Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Prabowo dan Warisan Politik Jokowi
20 Oktober 2024 11:59 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Okza Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden pada 2024 menandai babak baru dalam perjalanan politik Indonesia. Namun, tantangan yang dihadapi Prabowo bukan sekadar memimpin negara, melainkan mengelola warisan politik yang kompleks dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Beban politik ini mencakup berbagai aspek, mulai dari proyek ambisius Ibu Kota Nusantara (IKN) hingga meningkatnya utang negara yang besar. Bagaimana Prabowo menangani warisan ini akan sangat menentukan arah demokrasi dan kesejahteraan rakyat ke depannya.
ADVERTISEMENT
Warisan Jokowi: Beban Ekonomi
Pemerintahan Jokowi diakui berhasil menciptakan stabilitas politik di tengah gejolak internasional dan tantangan domestik. Proyek-proyek infrastruktur berskala besar, seperti jalan tol, pelabuhan, dan proyek pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, telah menjadi simbol dari kemajuan ekonomi era Jokowi. Namun, di balik prestasi ini, terdapat beban ekonomi yang signifikan. Utang negara melonjak, terutama akibat pandemi COVID-19, yang memaksa pemerintah mengeluarkan anggaran besar untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Rasio utang terhadap PDB yang mencapai 38,49% pada 2024 bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga tantangan politik. Prabowo harus menghadapi pembayaran utang jatuh tempo sebesar Rp800 triliun pada 2025, yang akan menguji kemampuannya untuk menjaga stabilitas fiskal tanpa menambah beban baru bagi masyarakat. Mengelola warisan ini dengan bijaksana menjadi ujian penting bagi Prabowo, terutama dalam menjaga kesinambungan pembangunan yang sudah dimulai oleh Jokowi.
ADVERTISEMENT
Proyek IKN: Tantangan atau Peluang?
Salah satu proyek paling mencolok yang diwariskan Jokowi adalah pembangunan IKN. Proyek ini dirancang sebagai solusi untuk mengurangi beban Jakarta dan menciptakan pusat pemerintahan baru yang lebih modern dan berkelanjutan di Kalimantan Timur. Namun, proyek ini masih berada pada tahap awal, dan Prabowo akan menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk melanjutkan pembangunan ini.
Tantangan besar terletak pada penciptaan ekosistem yang lengkap, yang mencakup infrastruktur, sumber daya manusia, hingga fasilitas umum. Jika dikelola dengan baik, IKN bisa menjadi simbol dari modernisasi Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo. Namun, jika gagal, proyek ini dapat menjadi beban politik dan ekonomi yang memperlambat kemajuan nasional.
Dualitas Kekuasaan: Bayang-bayang Jokowi
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Prabowo adalah adanya dual power atau kekuatan ganda antara dirinya dan Jokowi. Meskipun Jokowi telah menyelesaikan masa jabatannya, pengaruhnya masih sangat kuat, terutama di kalangan elite politik dan partai-partai pendukungnya. Fenomena ini menciptakan dinamika yang unik, di mana Prabowo harus menghormati kebijakan-kebijakan yang sudah berjalan untuk menjaga stabilitas, sembari memperkenalkan visinya sendiri agar tidak terlihat sebagai penerus tanpa inovasi.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Jokowi telah menyiapkan panggung politik yang memungkinkan dirinya tetap relevan pasca-kepemimpinan. Dukungan politik terhadap Jokowi tidak akan menghilang dengan mudah, dan Prabowo harus menunjukkan otonominya dalam menetapkan arah politik yang baru. Menavigasi hubungan ini dengan bijak akan sangat penting untuk memastikan bahwa demokrasi Indonesia tidak kembali ke era dominasi satu kekuatan, tetapi berkembang menjadi demokrasi yang lebih inklusif dan matang.
Reformasi Hukum dan Institusi Demokrasi
Salah satu kritik terbesar terhadap pemerintahan Jokowi adalah terkait dengan kebijakan yang dianggap melemahkan institusi demokrasi, seperti revisi Undang-Undang KPK dan penggunaan Undang-Undang ITE untuk membungkam kritik. Prabowo, sebagai pemimpin baru, memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi ini dengan memperkuat institusi-institusi yang menjadi pilar demokrasi, seperti KPK, Mahkamah Konstitusi, dan lembaga legislatif. Reformasi hukum yang lebih mendalam dan komitmen terhadap supremasi hukum akan menjadi indikator sejauh mana Prabowo benar-benar pro-demokrasi dan tidak hanya mengulang kesalahan pemerintahan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Teori politik The Dictator’s Handbook karya Bruce Bueno de Mesquita dan Alastair Smith menyatakan bahwa pemimpin yang baru sering terikat oleh janji-janji politik kepada pendahulunya, yang memengaruhi kebijakan mereka. Dalam konteks ini, Prabowo perlu berhati-hati dalam memastikan bahwa reformasi hukum dan politik tidak hanya sekadar meneruskan kebijakan sebelumnya, tetapi mencerminkan visi demokrasi yang lebih kuat dan inklusif.
Kebijakan Ekonomi yang Pro-Rakyat
Selain utang dan infrastruktur, Prabowo juga mewarisi kebijakan ekonomi yang pro-pasar dari Jokowi. Fokus pada investasi, hilirisasi sumber daya alam, dan pembangunan pariwisata telah menjadi ciri khas pemerintahan Jokowi. Namun, meskipun kebijakan ini berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi, banyak yang berpendapat bahwa distribusi manfaatnya belum merata. Prabowo perlu memastikan bahwa kebijakan ekonomi yang ia jalankan lebih inklusif dan pro-rakyat.
ADVERTISEMENT
Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat program-program pengentasan kemiskinan, meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, serta mendorong partisipasi ekonomi masyarakat kecil. Dengan begitu, Prabowo tidak hanya melanjutkan kebijakan yang sudah ada, tetapi juga memperbaikinya untuk lebih berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Harapan untuk Masa Depan Demokrasi
Terlepas dari tantangan yang dihadapi, transisi pemerintahan ini membawa harapan baru bagi masa depan demokrasi Indonesia. Jika Prabowo dapat mengelola beban politik yang diwariskan dengan bijaksana, memperkuat institusi-institusi demokrasi, dan menciptakan kebijakan yang lebih inklusif, Indonesia berpotensi menjadi contoh demokrasi yang kuat di kawasan. Namun, kegagalan dalam menghadapi tantangan ini dapat memperburuk kondisi demokrasi dan memicu polarisasi politik yang lebih dalam.
Prabowo harus mampu menunjukkan bahwa kepemimpinannya bukan hanya sekadar perpanjangan dari era Jokowi, tetapi sebuah langkah maju yang membawa perubahan positif bagi demokrasi dan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilannya dalam mengelola warisan politik ini akan menentukan apakah Indonesia akan terus berkembang sebagai negara demokrasi yang stabil dan inklusif, atau justru mundur ke arah yang lebih otoritarian.
ADVERTISEMENT