Konten dari Pengguna

Perjalanan ke Volendam

Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
20 September 2023 7:48 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Berfoto di Volendam. Foto: OK Saidin
zoom-in-whitePerbesar
Berfoto di Volendam. Foto: OK Saidin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Minggu, 17 September 2023, Pukul 04.15 waktu Amsterdam. Saya terbangun dan tak bisa tidur lagi. Padahal inilah waktu yang kebanyakan kita tidur lelap. Tak terdengar kegiatan apa pun di luar hotel. Padahal, tadinya pukul 21.15 tatkala bus kami berhenti di halaman parkir hotel, para tamu masih ramai berkeliaran.
ADVERTISEMENT
Wajah-wajah mereka terlihat sepertinya dari Asia. Jepang atau mungkin Korea. Saya tak dapat membedakan wajah-wajah mereka, karena orang-orang Jepang yang lahir di Era 90-an perawakannya tingi-tinggi. Sebagian mereka tampak memadati kursi-kursi yang terpasang di depan arena parkir sambil menghirup secangkir kopi dan teh panas.
Area itu memang disediakan untuk para tamu yang ingin menikmati pemandangan di luar hotel. Hamparan hijau di luar hotel menyejukkan mata. Tapi itu hanya rumput. Rumput yang sengaja ditanam untuk makanan ternak. Ternak yang menghasilkan daging, susu dan keju.
Di Sumatera rumput bertebaran di lahan-lahan perkebunan. Tumbuh subur di celah-celah tanaman kelapa sawit dan karet. Ribuan hektare. Tak ada daging sapi atau domba yang bisa kita ekspor, apalagi susu. Sebagaian didatangkan dari Australia. Daging sebagian didatangkan dari India.
ADVERTISEMENT
Memang ada peternak yang memanfaatkan rumput-rumput yang tumbuh areal perkebunan itu. Tapi tidak dikelola secara profesional. Padahal Indonesia membutuhkan 240.000 ton daging sapi. Itu catatan per Juni 2023. Belum lagi urusan sapi kurban kebutuhan Idul Adha. Selamanya Indonesia impor daging.
Entah karena tak pandai atau memang bangsa ini tak pernah mau berpikir bahwa alam Indonesia menawarkan banyak peluang untuk mengantarkan bangsa ini bisa lebih sejahtera. Kemandirian pangan dan ketahanan pangan., selalu menjadi slogan pembangunan di sektor pertanian dan peternakan.
Mestinya daging, keju, susu, semuanya bisa dihasilkan Indonesia. Adalah lebih. Bijak jika, perkebunan kelapa sawit yang luas yang dikelola perkebunan negara itu tidak hanya ditargetkan untuk menghasilkan CPO, tapi juga bisa menghasilkan daging sapi, domba dan susu.
ADVERTISEMENT
Tinggal sekarang apakah BUMN ikhlas membuka diri dan mau untuk perluasan unit usahanya. Justru bukan mengikat kerja sama dengan pihak pengembang untuk membangun property seperti yang terjadi di lahan perkebunan PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa. Saat ini 8.500 Ha lahan PTP Perkebunan Nusantara II yang dikelola oleh anak perusahaannya dikerjasamakan dengan Citra Land Group untuk proyek property komersial.
Selesai salat subuh, saya sempatkan berkeliling ke perumahan penduduk. Sambil mencari keringat kaki mulai melangkah menjelajahi kompleks perumahan di sebelah hotel tempat saya menginap. Tampak rumah-rumah tertata rapi, bersih, sejuk dan asri. Tak tampak sampah bertebaran di jalan.
Pagi itu semua pintu dan jendela yang terbuka. Ya, masih Pukul 06.10 pagi waktu Amsterdam. Cuaca mendung, suhu udara 14 derajat Celsius. Orang Belanda baru beraktivitas setelah Pukul 09.00. Tiga puluh menit dengan jarak tempuh 2 km saya selesaikan jalan pagi, dan kini saya kembali tiba ke hotel.
Kincir angin tradisional di sebuah desa di Belanda Foto: Shutter Stock
Selepas sarapan, bus kami yang sejak satu jam lalu sudah menunggu akan membawa kami ke Volendam. Tempat yang mesti juga dikunjungi jika bepergian ke Negeri Kincir Angin. Volendam letaknya di bagian barat Belanda. Tepatnya di provinsi Noord Holland. Provinsi Holland Utara atau Holandia Utara terletak di Belanda bagian barat. Ibu kota provinsi ini adalah Haarlem.
