Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Burnout di Kalangan Generasi Muda: Pemicu dan Implikasinya
19 November 2024 17:47 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Oktasipa Ananda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Burnout adalah fenomena psikologis yang umum terjadi ketika seseorang menghadapi stres berkelanjutan tanpa adanya kesempatan untuk pemulihan atau keseimbangan, bagi generasi muda yang tengah berada di tahap-tahap penting dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial, burnout menjadi masalah yang semakin signifikan. Tekanan dari berbagai aspek kehidupan, seperti tuntutan akademik yang tinggi, kebutuhan ekonomi, dan ekspektasi sosial, sering kali menyebabkan kelelahan fisik, mental, dan emosional. Masalah ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup individu, tetapi juga pada kesehatan mental, hubungan sosial, dan produktivitas.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Kompasiana.com; Burnout adalah kondisi di mana seseorang merasa lelah secara fisik, emosional, dan mental akibat tekanan kerja yang berlebihan. Kondisi ini sering kali membuat seseorang merasa tidak mampu menjalani tugas sehari-hari, bahkan tugas yang dulu terasa mudah. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai penyebab utama burnout pada generasi muda serta implikasinya yang luas.
1. Pemicu Burnout di Kalangan Generasi Muda
a. Beban Akademik yang Tinggi
Salah satu pemicu terbesar burnout pada generasi muda adalah tekanan akademik. Banyak pelajar dan mahasiswa yang merasa harus mencapai prestasi akademik yang sempurna untuk memenuhi ekspektasi orang tua, masyarakat, atau bahkan diri mereka sendiri. Beban tugas, ujian, dan aktivitas akademik lainnya yang tidak pernah berhenti bisa sangat menguras energi mental dan fisik. Selain itu, sistem evaluasi yang kompetitif, yang sering kali hanya menilai nilai dan bukan proses atau pemahaman, semakin memperburuk situasi.
ADVERTISEMENT
Beban akademik ini, yang sering kali dipadukan dengan ketidakmampuan untuk mengatur waktu secara efektif, dapat menciptakan tekanan berkelanjutan. Banyak mahasiswa yang merasa terpaksa bekerja lebih keras dan mengabaikan kebutuhan pribadi, termasuk waktu tidur, makan sehat, atau beristirahat. Hal ini tidak hanya mengarah pada kelelahan fisik, tetapi juga dapat menyebabkan penurunan kemampuan kognitif dan kecemasan akademik yang lebih tinggi.
b. Tekanan Ekonomi dan Pekerjaan
Tekanan ekonomi adalah faktor lain yang memperburuk burnout pada generasi muda. Banyak mahasiswa atau pekerja muda yang harus bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka, yang sering kali menambah beban mental. Pekerjaan paruh waktu dengan jam yang panjang atau pekerjaan dengan tuntutan tinggi dapat memperburuk situasi, terutama ketika mereka merasa sulit untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan studi. Hal ini memunculkan stres berkepanjangan yang berujung pada burnout.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, semakin banyak generasi muda yang merasa harus segera mandiri secara finansial setelah lulus dari sekolah atau universitas. Mereka sering kali merasa tekanan besar untuk segera menemukan pekerjaan dengan gaji yang baik, meskipun kenyataannya pekerjaan yang mereka temui mungkin tidak sesuai dengan harapan atau membutuhkan kerja keras yang sangat tinggi. Pada akhirnya, stres ekonomi ini dapat menambah beban psikologis yang mereka alami, yang berkontribusi pada kelelahan fisik dan mental.
c. Ekspektasi Sosial dan Pengaruh Media Sosial
Di dunia yang serba cepat ini, media sosial memainkan peran besar dalam menciptakan tekanan sosial yang tidak realistis. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter sering kali menampilkan gambaran hidup yang sempurna, memicu perasaan tidak cukup baik di kalangan penggunanya, terutama generasi muda yang sangat aktif di media sosial. Tekanan untuk tampil sempurna, baik dalam hal pencapaian karier, kehidupan pribadi, hingga penampilan fisik, dapat menjadi pemicu utama burnout.
ADVERTISEMENT
Penelitian menunjukkan bahwa media sosial bisa meningkatkan perasaan cemas, kesepian, dan rendah diri. Ketika individu merasa bahwa mereka tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh media sosial, ini dapat menyebabkan rasa gagal dan beban psikologis yang berat. Lebih jauh lagi, kecanduan terhadap media sosial sering kali menyebabkan individu merasa terisolasi meskipun mereka terhubung secara digital dengan banyak orang. Fenomena ini menciptakan sebuah siklus stres yang semakin memperburuk keadaan mental mereka.
2. Implikasi Burnout pada Generasi Muda
ADVERTISEMENT
a. Dampak Fisik dan Kesehatan Mental
Burnout memiliki dampak yang sangat serius pada kesehatan fisik dan mental generasi muda. Dari sisi fisik, burnout dapat menyebabkan berbagai masalah seperti gangguan tidur, kelelahan kronis, dan penurunan daya tahan tubuh yang membuat individu lebih rentan terhadap penyakit. Kondisi ini juga mempengaruhi pola makan, dengan banyak individu yang kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan sebagai cara untuk mengatasi stres.
