Konten dari Pengguna

International Criminal Court: Afrika Menjadi Target Utama Investigasi Kasus?

Oktavina Yohana Pottu
Mahasiswa Strata-1 Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia
9 Januari 2024 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Oktavina Yohana Pottu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Dewi Iustitia sebagai simbol keadilan. | Foto by: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Dewi Iustitia sebagai simbol keadilan. | Foto by: pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
International Criminal Court (ICC) didirikan berdasarkan Statuta Roma dan kondisi dunia setelah Perang Dunia II. Dua pertiga dari negara-negara di Kawasan Afrika telah meratifikasi Statuta Roma. Berdasarkan Statuta Roma, International Criminal Court memiliki status dan kewenangan hukum sebagai landasan untuk membuat keputusan. Dalam yurisdiksinya, ICC memiliki aturan-aturan yang mengikat bagi seluruh anggotanya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, setiap negara yang bergabung dengan ICC wajib untuk mematuhi dan mendukung fungsi organisasi ini. Yurisdiksi ICC dalam Statuta Roma memaparkan bahwa Mahkamah pidana internasional (ICC) memiliki kepribadian hukum internasional, karena ICC merupakan organisasi yang dijalankan bersama oleh negara anggota dan instrumen yang diisi oleh wakil dari negara anggota.
Secara umum tugas utama International Criminal Court adalah menyelidiki dan mengadili kasus kejahatan yang berkaitan dengan genosida, agresi, kejahatan terhadap kemanusiaan hingga kejahatan perang.
Ilustrasi Kejahatan. | Foto by: pixabay.com
Afrika menjadi kawasan dengan penyelidikan kasus terbanyak di International Criminal Court, sejak didirikan pada tahun 2002, Kantor Kejaksaan (OTP) Pengadilan Kriminal Internasional ICC telah menyelidiki 31 kasus yang didominasi oleh kasus dari Kawasan Afrika yakni kurang lebih 24 kasus, diantaranya investigasi ini berkaitan dengan situasi di Afrika, yaitu Republik Demokratik Kongo (DRC), Uganda, Republik Afrika Tengah (CAR), Darfur, Kenya, Libya, Pantai Gading, dan Mali.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan jumlah kasus yang ditangani oleh ICC, ini menunjukkan bahwa Afrika menjadi kawasan dengan kasus terbanyak yang diinvestigasi dan diadili oleh ICC. Lantas ini menjadi pertanyaan, mengapa Afrika menjadi kawasan dengan kasus terbanyak di International Criminal Court ?
Ini menunjukkan ICC seolah-olah hanya fokus pada kasus ataupun konflik dari Kawasan Afrika, sedangkan kawasan lainnya tidak tersorot.
Terdapat beberapa kritikan terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (OTP) ICC, seperti yang disampaikan oleh ketua Komisi Uni Afrika yang menuduh OTP bias terhadap Afrika dan membandingkan dengan negara lain seperti Argentina, Myanmar ataupun Irak yang tidak diinvestigasi. Selain itu, Presiden Rwanda Paul Kagame telah menolak pengadilan ICC dengan mengatakan ICC diciptakan untuk mengadili warga Afrika dan negara-negara miskin lainnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun OTP telah menerima informasi mengenai dugaan pelanggaran di belahan dunia lain, seperti Irak, Venezuela, Palestina, Kolombia, dan Afghanistan, OTP memutuskan untuk tidak membuka penyelidikan terhadap situasi tersebut atau tetap melakukan pemeriksaan awal untuk membuat keputusan.
Alasan ICC memiliki banyak Kasus Investigasi di Afrika
Ilustrasi Afrika dilihat dari bola dunia. | Foto by: pixabay.com
Namun jika dilhat dari perspektif lain, mungkin alasan OTP hanya membuka investigasi di Afrika dilatarbelakangi oleh beberapa alasan.
Pertama, banyak situasi yang menimbulkan kekhawatiran tidak termasuk dalam yurisdiksi ICC . Berdasarkan mandatnya yang terdapat dalam Statuta Roma , yurisdiksi ICC hanya terbatas pada kejahatan yang dilakukan setelah bulan Juli 2002. Terlebih lagi, yurisdiksinya terbatas pada lingkup kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida serta agresi.
Dalam situasi tersebut, yurisdiksi ICC selanjutnya terbatas pada kejahatan yang dilakukan oleh warga negara dari, atau di wilayah, suatu Negara Pihak atau suatu Negara yang telah menyatakan menerima yurisdiksinya oleh Pengadilan, atau ketika situasi tersebut telah disebutkan oleh Dewan Keamanan. Meskipun demikian, Mahkamah tidak dapat menjalankan yurisdiksinya jika dilakukan investigasi atau penuntutan nasional yang kredibel.
ADVERTISEMENT
Kedua, investigasi terhadap situasi di Afrika dibuka atas permintaan atau dengan dukungan negara-negara Afrika. Adanya kasus yang dirujuk ke Dewan Keamanan PBB untuk diserahkan ke ICC, misalnya kasus Darfur. Selain itu, Afrika Selatan, Gabon dan Nigeria memberikan suara mendukung Dewan Keamanan PBB untuk merujuk situasi Libya ke ICC .
Pantai Gading menerima yurisdiksi ICC dan berjanji untuk bekerja sama dengan ICC . Dan juga adanya rujukan dari Mali kepada ICC atas kejahatan yang terjadi di wilayahnya sejak Januari 2012 dan hal ini telah didukung oleh ECOWAS atau Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat
Ketiga, dapat dikatakan bahwa situasi yang sedang diselidiki atau dituntut di Afrika dibedakan berdasarkan beratnya kejahatan yang dilakukan di sana. Misalnya 1,3 juta di Uganda, 2 juta di Kongo dan 2,5 juta korban di Darfur. Selai itu, ditinjau dari ketidakmampuan atau keengganan Negara yang bersangkutan untuk menyelidiki dan mengadili kasus-kasus tersebut dengan baik.
ADVERTISEMENT
Untuk melihat ICC menargetkan Afrika secara tidak tepat, adanya alasan dan pembenaran yang masuk akal mengapa semua situasi yang sedang diselidiki atau dituntut ternyata terjadi di Afrika? Jawaban atas pertanyaan tersebut tergantung pada penafsiran ketentuan-ketentuan Statuta yang relevan, perspektif mengenai tujuan dan mandat ICC , serta berbagai pertimbangan praktis lainnya.