sultan yang di kemudian hari dengan Perturan Konversi menurut Undang-undang No,5 Tahun 1960 dapat langsung dikonversi menjadi Hak Milik.
ADVERTISEMENT
Grant Sultan itu diterbutkan di bawah Titel “Rahum Limpah Kurnia” dan “Menentukan Hak Kebun”. Grant-grant itu diterbutkan di Kawasan Kota Maksum, Sei Kera (di ujung Jalan Serdang), sebagaian di Deli Tua, Sunggal dan Kampung Lalang hingga ke wilayah Hamparan Perak. Sebagian lagi di Kawasan Mabar hingga sampai ke Labuhan Deli.
Sedangkan untuk perkebunan-perkebunan asing yang luas diberikan hak sewa untuk masa penyewaan, mulai dari 52 Tahun (biasanya perpanjangan dari Konsesi turunan yang tertuang dalam Mabar – Deli Toewa Contract Tahun 1874), 75 Tahun hingga 90 Tahun (yang dituangkan dalam Acta van Concessie) yang diterbitkan dalam Akte Konsesi tersendiri yang juga diturunkan dalam Konsesi Induk Mabar – Deli Toewa Contract.
Tak semua tanah-tanah itu diberikan kepada rakyat dengan Grant Sultan dan tak semua juga tanah-tanah itu dikontrakan dengan Acte van Concessie. Ada tanah yang langsung dimiliki oleh Pemerintah Kesultanan sebagai Tanah Kerajaan yang berada mutlah di bawah kekuasaan Kesultanan yang disebut dengan “Sulthansgebied”.
ADVERTISEMENT
Acta van Concessie seaib memuat hak dan kewajiban antara pihak Onderneming (Pengusaha Perkebunan) dengan pihak Sultan, juga memuat kewajiban pihak perkebunan dengan rakyat antara lain

Perbedaan dengan Status Tanah di Pulau Jawa

Jika di atas konsesi itu dibangun sarana-sarana lain seperti perumahan, kantor oleh perusahaan lain antara perusahaan lain itu dengan pihak pemegang konsesi, dibuat perjanjian atas Izin Sultan.
ADVERTISEMENT
Hak yang baru yang diletakkan di atas tanah yang dikonsesikan tadi dicatatkan yang disebut dengan Eigendom Pervonding. Eigendom Pervonding ini bukan Eigendomrecht yang kemudian dikenal sebagai hak milik menurut ketentuan Pasal 570 KUH Perdata, tetapi hak yang diletakkan di atas tanah yang sudah dikonsesikan.
Hak yang dilekatkan terhadap tanah yang sudah terhak lebih dahulu yakni tanah konsesi. Misalnya Tanah yang dikonsesikan kepada Deli Maatschappij kemudian dimohonkan haknya oleh Deli Spoorweg Maatschappij.
Tanah-tanah yang dikonsesikan yang berada di sekeliling wilayah pemerintah kota (Gementee), yang dipergunakan oleh perusahaan perkebunan untuk kantor, rumah-rumah dinas pejabat perkebunan, balai-balai pertemuan seperti Club House Witte de Societit yang kemudian dengan Medan Club, Rumah-rumah staf dan karyawan Deli Spoorweg Maatschappij yang sekarang berdiri Gedung Center Point, Rumah Sakit sperti yang terletak di Jalan Kolonel Laut Yos Soedarso yang dikenal dengan Rumah Sakit Tembakau Deli dan Gedung Para Medis yang dulu dikenal Gedung Testak yang sekarang menjadi bertapakan Hotel J.W.Marriott, Kantor Perusahaan dan Rumah Staf Deli Maaschappij yang sekarang sebagain menjadi Capital Building dan Pusat Perbelanjaan dan Apartemen Deli Park yang terletak di Jalan Balai Kota dan Persimpangan Jalan Guru Patimpus.
ADVERTISEMENT
Satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa, status tanah-tanah di Pulau Jawa berbeda dengan status tanah-tanah yang ada di Kawasan Kesultanan Melayu di Sumatera Timur, termasuk di Kesultanan Deli, Serdang dan Langkat serta sebagian di Kesultanan Asahan dan di Wilayah Batu Bara.