Dari sisi psikologis, burnout berhubungan erat dengan kecemasan dan depresi. Individu yang mengalami burnout sering merasa putus asa dan tidak mampu mengatasi tuntutan yang ada. Mereka juga lebih rentan terhadap gangguan mental lainnya, seperti gangguan stres pasca-trauma (PTSD) atau gangguan kecemasan umum (GAD), yang memengaruhi kesejahteraan secara keseluruhan.
b. Penurunan Produktivitas dan Motivasi
Salah satu implikasi paling jelas dari burnout adalah penurunan produktivitas. Mahasiswa yang merasa terbebani dengan tugas akademik atau pekerja muda yang kelelahan akibat beban kerja berlebih cenderung menunjukkan penurunan kualitas kerja. Mereka kesulitan untuk berkonsentrasi, mengingat detail penting, atau menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Hal ini menyebabkan hasil akademik atau profesional mereka menurun, yang pada gilirannya semakin memperburuk perasaan tidak berdaya dan tidak berguna.
ADVERTISEMENT
Di tempat kerja, burnout dapat mengurangi kreativitas, inisiatif, dan bahkan kemampuan untuk berkolaborasi dengan rekan kerja. Individu yang mengalami burnout sering merasa tidak termotivasi dan mungkin mengabaikan pekerjaan yang dulunya mereka nikmati. Dalam konteks akademik, mahasiswa yang terjebak dalam burnout mungkin merasa tidak ada gunanya melanjutkan pendidikan mereka, yang dapat menyebabkan penurunan nilai atau bahkan putus kuliah.
c. Dampak pada Hubungan Sosial
Burnout juga memiliki dampak negatif pada hubungan sosial. Generasi muda yang mengalami burnout cenderung menarik diri dari pergaulan sosial karena merasa lelah, tidak memiliki energi untuk berinteraksi, atau merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi sosial. Ini bisa menyebabkan kesepian dan isolasi, yang pada gilirannya memperburuk kesehatan mental mereka.
Ketika seseorang merasa terisolasi secara sosial, mereka cenderung lebih sulit untuk mendapatkan dukungan emosional dari orang lain. Keadaan ini bisa menciptakan lingkaran setan, di mana burnout semakin memperburuk perasaan kesepian dan tidak mampu berhubungan dengan orang lain, yang memperburuk kondisi mental dan fisik mereka.
ADVERTISEMENT
3. Strategi Mengatasi Burnout di Kalangan Generasi Muda
Dikutip dari Jurnal burnout terhadap remaja; Burnout adalah sebuah kondisi stres kronis yang terkait erat dengan pekerjaan, dan biasanya disebabkan oleh tekanan dan tuntutan kerja yang berlebihan atau berkelanjutan. Orang yang mengalami burnoutseringkali merasa kelelahan fisik, emosional, dan mental yang sangat intens. Ini adalah kondisi yang dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang, termasuk pekerjaan, hubungan sosial, dan kesejahteraan umum. Menurut Herbert Freudenberger yang merupakan psikolog pertama kali menggunakan istilah "burnout" dalam konteks pekerjaan pada tahun 1974. Freudenberger mendefinisikan burnout sebagai "penurunan fisik atau mental yang terkait dengan pekerjaan atau aktivitas lain yang sebelumnya memuaskan."
Berikut adalah strategi untuk mengatasi burnout:
a. Dukungan Sosial
Salah satu cara paling efektif untuk mengatasi burnout adalah dengan mencari dukungan sosial. Memiliki teman, keluarga, atau mentor yang bisa diajak berbicara dan memberikan dukungan emosional dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan. Generasi muda perlu diajarkan untuk tidak menahan perasaan mereka sendiri dan untuk mencari bantuan saat merasa kewalahan. Selain itu, bergabung dengan kelompok atau komunitas yang mendukung dapat memberikan rasa belonging dan mengurangi isolasi sosial.
ADVERTISEMENT
b. Manajemen Waktu dan Prioritas
Manajemen waktu yang baik sangat penting untuk mencegah burnout. Mengatur waktu secara bijak antara tugas, pekerjaan, dan waktu pribadi dapat membantu menjaga keseimbangan hidup. Menggunakan teknik seperti “time blocking” (menetapkan waktu tertentu untuk berbagai kegiatan) atau menetapkan prioritas tugas yang paling penting bisa mengurangi perasaan kewalahan. Mengalokasikan waktu untuk beristirahat dan melakukan aktivitas yang menyenangkan juga sangat penting untuk menjaga kesehatan mental.
c. Aktivitas Relaksasi dan Mindfulness
Latihan mindfulness dan meditasi telah terbukti efektif dalam mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental. Generasi muda dapat memanfaatkan teknik-teknik relaksasi ini untuk meredakan kecemasan dan meningkatkan konsentrasi. Olahraga juga memiliki manfaat besar dalam meredakan gejala burnout, karena dapat meningkatkan mood dan energi serta mengurangi ketegangan tubuh.
d. Bantuan Profesional
Ketika burnout sudah memasuki tahap yang parah, mendapatkan bantuan dari seorang profesional, seperti psikolog atau konselor, adalah langkah yang sangat penting. Terapis dapat membantu individu mengidentifikasi sumber stres mereka dan memberikan alat untuk mengelola tekanan. Terapi kognitif perilaku (CBT) adalah salah satu pendekatan yang terbukti efektif untuk membantu individu mengatasi pola pikir negatif yang berkontribusi pada burnout.
ADVERTISEMENT
Burnout adalah masalah serius yang mempengaruhi banyak generasi muda saat ini. Dengan tekanan akademik, pekerjaan, dan sosial yang terus meningkat, penting untuk memahami faktor-faktor penyebab burnout serta dampaknya terhadap kehidupan individu. Strategi untuk mencegah dan mengatasi burnout, seperti dukungan sosial, manajemen waktu yang efektif, dan teknik relaksasi, dapat membantu mengurangi risiko dan dampaknya.