Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Perjalanan Takdir Hakim Agung yang Rendah Hati
22 November 2021 11:10 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Catatan Dari Bedah Buku Prof. Supandi "Bocah Kebon Dari Deli")
ADVERTISEMENT
Oleh: OK. Saidin
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Pengantar
Jumat, 19 November - Bedah buku “Bocah Kebon Dari Deli” digelar melalui platform Zoom. Buku ini berkisah tentang perjalanan panjang seorang anak manusia yang dibesarkan dari lingkungan keluarga yang sangat sederhana di Desa Perkebunan Saentis. Perjalanan yang penuh perjuangan yang tak pernah ia rancang, mengalir begitu saja dan takdir mengantar anak seorang kuli perkebunan itu ke jenjang keagungan, dari rumah beratap nipah di Saentis menuju gedung megah Mahkamah Agung di Merdeka Utara. Banyak hikmah yang dapat dipetik dari buku terbitan Mahkamah 2021, yang editornya seorang pewarta dan kolumnis pada zamannya, Irawan Santoso. Buku setebal 437 halaman itu tidak hanya memuat kisah perjalanan hidup seorang Maestro Hukum, tapi juga memuat banyak hikmah dan sejuta pesan kehidupan bagi anak bangsa.
Supandi Sang Bocah Kebon
17 September 1952, Supandi dilahirkan di Desa Tembung, sebuah Desa Perkebunan di wilayah Kabupaten Deli Serdang. Tahun 1964, Pandi kecil menyelesaikan pendidikan tingkat Sekolah Dasar (hlm.97). Ayahnya Ngadimun memilih bekerja sebagai kerani pada bekas perkebunan Deli Maastchappij setelah sebelumnya bergabung dalam Badan Keamanan Rakyat, berjuang mempertahankan kemerdekaan pada Agresi Militer Belanda I. Ngadimun berjuang bersama Mayor Bejo dan dan Letnan Kolonel (yang kelak menjadi Jenderal) Achmad Tahir.
ADVERTISEMENT
Pandi kecil seperti layaknya bocah kebun ketika itu, menemui kebebasannya. Bermain sambil mengembala ternak adalah hari-hari yang sangat nikmat dalam kehidupannya. Mencemplungkan diri ke sungai, menjerat/memperangkap burung, menangkap ikan di perairan jalur irigasi yang membelah kebun sungguh pengalaman yang tak dapat dirasakan oleh generasi kita yang lahir pada tahun 2000-an. Ikan dan burung dimasak di atas tumpukan bara api yang menebarkan aroma khas yang membuat lapar siapa pun yang sedang melintas di “pesta kecil” para bocah kebon itu. Pandi kecil pun ikut bergabung di kepanduan – pramuka – (hlm.100). Jiwa sosial dan jiwa kepemimpinan dan talenta akademiknya mulai tampak sejak kecil. Tak heran ketika salah seorang temannya ditangkap centeng kebun, mereka yang sudah lari berpencar tak tentu arah kembali menemui centeng, tak hendak membiarkan temannya sendiri tertangkap. Walau dimarahi karena tak sengaja lupa membuka bendungan-bendungan kecil pada irigasi perairan kebun tembakau selepas menangkap ikan, akhirnya Supanda kecil dan kawan-kawannya dibebaskan juga, setelah mendapat wejangan dari sang Centeng (hlm.112).
ADVERTISEMENT
Pandi kecil tumbuh sebagai anak yang cerdas, menjadi pemuncak di kelasnya ketika mengikuti jenjang Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar). Ia pun tumbuh dan dibesarkan dalam suasana didikan orang tuanya yang sangat religius. Ia begitu terkesan dengan guru agamanya, Ustadz Nurhalim hafalan juz amma yang belum sempat ia hafalkan dengan lancar. Al hasil ia harus menerima hukuman. (hlm.162). Kerap kali pada waktu bermain ia mengambangkan tikar untuk sholat berjemaah dan belajar mengaji bersama anak-anak seusianya.
Setelah selesai Sekolah Rakyat ia melanjutkan studinya di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan ia memilih di Sekolah Teknik.
