Konten dari Pengguna

Unsur Penyalahgunaan Keadaan dan Wanprestasi dalam Pelayanan Penerbangan

Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
27 Oktober 2023 16:52 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Catatan Khusus untuk Batik Air

Ilustrasi pesawat terbang di atas kepulauan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pesawat terbang di atas kepulauan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Catatan khusus untuk Batik Air.
ADVERTISEMENT
Pagi ini, Jumat, 27 Oktober 2023, pukul 03.45, alarm di phone cellular saya berdering. Saya harus buru-buru ke kamar mandi membersihkan badan dan segera berpakaian rapi. Rencananya saya harus segera ke Bandara menuju terminal keberangkatan Soekarno Hatta, tiba di Medan dan langsung mengikuti acara yang telah dijadwalkan panitia di Medan.
Penerbangan saya dengan pesawat Batik Air pagi ini di jadwal pukul 07.00 WIB, tujuan Bandara Kuala Namo-Medan. Diperkirakan tiba pukul 09.20 WIB. Agenda yang sudah saya jadwal sejak kemarin buyar. Terdengar suara dari announcer yang mengumumkan penerbangan Batik Air Flight ID 6830 tujuan KNO-Medan ditunda 90 menit.
“Kalau ditunda 90 menit itu bukan delay, itu sama dengan pembatalan,” ucap saya mendatangi counter.
ADVERTISEMENT
Petugas announcer tak menampakkan wajah berempati dengan situasi yang sedang saya hadapi. Anehnya dengan nada tak bersahabat beliau mengatakan, “Silakan Bapak melaporkannya ke customer service!
“Di mana customer service?” saya menanyakan.
Petugasnya mengatakan, “Di sana.”
Saya tak habis pikir mengapa bangsa ini begitu kehilangan adab. Kehilangan tata krama. Cukup dengan mengucapkan kata, “maaf” semua persoalan selesai. Padahal mereka sedang “berjualan”. Pembeli adalah “raja” itu tak berlaku. Ini persoalan serius bangsa ini. Kehilangan adab dan moral. Pelanggaran yang berdampak pada keseimbangan sistem secara keseluruhan dianggap biasa. Mereka tampak nyaman saja.
Seperti nyamannya para hakim Mahkamah Konstitusi yang telah memutuskan perubahan usia calon presiden dan wakil presiden, walaupun itu bukan ranahnya. Nyaman saja ketika ranah kerja legislatif “diserobot” atas nama keadilan dan ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah pelanggaran serius terhadap kesepakatan kolektif.
ADVERTISEMENT

Melanggar Kesepakatan

Ilustrasi pesawat Batik Air. Foto: Kevin Atha/shutterstock
Demikian Batik Air telah menyalahgunakan keadaan (misbruik omstandigheiden). Menyalahgunakan keadaan. Memanfaatkan kelemahan posisi pelanggan yang tak punya opsi untuk membela dirinya.
Jangankan terlambat 90 menit, terlambat satu hari pun pelanggan tak bisa mengajukan untuk memulihkan keadaan. Untuk keterlambatan 90 menit itu kompensasinya hanya 1 botol air mineral yang harganya tak lebih dari Rp 5.000 (lima ribu rupiah).
Praktik penyalahgunaan keadaan ini telah terjadi di banyak bidang transaksi. Mulai dari transaksi kredit perbankan, sampai dengan transaksi penyediaan jasa seperti kasus yang saya hadapi pagi ini. Konsumen tak punya pilihan lain. Pemilik perusahaan paham betul bahwa konsumen tak bisa lagi “mengelak” dari apa yang mereka tawarkan.
Peristiwa ini tidak saja pembodohan terhadap hak-hak publik setelah konsumen memenuhi kewajibannya. Bukankah mereka yang menawarkan jadwal penerbangan. Tapi dengan mudah mereka mengatakan penyebabnya karena terjadi keterlambatan kedatangan pesawat dari Jambi. Sangat tidak professional alasannya.
ADVERTISEMENT
Perusahaan Penerbangan Swasta. Indonesia yang didirikan tahun 2013 itu yang merupakan anak perusahaan Lion Air yang dalam promosinya mengatakan sebagai perusahaan penerbangan yang layak di mata masyarakat, dengan mengutamakan kepuasan pelanggan. Tapi itu lagi-lagi tinggal menjadi slogan.
Saya tentu mencurigai hasil riset lembaga yang berbasis di Inggris, OAG Review yang menempatkan Batik Air pada tahun 2018 sebagai perusahaan jasa penerbangan yang memiliki ketepatan waktu mencapai 84 persen. Dengan pembatalan 0,2 persen dan masuk dalam peringkat ke-dua di Asia Tenggara dalam ketepatan waktu penerbangan. Mengungguli penerbangan Perusahaan pelat merah Garuda Indonesia dan Citylink.