Tak Ada Domein Verklaring

Di wilayah Kesultanan Deli, tidak ada Domein Verklaring, tanah-tanah yang ada di Wilayah Kesultanan Deli adalah milik Sultan Deli. Sultan Deli kemudian memberikan hak itu kepada kaula dan masyarakat adatnya.
Itulah yang kemudian dikenal dengan Grant Sultan. Sebagian diserahkan kepada kepada Pemerintah Kota di bawah Acte van Schenking.
Sebagain untuk perusahaan-perusahaan perkebunan asing diberikan dengan konsesi. Konsesi adalah perikatan perdata. Bukan perbuatan sepihak Sultan Deli yang dituangkan dalam surat keputusan pemberian hak.
ADVERTISEMENT
Sehingga tak ada tanah dengan status Eigemdomrecht, Erfachtsrecht di Wilayah Kesultanan Deli dan Wilayah Kesultanan Sumatera Timur lainnya.
Tanah bukan milik raja Belanda seperti Domein Verkalring di Pulau Jawa, untuk nanti dibedakan dengan tanah dengan status Acte van Ommstand van Erfachtrecht juga dengan Tanah status Eigendom Verponding. Akte-akte itu seperti hak Barat.
Tapi itu bukan hak Barat yang diberikan oleh Raja Belanda tapi itu Hak Barat yang diizinkan oleh Sultan Deli untuk dipergunakan terhadap tanah-tanah yang sudah terbebani (Bezwaarde Ground) dengan Hak Konsesi. Jadi bukan tanah bebas atau tanah tak bertuan. Itu kisah keberadaan tanah-tanah di Kesultanan Deli Pra Kemerdekaan.
Waktu terus bergulir, para Sultan se-Nusantara terus menjalin komunikasi melalui telegraf dan surat-menyurat.
ADVERTISEMENT

Mendukung Republik

Pada bulan Desember 1945 Sultan Deli mendapat telegram dari panitia Kongres Pemangku Adat se-Sumatera. Isinya adalah untuk menghadiri pertemuan raja/sultan/pemangku adat se-Sumatera pada tanggal 21-23 Desember 1945. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 3 hari itu, Toenkoe Sulthan Oesman Alsani Perkasa Alam, Sultan Negeri Deli selaku Ketua Kongres menyampaikan dalam pidato penutupan kongres kalimat sebagai berikut: “Moedah2an para hadirin dan hadirat baikpoen dari kalangan Kaoem tjerdik pandai serta alim oelamanja akan menjokong kongres ini dan mendoakan soepaja tertjapai persatoean seloeroeh pemangkoe adat di Soematera ini jang berdiri tegoeh menjokong Repoeblik Indonesia.” Bukti autentik di mana Sukltan Deli mendukung penuh terbentuk dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, padahal waktu itu Deli adalah sebuah Kerajaan, sebuah Negara yang memiliki kedaulatan sendiri.
ADVERTISEMENT
Banyak peristiwa terekam dan tidak terekam yang memperlihatkan peran para Sultan se-nusantara dalam mewujudkan negeri yang merdeka. Pada Tahun 1959, Sultan Deli menolak untuk pembentukan Negara Sumatera Timur. Bukti kecintaan dan kesetiaan Deli terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jasa Kesultanan Deli

Segera setelah itu Sultan Deli dan seluruh Sultan yang hadir berkomitmen untuk menyokong Republik Indonesia yang baru. Secara perlahan-lahan kekuasaan politik, sebagai wilayah Kesultanan yang memiliki daulat secara otonom dengan smart, smooth, dan elegan berpindah ke tangan Republik. Sultan Deli dalam upayanya bertahun-tahun membangun negerinya, meninggalkan warisan budaya materil dan immaterial.
Dalam konteks budaya materil, Sultan Deli meninggalkan kebun-kebun yang luas, dari kontrak-kontrak konsesi, Deli Maaschappij, Deli Rubber Maaschaapij, Arensberg Maastchappij, American Company, kemudian menjadi Perkebunan Negara, sekarang menjadi PT Perkebunan Nusantara II, III dan IV (Persero).
ADVERTISEMENT
Sultan Deli juga meninggalkan pembangunan infrastruktur, Telefonken Maastchappij, Deli Spoorweg Maatchappij, Ajer Bersih Maaschappij, masing-masing di kemudian hari menjadi, PT. Kereta Api Indonesia. PDAM Tirtanadi, Saranan Kantor Pos, Hotel dan kantor-kantor pemerintah, yang dibangun di atas tanah milik Kesultanan Deli, seperti Pelabuhan Udara Polonia, Pelabuhan Laut Belawan, semuanya kelak di kemudian hari diwariskan sebagai asset bangsa dan negara.
Dalam bidang budaya immaterial, Peradaban dan budaya yang santun lagi lemah lembut, meninggalkan bentuk jalinan kekerabatan dan interaksi sosial yang egaliter, mampu menciptakan suasanan kondusif di tengah-tengah masyarakat yang multi etnik telah mencatat bahwa Deli telah meninggalkan warisan peradaban masyarakat modern yang kelak menjadi contoh pembangunan di Indonesia dengan suasana kerukunan yang terpelihara yang mengundang banyak investor. Lagu-lagu serta tarian modern pun turut disumbangkan dari Istana yang bertuah ini.
ADVERTISEMENT
Tidak itu saja, sajian kuliner, tata krama berpakaian, adab dan akhlak yang religius telah menjadi dasar pembentukan karakter warga Melayu yang kemudian banyak dicontoh oleh warga-warga lain. Sebut saja adat perkawinan yang megah, sya’ir, pantun dan petatah petitih yang berisikan nasihat-nasihat dan petuah-petuah. Itu adalah warisan budaya yang tak ternilai harganya yang ditinggalkan oleh Kesultanan Deli.