Perjalanan takdir Supandi kecil memasuki babak baru ketika ia mengikuti pendidikan pada Akademi Penerbagan di LPPU Curug -Tangerang, Jawa Barat, pada tahun 1971. Setelah dua tahun mengikuti studi, ia berhasil menyelesaikannya pada akademi itu. Supandi muda memilih bekerja sebagai Tenaga Teknik Keselamatan Penerbangan Pelabuhan Udara Polonia Medan pada tahun 1973. Di sana, tangan seribunya begitu terampil mengendalikan radio untuk keselamatan penerbangan. Pekerjaan ini ia tekuni dengan setia selam 10 tahun, kelak pada tahun 1983, beliau diterima sebagai Calon Hakim di lingkungan lembaga peradilan umum.
ADVERTISEMENT
Babak Baru Supandi Muda.
Bekerja di Polonia yang tak jauh dari kampus Universitas Sumatera Utara, mengantarkan takdir baru bagi kehidupan Supandi. Pada tahun 1975 Supandi muda kemudian memanfaatkan waktu senggang-karena di lingkungan kerjanya ada pergantian waktu dengan teman-temannya--untuk kuliah di Fakultas Hukum USU. Supandi Muda dapat menyelesaikan studinya tahun 1981. Masa kuliah 6 tahun untuk meraih Sarjana Hukum pada waktu itu, sungguh merupakan prestasi akademik yang luar biasa. Perjalanan hidupnya mengalir mengikuti arus takdir yang digariskan Sang Khalik. Perjalanannya dapat dilukiskan dalam syair berikut:
Darah pejuang, penegak kebenaran mengalir dalam dirinya.
Tak hendak hanyut dalam arus zaman yang membelenggu,
Satu dari sejuta kisah anak manusia yang didera derita,
Namun jalan takdir mengantarkannya menjadi arjuna Sahasrabahu.
ADVERTISEMENT
Supandi Sang Arjuna Sahasrabahu
Membaca buku Biografi Prof. Supandi, memberi kesimpulan kepada saya, beliau adalah Sang Arjuna Sahasrabahu. Arjuna Sahasrabahu adalah tokoh dalam mitologi Hindu yang dikenal sebagai Raja dalam Kerajaan Hehaya. Sang Raja dilukiskan memiliki seribu lengan. Dengan julukan Arjuna berlengan seribu.
Betapa tidak, dari bocah kecil yang lahir dan dibesarkan di lingkungan perkebunan, di Saentis, dalam situasi keterbatasan ekonomi tangannya menggapai puncak yang kadangkala tak dapat diraih oleh mereka yang dibesarkan dalam tradisi berkecukupan.
Kakek buyutnya memang “koeli kontrak”, tapi Sang Kakek menjadi kuli bukan karena pilihan hidupnya. Sang kakek harus meninggalkan kampung halamannya karena telah membalaskan kemarahan rakyat terhadap mandor Belanda yang angkuh. Darah tumpah di bumi Pati Desa Tlutup, Kiyai “Sujak” Ibrahim Sang kakek lari ke Deli, kelak di kemudian hari melahirkan seorang cucu, dialah Prof. Dr. Supandi.
ADVERTISEMENT
Supandi, bukan turunan kuli yang menjadi kuli, Supandi adalah titisan darah pejuang keadilan, yang diutus ke tanah Deli. Tanah bertuah yang tidak hanya menyediakan sumber kehidupan tapi juga banyak menyimpan duka, nestapa, dan air mata, namun di sana menjadi tempat bagi manusia-manusia pilihan Sang Khalik, bila ia dapat melalui berbagai cobaan. Seperti layaknya HAMKA yang merantau ke Deli, Supandi-pun ditakdirkan sebagai sang pembawa kebenaran.
Dengan berguru pada Mbah Sarimun (hal 369), tangan seribunya begitu piawai bercocok tanam dan mengurus hewan ternak. Membuahkan inisiatif untuk membangun lahan pertanian di Saentis untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan lahan pertanian. Tangan seribu itu juga yang mengendalikan mesin-mesin dan sinyal radio untuk mengatur lalu lintas penerbangan selepas beliau menjalani pendidikan di Akademi Penerbangan pada tahun 1973 (hal 191). Tangan seribu itu pula yang membalik-balik lembaran kertas., menimba ilmu pada Fakultas Hukum USU. Tangan seribu itu juga yang mengayunkan Palu Keadilan. Palu yang tidak boleh dipegang oleh sembarang orang. Yang boleh memegangnya adalah seorang yang ‘arif lagi bijaksana.
