Politik Moderasi Hukuman Mati Dalam Perspektif Pemasyarakatan

okki oktaviandi
Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
23 Oktober 2020 6:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari okki oktaviandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bagian 1
Cerita Pidana Mati Dari Balik Jeruji Besi
ADVERTISEMENT
Okki Oktaviandi
Sebuah pertanyaan menohok dari publik tentang pegawai sipir (penamaan atau petugas penjara/petugas lembaga pemasyarakatan (lapas) di zaman kolonialisasi Belanda) ketika ditanya “Apa yang anda rasakan ketika bertemu dengan seorang narapidana yang divonis hukuman mati? Sontak, pertanyaan tersebut menimbulkan persepsi yang terdengar asing bagi kelompok awam tentang bagaimana narapidana yang divonis mati hidup di dalam lapas. Tentu, bagi masyarakat awam, kehidupan di dalam lapas mungkin akan terkesan asing atau angker. apalagi kalau membayangkan di dalam lapas dihuni oleh narapidana dengan kategori hukuman mati misalnya lapas di pulau Nusakambangan (Pulau penjara di zaman kolonialisasi Belanda) yang memiliki ratusan narapidana dengan kategori hukuman mati. Mungkin tidak terbayangkan rasanya, mencekam dan pastinya rasa takut yang menghantui. Itulah yang kami rasakan sebagai petugas pemasyarakatan, di awal bertemu dengan narapidana dengan berbagai jenis kejahatan yang mereka lakukan. Namun, bagaimana dengan narapidana yang divonis mati?
ADVERTISEMENT
Mengenal Lapas
Dinamika kehidupan di dalam tembok lapas/penjara sesunggguhnya diibaratkan sebagai miniature kecil negara, namun halnya di batasi tembok dan bangunan yang tersusun rapi, membentuk seperti halnya sebuah miniatur kehidupan masyarakat dalam ruang yang terbatas. Mempunyai aturan, dan mekanisme prosedur yang harus dijalankan oleh orang yang berada di dalam ruang tersebut Diibaratkan bahwa aturan tersebut adalah sebuah Undang – Undang, maka orang atau narapidana wajib tunduk kepada Undang – Undang tersebut. Tidak ada perbedaan kasta, status sosial hingga jabatan yang pegang saat berada di luar lapas. Semuanya sama, tidak ada diskriminasi dan prioritas bagi suatu kaum, tidak ada keistemewaan bagi seseorang yang memegang tahta, anak raja maupun anak pejabat, narapidana tetaplah dipandang sebagai seseorang yang telah menciderai hukum atau dengan kata lain, seseorang yang memiliki keretakan terhadap hubungan sosialnya di masyarakat. Seseorang tersebut adalah seseorang yang hidup didalam aturan dan didalam ruang yang terbatas. Namun, perlu diketahui bahwa hanya ada satu perbedaan yang amat tampak dari perbedaan bagi seorang narapidana di dalam lapas, yakni, narapidana yang sudah bertaubat dan kembali kefitrahnya menjadi manusia yang baik dan bertanggung jawab baik sebagai anggota masyarakat maupun anggota negara.
ADVERTISEMENT
Cerita Pengalaman di Lapas Super Maksimum Sekuriti
Belajar pada pengalaman selama bertugas di lapas Nusakambangan, saya mengawali karir sebagai petugas pengamanan di salah satu Lapas Super Maksimum Sekuriti (SMS). Sebut saja, Lapas Kelas 1 Batu Nusakambangan, Lapas ini menjadi Lapas SMS sejak tahun 2018 seiring dengan digelorakannya pulau Nusakambangan menjadi pilot project dari Revitalisasi Pemasyarakatan yang bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi penyelenggaraan Pemasyarakatan di lapas – lapas di Indonesia.
Di Lapas SMS atau Lapas dengan kategori tingkat pengamanan yang tinggi, adalah sangat menekankan pada Standar Operasional Prosedur (SOP) khususnya pengamanan dengan tetap mempertimbangkan hak – hak bagi narapidana dengan tujuan untuk memodifikasi perilaku narapidana sehingga narapidana kembali sadar dan bertaubat untuk kembali ke jalan yang benar.Tentu, tidak sedikit narapidana dengan hukuman yang cukup tinggi hingga hukuman seumur hidup dan mati di tempatkan di Lapas SMS ini. Bagi saya, menjadi seorang petugas pengamanan di lapas SMS ini menjadi sebuah pengalaman berharga, terlebih lagi saya pun juga masuk ke dalam tim pengamanan khusus yakni Emergency Response Team.(ERT) Tim ini adalah salah satu bentukan Satuan Tugas Pengamanan yaitu melaksanakan fungsi pengawalan dan pendampingan bagi narapidana dengan kategori hukuman tinggi dan bertanggung langsung kepada Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Selama bertugas menjadi ERT lah saya banyak melaksanakan pendampingan terhadap narapidana dengan hukuman tinggi, salah satunya adalah narapidana denga kategori hukuman mati. Bagi saya, mengawal narapidana dengan hukuman tinggi/mati merupakan salah satu tanggung jawab yang cukup berat, disamping karena klasifikasi narapidana yang memiliki track record sangat berbahaya, kita juga di tuntut untuk selalu menerapkan sistem pengamanan sesuai dengan standar pengamanan narapidana resiko tinggi. Olehnya itu, sangat dibutuhkan ketangkasan, ketelitian serta kemampuan teknis terkait dengan pengamanan khusus bagi narapidana dengan resiko tinggi. Hal ini tentu bertujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan bagi petugas yang melaksanakan pendampingan. Olehnya itu, kami dibekali dengan pendidikan khusus terkait dengan ERT dan pelatihan teknis standar pengamanan bagi narapidana resiko tinggi. Hal ini adalah salah satu syarat wajib yang harus dimiliki oleh setiap pasukan pengamanan yang bertugas di Lapas Super Maksimum Sekuriti.
