Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menyoal Deretan Artis di Panggung Politik
17 Mei 2023 19:21 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Oktarina chamelia putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apakah panggung politik masih cocok untuk para artis tersebut?
ADVERTISEMENT
Menjelang pemilu 2024 banyak wajah baru muncul dalam kontes politik. Wajah mereka telah menghiasi jalanan ibu kota dalam berbagai medium seperti spanduk, banner hingga baliho jalan raya. Diselipkan juga kata-kata seperti “kemajauan untuk bangsa”, “bersama capres ini Indonesia sejahtera”, dan masih banyak lagi. Nah wajah-wajah baru ini seperti tidak asing bagi kita, ya pasalnya mereka ialah penyanyi, pemain sinetron, pemain film, pelawak, dan bahkan mantan pemain bola pun juga ada.
Pertanyaannya adalah apakah masih “tenar” jika para artis ini tampil ke dalam panggung politik? Seperti yang kita tahu sekarang era yang melek akan perkembangan politik dimulai dari anak muda, para pekerja kantoran, ibu rumah tangga, lansia dan masih banyak lagi. Mereka semua sangat update terhadap yang namanya sosial media terlebih lagi para anak muda.
ADVERTISEMENT
Dalam membangun citra politik itu sendiri tidak serta merta hanya mengandalkan para koalisi di dalam partai maupun luar partai. Tapi harus bisa menarik banyak masyarakat diluar sana untuk mendapat image yang baik didalam maupun luar politik. Pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, berkata “Demi meraup kursi atau suara lebih besar, pertimbangan populer jadi modal utama bagi caleg agar dipilih. Di sinilah akhirnya tuntutan atas kehadiran pesohor makin tinggi,” simpul dia.
"Bagi parpol yang punya nafsu besar meraih kursi di DPR untuk bisa lolos syarat ambang batas parlemen, mengusung orang yang punya potensi dipilih itu akan lebih baik ketimbang mengangkat kader sendiri tapi menjualnya setengah mati," jelasnya.
Peneliti dari LSI Denny JA, Ardian Sopa menjelaskan, para artis yang mendaftar sebagai caleg telah memiliki modal utama, yakni popularitas. Tetapi, menjadi populer saja tidak cukup. Sebagai anggota parlemen, mereka diharapkan meninggalkan warisan yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan mereka. Menurutnya, untuk bisa berhasil dan berkecimpung dengan baik saat menjadi anggota parlemen, diperlukan pula intelektualitas.
ADVERTISEMENT
"Untuk bisa meninggalkan legacy, intelektualitas juga perlu ditambah dengan integritas," ujar Ardian. Oleh karena itu, ada baiknya apabila para artis yang 'nyaleg' tidak hanya bermodalkan popularitas. Mereka juga harus memiliki intelektualitas dan integritas, dengan demikian bisa menjadi anggota parlemen yang berhasil.
Tetapi, tidak sedikit juga artis pada saat nyaleg tak laku. Banyak faktor dan penyebab juga pastinya seperti, Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, mengatakan berdasarkan data hasil exit poll SMRC, masyarakat lebih memilih calon legislator berdasarkan partai politik.
"Jadi mereka memilih bukan terpaku pada masing-masing calon legislator," dan juga Alasan selanjutnya, masyarakat sudah pandai dan bijak memilih caleg yang berkualitas. Mereka tak lagi silau dengan caleg yang sudah terkenal seperti artis. Bahkan ada kemungkinan masyarakat berpikir masih banyak tokoh yang lebih layak menjadi anggota Dewan ketimbang artis. "Mereka malah menganggap artis tak layak jadi anggota DPR."
ADVERTISEMENT
Dalam sistem kerjanya nanti juga harus berperilaku jujur dan adil kepada masyarakat tidak serta merta hanya mementingkan kepentingan pribadi di atas urusan masyarakat. Dalam hal ini juga diperlukan media-media yang relevan untuk para artis ini memperkenalkan diri di luar panggung politik. Namun harus lebih berhati-hati karena media-media sekarang terlebih lagi media sosial cepat sekali mengakses berita tanpa adanya saringan informasi.
Kita juga sebagai masyarakat harus lebih lugas dan tegas serta hati-hati dalam membaca maupun memilih berita. Kita cari tahu dulu informasi yang sebenar-benarnya apakah itu sudah cukup dipercaya apakah belum. Teruntuk para artis ini, lebih baik berhati-hati juga terhadap media khususnya media sosial. Karena setiap tindakan, perkataan, dan gestur dapat mengubah citra publik kepada kalian.
ADVERTISEMENT
Personal branding sangat diperlukan untuk para caleg terutama dalam membangun reputasi dan membedakan diri dari orang lain dalam bidang tertentu, atau menjadi karakter atau tokoh yang bisa dipercaya publik. Nah dalam membangun personal branding diperlukan beberapa cara seperti citra diri yang baik di depan maupun belakang publik, punya tujuan yang jelas, melakukan riset mendalam, punya karakter menonjol, punya target personal branding, punya ciri khas yang inspiratif.
Itu adalah hal-hal yang bisa dibuat untuk membangun citra publik terhadap para caleg khususnya artis. Namun eksistensi yang sering diperlihatkan para artis tersebut dalam era sekarang ini tidak terlalu dilihat oleh publik. Sesuai dengan apa yang dipegang atau diketahui dalam politik itulah yang sekarang paling sering dilihat oleh publik.
ADVERTISEMENT
Berani dalam mengemukakan pendapat yang membantu masyarakat itu lah yang menjadi eksistensi sekarang. Untuk mendapat eksistensi tidak perlu harus artis namun rakyat biasa pun juga bisa melakukannya. Seperti Bima yang mengemukakan pendapat yang berani terhadap jalanan di lampung yang sudah jelek dan berlubang, tetapi efektif dan akhirnya jalanan tersebut diperbaiki oleh pemerintah dan Bima pun mendapat eksistensi terhadap itu.
Untuk mencari eksistensi itu tidak susah tapi mempertahankan eksistensi yang baik serta berperilaku yang sesuai dengan citra publik itu yang sulit. Dalam pemilu 2024 yang akan mendatang sudah tidak diragukan lagi pasti akan banyak berita yang akan menjadi headline mulai dari para caleg-nya dan para menteri yang akan di usung capres tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal ini dapat mengundang banyak spekulasi terhadap kesiapan publik untuk memberikan suaranya, terlebih lagi untuk memilih siapakah yang cocok untuk memimpin negeri ini. Sudah 2 periode presiden yang sekarang menjabat dengan partai yang sama setiap pemilu-nya.
Diharapkan dalam pemilu nanti kita bisa benar-benar bisa memilih dari hati sendiri bukan atas dasar paksaan maupun sogokan yang diberikan para oknum-oknum partai yang tidak memiliki etika terhadap keputusan pribadi publik tersebut untuk memilih dan menyerukan suaranya untuk the next pemimpin bangsa ini.