ADVERTISEMENT
Pemegang Palu Keadilan
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, Orang yang arif dan bijaksana itu tidak melihat haknya atas seseorang dan tidak memperlihatkan kelebihannya kepada orang lain, sehingga ia tidak mencela, tidak menuntut dan tidak membanding-bandingkan. Orang yang bijaksana itu dalam bahasa arab disebut al hakim. Orang cinta kepada kebijaksanaan itu dalam Bahasa Yunani disebut filosofia, philein dan sofos. Keduanya ada pada diri Prof. Supandi. Hanya orang yang arif dan bijaksana yang dapat menegakkan keadilan. Keadilan menjadi kata kunci terbangunnya masyarakat madani, yang merupakan kata ketiga terbanyak yang disebutkan dalam Al Qur’an setelah kata ‘ilmu dan kata Allah atau kata Tuhan dengan sembilan puluh sembilan nama sebutannya.
Membaca buku ini memberi kesimpulan kepada saya, sembilan puluh sembilan nama Tuhan itu telah hadir dan “menjaga” langkah kaki dan perjalanan kehidupan Sang Maestro Keadilan, sebuah pribadi yang menyandarkan dirinya secara totalitas pada kuasa Ilahi.
ADVERTISEMENT
Jalan takdir telah mengantarkannya ke jenjang keagungan. Ketika semua sahabatnya mengeluh dengan gaji kecil pada saat bertugas di penerbangan, beliau tetap konsisten menekuni dan menjalankan amanah negara. Sulit memang, tapi pada tiap-tiap kesulitan selalu ada kemudahan. Selalu saja ada hikmah di balik kesulitan. Dekat dari Bandara Polonia, terkuak jalan takdir memberi peluang kepada Supandi Muda, untuk mengikuti kuliah di Fakultas Hukum di Kampus Padang Bulan. Berbekal gelar Sarjana Hukum, Supandi Muda hijrah memasuki babak baru kehidupannya menjadi Mister, Menjadi hakim seperti harapan dan do’a Mbah Supirah alias Mbah Cublik.
Saat menapaki karier sebagai hakim di Peradilan Umum, Supandi sempat putus asa tatkala mengadili terdakwa dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Nasib Terdakwa berada di tangan hakim tunggal Supandi. Nuraninya mengatakan terdakwa tak sepenuhnya bersalah, namun ada tuntutan lain hukum harus ditegakkan. Setelah penjatuhan hukuman Supandi rajin mengunjungi terhukum di Lembaga Pemasyarakatan. Di sanalah Supandi menemukan kebenaran materil sesungguhnya, bahwa terhukum bukanlah orang yang pantas untuk menerima hukuman. Supandi dihantui rasa bersalah, gelisah, dan hampir menyerah dan ingin mengundurkan diri sebagai hakim.
ADVERTISEMENT
Di balik kegelisahan itu terbuka jalan takdir baru telah menanti, Supandi hijrah dari Peradilan Umum ke Peradilan Tata Usaha negara. Di tempat yang baru terbuka peluang untuk menapaki pendidikan studi lanjutan ke S2 dan S3. Supandi menyelesaikannya tepat waktu yang mengantarkan Supandi ke jenjang karier yang gemilang. Gelar tertinggi akademik itu pula yang mengantarkannya ke jenjang Kepangkatan Akademik tertinggi, menjadi Guru Besar Tidak Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Sebagai hakim pada Peradilan Tata Usaha Negara, putusan Supandi yang telah membatalkan kenaikan tarif BPJS, telah membuka mata para pencari keadilan bahwa beliau adalah satu hakim yang yang berani mengambil keputusan yang berseberangan dengan kehendak pemerintah. Supandi telah menyahuti hati nurani rakyat.
ADVERTISEMENT
Supandi pun menjadi pengadil judicial review AD/ART Partai Demokrat vs Kemenkumham. Mahkamah Agung dengan putusannya yang sangat teliti, mendalam dan menempatkan AD/ART partai dalam sistem hukum yang benar. Mahkamah Agung memberikan keputusan bahwa AD/ART partai tak termasuk dalam ranah atau objek yang boleh dilakukan Judicial Review, karena ia Mahkamah Agung memutuskan tidak menerima permohonan uji materiil atas AD/ART Partai Demokrat kepengurusan AHY (nasional.kompas.com/read/2021/11/10/17540851/judicial-review-ad-art-partai-demokrat-ditolak-hamdan-zoelva-putusan-ma?page=all).