ADVERTISEMENT
Penduduk provinsi ini sekitar 2,6 juta jiwa dua puluh tahun yang lalu. Sekarang hampir 3,2 juta jiwa. Pertumbuhan penduduknya sangat kecil, sekitar rata-rata 0,39 % pe rtahun. Itupun sudah termasuk pata pendatang yang sempat dinaturalisasi menjadi warna negara Belanda.
Tak banyak memang, akan tetapi rakyat Belanda 20 tahun terakhir ini memiliki kecenderungan untuk tidak mempunyai anak dalam perkawinannnya. Ini menyebabkan Belanda sekarang ini kekurangan penduduk yang berusia anak-anak. Hampir sama seperti Jepang, penduduk usia dewasa pun jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah penduduk lanjut usia.
Ada kekhawatiran pemerintah negaranya ke depan Belanda tidak hanya kekurangan tenaga kerja yang berasal dari penduduk tempatan tapi dikhawatirkan jumlah warga negara Belanda turunan Asli kian hari kian berkurang.
ADVERTISEMENT
Lebih kurang 1 jam perjalanan kami tiba di Volendam. Menurut catatan wikipedia pada tahun 2005, kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 21.000 jiwa., tapi tahun 2023 jumlah penduduk bertambah menjadi 22.055 jiwa.
Jumlah penduduk di bawah usia 4 tahun 1.100 jiwa, sedangkan usia di atas 4 tahun berjumlah 1.158 jiwa dan remaja di atas 14 tahun sampai batas 19 tahun berjumlah 1.228 jiwa. Selebihnya usia dewasa yang jumlahnya lebih 17 ribu jiwa.
Volendam adalah kota pelabuhan kecil yang kumuh. Dulunya dihuni oleh para nelayan tradisional. Sebuah desa kuno di Ijsselmeer. Dahulu kapal-kapal ikan berlabuh di daerah Edam, dengan penduduk yang bekerja sebagai petani dan nelayan. Saat desa Edam mendirikan pelabuhannya sendiri, Volendam kemudian juga ikut mendirikan desa pelabuhan.
ADVERTISEMENT
Desa ini berdiri pada tahun 1462, seiring berjalannya waktu berubah menjadi sebuah desa yang sejahtera. Kampung nelayan yang pada mulanya hanya berpenduduk sekitar 25 orang itu, kini telah dihuni lebih dari 21. 000 penduduk. Usaha pemerintah daerah mempromosikan desa yang dulunya kumuh ini, kini menjelma menjadi desa yang memikat dan menjadi destinasi wisata yang populer di Belanda.
Kota ini menyajikan banyak ragam produk budaya yang bisa dinikmati. Mulai dari seni fotografi yang menaikkan busana-tradisional sampai pada, musik jalanan, dan-tentu saja – kuliner laut. Ada haring santapan tradisional ikan mentah yang dilumuri irisan bawang Bombay dan lemon.
Makanan favorit para turis lokal dan mancanegara selalu ada yakni kentang goreng yang dapat dinikmati bersama , teh, kopi dan bir. Desa pantai. Ya sebuah desa di perkampungan nelayan yang disulap menjadi tempat wisata Mancanegara.
ADVERTISEMENT
Desa ini dipadati dengan rumah-rumah kecil di sekitar pelabuhan. Volendam seumpama Desa Nelayan di Muara Ankei atau Belawan Indah. Desa ini berada tidak jauh dari Amsterdam, dan banyak dikunjungi oleh wisatawan. Berkunjung pada akhir pekan bulan Juni, pengunjung akan dapat menyaksikan orang dalam kostum tradisional.
Delegasi Fakultas Hukum USU yang hari ini kebetulan masih libur, menunggu kegiatan resmi besok di Van Vollenhoven Isntituut., berbaur dengan para turis yang menghabiskan akhir pekannya di Volendam. Pertama kami menginjakkan kaki di Volendam. Kami disajikan dengan berbagai jajanan tradisional, buah-buahan dan bunga-bunga hiasan.