ADVERTISEMENT
Mengenal Narapidana Hukuman Tinggi (NRT)
Mengamati narapidana dengan klasifikasi resiko tinggi, membuat saya banyak belajar, Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah banyak dari mereka memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda setelah masuk dan melaksanakan pidana di Lapas Super Maksimum Sekuriti. Selain itu, tentu yang menjadi kesulitan bagi kami pembina narapidana ketika dihadapkan dengan narapidana resiko tinggi/ mati adalah bagaimana menentukan pembinaan dan pelatihan yang tepat bagi seorang narapidana yang menjalani hukuman tinggi atau mati.
Secara teknis, pembinaan terhadap narapidana dengan resiko tinggi telah diatur di dalam Petunjuk Teknis (Juknis) Pembinaan NRT serta standar pembinaannya, namun sejauh ini untuk mengukur tingkat keberhasilan dari program pembinaan narapidana resiko tinggi masih dalam penyusunan dan belum tervalidasi. Selain karena Sumber Daya Pembinaan NRT dalam hal ini adalah petugas pemasyarakatan yang dilatih khusus untuk pembinaan NRT yang sangat terbatas, juga dikarenakan benchmark dari bagaimana menentukan pola dan teknis pembinaan terkait NRT di Lapas SMS ini masih menggunakan standar pembinaan yang belum terpadu. Sehingga, tentu kendala dan permasalahan dalam pembinaan narapidana masih sering ditemukan di Lapas SMS. Olehnya itu, peran dan kerjasama dari pihak ketiga atau lembaga yang secara teknis menanganani pembinaan kasus NRT seperti hukuman mati dan hukuman seumur hidup sangat perlu dilaksanakan. Selain pembinaan terhadap kerohanian bagi narapidana yang bekerjasama dengan Kementerian Agama, juga pembinaan terhadap mental narapidana yakni bekerjasama dengan Lembaga Psikologi di Indonesia. Meskipun dalam pelaksanaanya, masih banyak NRT yang masih belum terjaring dan mendapatkan pembinaan yang tepat, namun sejauh ini untuk Lapas SMS telah dilaksanakan pembinaan khusus dengan mengikuti petunjuk teknis dari standar pembinaan NRT.
ADVERTISEMENT
Untuk mengetahui secara langsung bagaimana proses pembinaan NRT, tentu disinilah dikenalkan peran dari Wali Pemasyarakatan (Walipas) yang bertugas untuk mengamati dan mendampingii NRT dalam proses pembinaan di dalam Lapas. Tim Walipas inilah yang nantinya akan memberikan rekomendasi bagaimana seharusnya narapidana resiko tinggi ini mendapatkan pembinaan yang tepat. Dari rekomendasi tersebutlah, akan dipertimbangkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang dilaksanakan oleh pejabat internal Lapas, Pembimbing Kemasyarakatan serta pihak ketiga yang terlibat dalam pembinaan NRT ini. Namun, perlu diketahui bahwa meskipun pada akhirnya NRT ini akan mendapatkan vonis eksekusi mati dari Pemerintah Republik Indonesia, pihak Lapas tetap memberikan pembinaan sesuai dengan tugas dan peran Lapas yakni untuk menyadarkan narapidana agar kembali ke jalan yang benar.
ADVERTISEMENT
Ada banyak pengalaman bagaimana sikap dari narapidana setelah mendapatkan pembinaan di dalam Lapas, salah satu pengalaman yang berkesan adalah ketika berdialog dengan narapidana resiko tinggi yang telah menunjukan rasa taubat dan penyesalan akan tindakan yang telah dilakukan. Sejatinya, hal seperti inilah tentu yang sangat diharapkan dari keberhasilan pembinaan bagi narapidana khususnya bagi narapidana dengan kategori resiko tinggi/mati. Mutlaknya, pembinaan bagi narapidana adalah wajib dilaksanakan meskipun mereka telah melakukan pelanggaran hukum berat, karena inilah arti dari Pemasyarakatan sesungguhnya yakni memulihkan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan bagi narapidana sehingga mereka dapat kembali ke jalan yang benar dan menjadi manusia yang seutuhnya.