Supandi adalah hakim yang memiliki integritas dan mengadili menurut hati nuraninya.
Dialah Arjuna Sahasrabahu itu, yang tidak hanya duduk di kursi yang Teramat Mulia, tapi tangannya telah menggapai ketinggian yang mengantarkannya ke Gelar Jenjang Kepangkatan Akademik Tertinggi. Tak semua orang mendapatkan kemuliaan itu, kecuali atas uluran tangan Sang Pemilik Takdir penguasa bumi dan langit.
ADVERTISEMENT
Menelusuri Bumi Mendekati Kaki Langit
Prof. Supandi telah menelusuri bumi kehidupan mendekati kaki langit. Menembus hutan, bebukitan terjal, padang dan lembah, gunung dan samudera yang semua itu ia jalani dengan penuh keyakinan. Supandi terbentuk dengan kepribadian yang sederhana, dan rendah hati, dan religius, dibesarkan dengan tradisi Jawa yang bersahaja, tidak “ngoyo”, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur berpadu dengan tradisi Melayu Deli yang santun dan lemah lembut, hormat pada orang tua dan sesama, serta berserah diri pada Allah SWT.
Tak tampak dalam dirinya, bahwa Supandi adalah Hakim Agung yang menduduki tempat yang teramat mulia, tak tampak juga dalam dirinya beliau adalah seorang akademisi yang menempati posisi yang amat terpelajar.
Ketika penegakan hukum pidana tidak lagi taat asas sebagai benteng persinggahan terakhir (the last resort), bagi penegakan hukum (ultimum remedium), Supandi tampil untuk mengajarkan bahwa Peradilan Tata Usaha Negara harus meluruskan bahwa, perbedaan antara policy (kebijakan) hanya setipis kulit bawang dengan "tindak Pidana”. Sama tipisnya dengan prinsip negara kesejahteraan dengan negara hukum. Supandi ingin mengingatkan bahwa hukum pidana itu bukan premium remedium, tapi ultimum remedium. Ada hukum administrasi negara di tengahnya.
ADVERTISEMENT
Supandi telah mengajarkan banyak tentang arti kehidupan. Arti sebuah kerja keras, arti sebuah persahabatan, arti sebuah keluarga dan leluhur, arti sebuah amanah. Supandi telah mengembangkan jemari tangan seribunya menyapu awan gelap penegakan hukum dan mengantarkan generasi anak bangsa yang ingin memetik perjalanan hidupnya menyongsong hari-hari yang gemilang di bawah cuaca yang terang benderang berpayungkan keadilan .
Penutup
Segudang pelajaran ada pada diri Supandi dan tak cukup kita baca dalam buku setebal 437 halaman ini. Supandi adalah buku tebal yang tidak pernah habis untuk kita baca, Supandi telah mengajarkan banyak arti kehidupan. Editor buku ini Irawan Santoso, telah menyajikan bacaan yang membawa kita terhanyut dalam buaian untaian kata yang mengalir. Sungguh membuat kita terlena dan seolah-olah kita sedang ikut mendampingi perjalanan Prof. Supandi. Buku ini, dengan meminjam semboyan Tempo, menjadi enak dibaca dan perlu.
ADVERTISEMENT
Enak karena bahasanya yang lugas dengan kalimat-kalimat yang pendek. Perlu, karena di dalamnya banyak menyimpan filosofi kehidupan.
Kita berdoa kelak suatu hari, akan lahir Supandi-Supandi yang lain, hakim yang akademisi, akademisi yang hakim, yang mengantarkan bangsa ini pada kehidupan yang lebih berkeadilan.
Akhirnya izinkanlah saya menyampaikan dua bait pantun.
Bocah kebon berdarah Tumenggung
Menapaki kehidupan penuh berliku
Jika hidup hendak beruntung
Gigih berjuang menuntut ilmu
Jika hendak membasuh kendi
Ambil air lalu siramkan
Doa kami untuk Prof. Supandi
Panjangkan umur, dilimpahkan kesehatan