Konten dari Pengguna

Menyibak Kejahatan Siber Obat dan Makanan

Oke Dwiraswati
Seorang ASN yang bertugas di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pernah berlajar di Farmasi ITB dan FKM UI. Pernah bergabung juga dengan Tim Peneliti dari FKM UI di bidang Informatika Kesehatan.
10 Juni 2021 13:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Oke Dwiraswati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Transaksi Online (Sumber: www.freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Transaksi Online (Sumber: www.freepik.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih hangat dalam ingatan kita tentang drama Korea yang sempat ramai diperbincangkan beberapa waktu lalu, Vincenzo. Dalam drama tersebut, diceritakan bahwa Vincenzo Cassano (diperankan Song Joong-ki), seorang mafia Italia asal Korea, berhasil menyibak kasus kejahatan sebuah perusahaan farmasi dan kimia terbesar di Korea.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari kisah fiksi tersebut, saat ini kita lihat fenomena kasus kejahatan di bidang farmasi atau obat-obatan dan makanan tidak hanya terjadi di dunia nyata, namun mulai marak terkuak di dunia maya.
Ilustrasi: Obat-obatan (Sumber: www.freepik.com)
Kriminalitas di dunia maya dikenal dengan istilah kejahatan siber atau cybercrime. Menurut Wahid dan Labib (2010:40), pengertian cybercrime adalah semua jenis pemakaian jaringan komputer untuk tujuan kriminal dengan penyalahgunaan kemudahan teknologi digital. Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pemerintah Indonesia telah memberikan dasar hukum dalam mendefinisikan dan menangani macam-macam kejahatan siber.
Dalam UU ITE dijelaskan bahwa kegiatan siber sangat kompleks karena tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian kejahatan siber ini dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan online.
ADVERTISEMENT
UU ITE juga memaparkan dampak akibat kejahatan siber ini bisa kompleks dan rumit. Meskipun alat buktinya bersifat elektronik, kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak nyata. Karenanya, subjek pelaku harus diklasifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.
Perubahan model bisnis dan pasar di era internet of things saat ini menciptakan model penjualan baru, hampir semua bergerak mengunakan kendaraan digital sebagai model bisnisnya dan penjualan online pun menjadi salah satu kendaraan paling efektif dalam menyikapi persaingan pasar saat ini, termasuk penjualan obat dan makanan.
Peredaran obat dan makanan melalui media online meningkat drastis. Ditambah kondisi pandemi, membuat masyarakat lebih banyak memenuhi kebutuhannya dengan belanja online, termasuk kebutuhan obat dan makanan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2018 tentang Badan Pengawas Obat Makanan, yang dimaksud obat dan makanan adalah obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
ADVERTISEMENT
Pelaku usaha obat dan makanan semakin gencar melakukan promosi terutama di media online. Tindak kejahatan dibidang obat dan makanan pun turut memanfaatkan media online sebagai modus kejahatannya sehingga menimbulkan dampak negatif yang cukup besar, karena menyangkut masalah kesehatan. Inilah yang termasuk salah satu kejahatan siber obat dan makanan.
Penjualan produk obat dan makanan termasuk yang ilegal banyak ditemukan di situs, e-commerce, maupun media sosial. Berdasarkan hasil pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dalam patroli siber di masa pandemi COVID-19, ditemukan peningkatan 100% penjualan online untuk obat dan makanan ilegal pada masa pandemi COVID-19 dibandingkan pada tahun 2019.
Ilustrasi Tempat Obat Foto: Pixabay
Terjadi peningkatan jumlah situs atau tautan yang teridentifikasi mengedarkan obat dan makanan ilegal. Pada tahun 2019, BPOM berhasil mengidentifikasi 24.573 situs penjualan obat dan makanan ilegal. Jumlah ini meningkat hampir 100% menjadi 48.058 tautan selama semester I tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Selama Maret-September 2020, telah dilakukan operasi penindakan di 29 provinsi dengan nilai temuan barang bukti sebesar 46.7 miliar rupiah. Komoditi obat dan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif (NAPPZA) paling banyak ditemukan pada patroli siber BPOM.
Hingga November 2020, pengajuan takedown terkait obat dan makanan ilegal hasil patroli siber BPOM sebanyak 104.250 situs atau naik 324% dibanding tahun 2019 (24.573 situs), di mana 23% di antaranya merupakan situs komoditi kosmetik dan 7% tautan obat tradisional.
Tingginya demand akan kosmetik membuat menjamurnya penjualan kosmetik di hampir semua platform e-commerce, khususnya saat kondisi pandemi COVID-19. Banyak produk/iklan herbal ilegal atau yang mencantumkan klaim khasiat mampu mencegah dan menyembuhkan COVID-19, padahal BPOM tidak pernah memberikan izin terhadap obat tradisional dengan klaim khasiat tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam siaran pers pada 25 September 2020 yang lalu, Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito menyatakan bahwa sementara diketahui modus operandi pelaku adalah mengedarkan obat tradisional dan pangan olahan ilegal melalui platform e-commerce, serta mendistribusikan produk tersebut melalui jasa transportasi online dan ekspedisi. Dari operasi ilegal ini, tersangka berhasil mendapatkan omzet miliaran rupiah setiap tahunnya.
Pola intelijen dan penindakan pelanggaran obat dan makanan saat ini harus menyasar dunia siber mengingat potensi pelanggarannya akan semakin meningkat seiring dengan perubahan perilaku konsumsi masyarakat. Regulasi terkait pengawasan dan penindakan pelanggaran obat dan makanan di bidang siber pun mutlak harus dibentuk.
Dalam memberantas kejahatan di bidang obat dan makanan, BPOM mengedepankan upaya pencegahan melalui optimalisasi kegiatan cegah tangkal, siber dan intelijen. Sebagai upaya peningkatan efektivitas penanganan kejahatan siber obat dan makanan, BPOM membentuk Direktorat Siber Obat dan Makanan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, BPOM telah menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara daring dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring.
Kenali Kejahatan Siber Obat dan Makanan, Masyarakat Agar Lebih Waspada
Masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih, membeli dan mengonsumsi obat dan makanan. Selalu ingat Cek “KLIK” (Cek Kemasan, Label, izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk Obat dan Makanan.
Masyarakat harus memastikan haknya sebagai konsumen dalam mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi produk obat dan makanan yang akan dibeli.
ADVERTISEMENT
Untuk memperoleh informasi yang benar tentang produk obat dan makanan, masyarakat dapat mengakses situs resmi BPOM (www.pom.go.id), media sosial resmi BPOM (Instagram bpom_ri, twitter @BPOM_RI, facebook bpom.official), maupun Contact Center HaloBPOM 1500533.
Untuk menghindari pembelian produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan, mutu, dan manfaat secara online, jangan langsung klik dan bayar. Sebaiknya dicek dulu deskripsi produk, jika tidak jelas, kita berhak bertanya dan penjual memiliki kewajiban memberikan informasi yang benar dan jujur.
Selain itu, dapat dicek juga reputasi toko online yang dipilih. Kemudian dilihat review dari pembeli sebelumnya untuk mengetahui reputasi toko dan kualitas produk yang dijual.
Masyarakat juga dapat mengadukan situs yang menjual obat dan makanan ilegal atau tidak terdaftar melalui HaloBPOM 1500533. BPOM akan melakukan identifikasi, crawling, dan pengajuan rekomendasi situs-situs yang dilaporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk dilakukan takedown dan dimasukkan dalam negative list.
ADVERTISEMENT