Penyalahgunaan Keadaan

Ilustrasi delay. Foto: Nutlegal Photographer/shutterstock
Bagaimanapun juga perikatan antara konsumen dengan pemilik perusahaan penerbangan akan menjadi undang-undang bagi kedua belah pihak (vide Pasal 1338 KUH Perdata). Tiket penerbangan (boarding pass) adalah bukti autentik adanya perjanjian yang diikuti dengan dokumen pembayaran konsumen kepada perusahaan. Apakah dibayar melalui travel agent atau langsung melalui counter perusahaan penerbangan.
ADVERTISEMENT
Hukum perjanjian mengingatkan bahwa setelah perjanjian disetujui maka kedua belah pihak terikat. Dalam kontrak antara pemilik perusahaan penerbangan dengan konsumen yang dibuat dalam bentuk baku (standard contract) adalah salah bentuk perjanjian bersifat tertulis atau dalam bentuk kontrak elektronik.
Syarat pembuatan kontrak telah terpenuhi. Mulai dari syarat subjektif sampai pada syarat objektif. Syarat subjektif sepakat kedua belah pihak dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Syarat objektif ada hal tertentu yang diperjanjikan, yakni pemberangkatan penumpang dari satu tempat ke tempat yang lain.
Untuk itu konsumen harus membayar sejumlah harga tertentu sebagai kewajibannya. Pihak perusahaan penerbangan wajib memenuhi isi kontrak yakni membawa penumpang sampai tepat waktu ke tempat tujuan. Sampai tepat waktu adalah salah satu dari hak konsumen.
ADVERTISEMENT
Perjanjian itupun memenuhi unsur objektif yang keempat yaitu kausalitas perjanjian itu dibuat dengan cara yang tidak melawan undang-undang, kepatutan, ketertiban, moral, dan lain-lain yang oleh Prof. Subekti disebutnya sebagai kausalitas yang halal.
Perjanjian antara konsumen dengan perusahaan penerbangan itu juga telah memenuhi unsur esensialia, unsur naturalia, dan unsur acsidentalia. Unsur yang harus ada, unsur yang kalaupun tidak diperjanjikan dianggap ada dan unsur yang kalau dikehendaki mengikat para pihak wajib dicantumkan dan disetujui oleh kedua belah pihak.