Di pinggir pantai kami saksikan juga kegiatan warga yang berlangsung selama akhir pekan. Ada kompetisi berlayar, pameran, pertunjukan akrobatik dan kegiatan seni yang indah dan diatur melalui Maze. Ada juga banyak pertunjukan oleh band-band lokal di pub-pub Volendam.
ADVERTISEMENT
Tampaknya Volendam telah menemukan format wisatanya. Tak seperti kebanyakan wisata pantai di Indonesia. Di samping tak dapat menunjukkan ciri khasnya, juga tak punya konsep. Wisata pantai berjalan seperti apa adanya.
Salah satu konsep dan ciri khas wisata di Volendam adalah berfoto dengan kostum tradisional Volendam, yang dikenal sebagai "Volendammer Klederdracht". Pakaian ini sangat ikonik dan langsung dapat dikenali. Pakaian ini dulunya berasal dari desa nelayan Volendam.
Ini adalah pakaian adat. Seperti pakaian pengantin yang dipakai oleh pasangan suami istri pada upacara pernikahan. Pakaian adat ini mempunyai akar sejarah yang dalam dan terus menjadi simbol identitas Masyarakat Volendam.
Meskipun kostum tradisional ini tidak lagi dipakai sehari-hari oleh sebagian besar penduduk Volendam, akan tetapi kostum tersebut tetap menjadi bagian penting dari identitas desa dan sering dipakai pada acara-acara khusus, perayaan, dan festival budaya seperti Volendammer Kermis. Itulah sebabnya desa ini, terus menjadi pilihan populer bagi wisatawan yang mengunjungi Volendam.
ADVERTISEMENT
Sekalipun tidak hendak menyelami warisan budaya yang kaya dari desa Belanda yang menawan ini., akan tetapi semua orang Indonesia yang berkunjung ke Amsterdam, pastilah mengambil kesempatan untuk berkunjung ke Volendam.
Tak kurang dari Presiden Indonesia Abdul Rahman “Gusdur” Wahid yang fotonya di pajang di salah satu studio foto di Volendam. Ada juga foto Titiek Puspa, Maya Rumantir dan sejumlah artis Indonesia lainnya. Kostum tersebut telah menjadi representasi ikonik budaya Volendam dan sering ditampilkan dalam foto, kartu pos, dan acara kebudayaan.
Sayang sekali kami tidak hadir persis hadir pada pesta budaya rakyat Volendam yakni Volendammer Kermis. Yakni sebuah festival tahunan yang diadakan di desa nelayan Volendam. Perayaan semarak yang berasal dari abad ke-18 ini biasanya berlangsung selama akhir pekan pertama bulan September. Kami hadir persis setelah satu minggu yang lalu festival ini berlangsung.
ADVERTISEMENT
Volendammer Kermis adalah acara meriah dan penuh warna yang menampilkan kekayaan warisan budaya dan tradisi Volendam. Festival ini berlangsung selama empat hari, pada akhir pekan minggu pertama bulan September. Di sepanjang festival, kita dapat menemukan berbagai macam atraksi, termasuk wahana pasar malam, permainan, pertunjukan musik, serta kuliner Belanda.
Setelah berfoto dengan pakaian tradisional Volendam, kami menghabiskan waktu untuk bersantap siang di restoran di pinggir laut Volendam. Sambil menikmati kentang goreng mata kami disuguhi pemandangan laut yang indah dengan kapal-kapal yang berwarna warni di hadapan kami.
Cuaca cukup panas hari itu, tapi itu tak mengurangi keindahan Volendam. Selesai bersantap siang kami menuju kios-kios belanja yang menjual suvenir khas Volendam. Setelah puas berbelanja dan mengelilingi Volendam, kami bergegas ke Bus yang akan mengantarkan kami ke Gedung Mahkamah Internasional di Den Haag.
ADVERTISEMENT
Bus meluncur. Di sepanjang jalan tampak sepi. Jalanan yang lebar dan mulus menjadi wisata tersendiri juga bagi kami, karena kenyamanan dalam perjalanan seperti ini sangat sulit ditemui di negeri kita. Lahan pertanian yang hijau dan terbentang luas, sekali-kali tampak hewan ternak memenuhi lahan itu, adalah merupakan pemandangan yang memanjakan mata.