Melanggar Unsur Kesepakatan

Unsur Penyalahgunaan Keadaan dan Wanprestasi dalam Pelayanan Penerbangan. Foto: Dok. Pribadi
Dua dari unsur subjektif dalam perjanjian salah satu di antaranya adalah, adanya kata sepakat. Kata sepakat itu akan cacat jika dalam perjanjian itu di dalamnya terdapat tipu muslihat (bedrog), tekanan atau paksaan (dwang) atau karena adanya kekeliruan (dwaling). Di Negeri Belanda unsur cacatnya kata sepakat ini ditambah satu unsur lagi yaitu misbruik van omstandigheiden (penyalahgunaan keadaan).
ADVERTISEMENT
Penyalahgunaan keadaan itu terjadi bila salah satu pihak memanfaatkan keadaan di mana salah satu pihak berada dalam keterpaksaan atau tekanan secara ekonomis dan psikologis. Secara ekonomis memang salah satu pihak memiliki posisi yang rendah dan secara psikologis salah satu pihak (bisa mungkin) berada di bawah tekanan secara kejiwaan.
Posisi yang tidak berimbang secara ekonomis dan psikologis itu tak bisa lagi dielakkan. Seperti kontrak terapeutik dalam pengobatan antara pasien dengan dokter atau dengan pihak rumah sakit. Seringkali pasien atau keluarga pasien tak bisa menolak dalam keadaan tertentu. Mulai dari biaya operasi, harga kamar bedah, honorarium dokter sampai pada harga darah dan obat-obatan.
Pihak rumah sakit paham betul pasien atau keluarga pasien tak dapat melakukan pengobatan sendiri dan tak punya alternatif lain karena kondisi pasien dalam keadaan darurat. Misalnya pada pasien yang mengalami kecelakaan yang membutuhkan pelayanan cepat.
ADVERTISEMENT
Begitu juga kebutuhan bahan pokok yang menguasai hajat hidup rakyat banyak. Listrik dan bahan bakar minyak misalnya, berapa pun harga yang dipatok pemerintah rakyat akan membelinya. Produsen paham betul rakyat tak bisa membuat bahan bakar minyak. Hari ini sekolah-sekolah juga mematok biaya yang yang tinggi, karena tidak mungkin rakyat mendidik anaknya secara otodidak.
Kalaupun bisa orang tuanya tak bisa menerbitkan ijazah. Akibatnya banyak penyelenggara pendidikan (terutama swasta) mematok besaran biaya pendidikan sendiri, karena para badan penyelenggara Pendidikan swasta memahami betul pemerintah belum mampu menyediakan sekolah atau universitas negeri yang mampu menampung anak-anak usia sekolah.
Begitulah dengan perusahaan penerbangan, mereka paham betul pada waktu yang pendek untuk berpindah ke penerbangan yang lain tak bisa dilakukan dengan segera. Apalagi para penumpang pesawat hampir semuanya tak bisa membeli atau membuat pesawat sendiri.
ADVERTISEMENT
Karena itu, mereka tanpa ekspresi dalam merespons setiap ada pengajuan keberatan dari penumpang. Wajah petugas yang mengumumkan keterlambatan jadwal penerbangan juga menampilkan wajah tak bersalah.
Mereka tak paham dan tidak berempati pada kegelisahan calon penumpang yang tertunda jadwal keberangkatannya. Saya sendiri hari ini tak bisa memenuhi kewajiban jadwal perkuliahan di universitas di mana mahasiswa lebih dari 80 orang sedang menanti. Jadwal saya untuk mengisi acara sebagai pembicara seminar juga harus dibatalkan. Padahal panitia sudah menjadwalkan ini sejak dua bulan yang lalu.

Wanprestasi

Unsur Penyalahgunaan Keadaan dan Wanprestasi dalam Pelayanan Penerbangan. Foto: Dok. Pribadi
Setiap perjanjian yang disepakati oleh para pihak akan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Jika perjanjian ini dilanggar, maka pihak yang melanggarnya dapat dimintakan pertanggung jawaban hukum.
ADVERTISEMENT
Ada dua sumber perikatan (verbintennisen). Pertama perikatan yang bersumber dari undang-undang (wet) dan yang kedua perikatan yang bersumber dari perjanjian (overeenskomt). Perbedaan pada sumber ini, menyebabkan pula lahir dua macam bentuk kualifikasi perbuatan hukum.
Perbuatan hukum melanggar perikatan yang bersumber dari undang-undang—sekarang ini sejak arrest Lindenbaum dan Cohen, diperluas tidak hanya pada perbuatan melanggar undang-undang, tapi juga perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, ketertiban, moral—dan kualifikasi perbuatannya adalah perbuatan melawan hukum (onrechtsmatigedaad). Sedangkan untuk perbuatan melanggar perikatan yang bersumber dari perjanjian, kualifikasi perbuatannya adalah wanprestasi.
Bentuk wanprestasi itu ada tiga. Pertama, tidak dipenuhinya isi perjanjian itu oleh salah satu pihak secara keseluruhan, kedua tidak dipenuhinya isi perjanjian itu sebagaian dan yang ketiga dipenuhinya isi perjanjian itu tapi tidak tepat waktu.
ADVERTISEMENT
Contoh bentuk yang pertama adalah si A berutang Rp 100 juta kepada si B dan berjanji akan melunasinya tanggal 1 Oktober 2023. Akan tetapi si A tidak melakukan pembayaran sama sekali pada tanggal yang diperjanjikan.
Bentuk perbuatan wanprestasi yang kedua adalah si A hanya melakukan pembayaran sebesar Rp 50 juta pada tanggal 1 Oktober 2023. Contoh bentuk perbuatan wanprestasi yang ketiga adalah si A memenuhi pembayarannya, meskipun lunas tetapi dilakukan tanggal 1 November 2023.
Begitulah, penerbangan Batik Air hari ini, baru menerbangkan kami pukul 09.30 WIB yang semula dijanjikan akan diberangkatkan pukul 07.00. Batik Air telah dikualifikasi melakukan perbuatan wanprestasi.
Jika saja hari ini konsumen ingin melakukan penuntutan terhadap Batik Air, konsumen yang dirugikan akibat perbuatan ini dapat melakukan gugatan ganti rugi ke pengadilan negeri. Batik Air Indonesia yang berdomisili tetap di Jakarta, maka gugatan ganti rugi dapat diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT

Persaingan Perusahaan

Unsur Penyalahgunaan Keadaan dan Wanprestasi dalam Pelayanan Penerbangan. Foto: Dok. Pribadi
Asumsi saya mengapa keterlambatan jadwal penerbangan akhir-akhir ini kerap kali terjadi? Ini karena persaingan para pelaku usaha di bidang penerbangan.
Perusahaan penerbangan berlomba-lomba memasang penawaran tiap satu jam sekali ada jadwal (flight) penerbangan. Sehingga para konsumen bebas memilih waktu untuk berangkat.
Akan tetapi ketika flight pada penerbangan jam pertama jumlah penumpangnya tidak mencukupi kursi yang tersedia, pihak perusahaan menggeser jadwal penerbangan ke jam penerbangan berikutnya.
Para konsumen yang tadinya kasak-kusuk dari rumah sejak pukul 03.00 WIB dini hari, bahkan ada yang memilih menginap di hotel dekat dengan Bandara—karena memang ada jadwal ketibaan lebih awal yang mendesak di kota tujuan—menjadi sia-sia.
Perusahaan penerbangan setelah terjadi peristiwa itu tak bergeming atas keberatan konsumen. Menganggap itu kejadian biasa. Padahal bagi penumpang seperti saya, itu peristiwa luar biasa.
ADVERTISEMENT
Saya harus kehilangan banyak agenda. Pihak yang menunggu kehadiran saya juga mengalami kerugian. Kerugian moril dan materil. Tak cukup hanya dibayar dengan satu botol air mineral dan sepotong roti.
Syukur kalau nanti panitia tidak menggugat saya telah melakukan perbuatan wanprestasi juga, yakni tidak hadir tepat waktu yang merepotkan panitia penyelenggara dalam menyusun agenda perbincangan yang telah dipersiapkan jauh hari.
Pembelajarannya adalah, pihak Lembaga Konsumen Indonesia harus mengawasi peristiwa ini dengan serius. Pihak pengelola perusahaan penerbangan harus benar-benar jujur dalam menjalankan usahanya.
Jangan hanya mencari keuntungan sepihak dengan mengabaikan hak-hak para penumpang yang telah memenuhi kewajibannya. Karena ini menyangkut reputasi. Tidak hanya reputasi perusahaan penerbangan, juga reputasi para penumpang yang telah membuat janji dengan pihak ketiga.
ADVERTISEMENT