Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Prabowo Militerisasi Kabinet?
27 Oktober 2024 17:56 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Okza Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Latar belakang sebagai mantan komandan pasukan khusus (Kopassus), Prabowo tampaknya membawa pendekatan militeristik ke dalam pemerintahan Indonesia. Tidak hanya menunjuk sejumlah tokoh berlatar belakang militer sebagai menteri, Prabowo juga memulai masa kepemimpinannya dengan melatih para menteri di Akademi Militer Magelangsuatu pendekatan yang jarang terjadi dalam pemerintahan sipil Indonesia.
ADVERTISEMENT
Langkah awal Prabowo ini menuai perhatian publik. Sebagian kalangan menganggap pendekatan tegas dan otoritatif ini sebagai bentuk kepemimpinan yang dibutuhkan untuk menyatukan kabinet dalam menghadapi tantangan negara. Di sisi lain, ada kekhawatiran apakah gaya militeristik ini mampu menciptakan sinergi di antara menteri-menteri yang berasal dari latar belakang politik, birokrasi, dan teknokratik yang berbeda. Hal ini mengundang diskusi lebih dalam mengenai efektivitas kepemimpinan berbasis kedisiplinan militer dalam struktur pemerintahan sipil yang kompleks dan demokratis.
Potensi Benturan Nilai dalam Kabinet
Dengan berbagai latar belakang menteri yang ditunjuk, kabinet Prabowo menampilkan perpaduan tokoh sipil dan militer, termasuk beberapa menteri yang dipertahankan dari pemerintahan sebelumnya, seperti Sri Mulyani Indrawati dan Tito Karnavian. Penggabungan antara pejabat sipil berpengalaman dan perwira militer ini diharapkan dapat membawa sinergi, namun juga berisiko menimbulkan gesekan nilai dan budaya kerja yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang otoritatif cenderung menekan proses dialog dan konsensus, yang lazimnya dibutuhkan dalam pengambilan kebijakan di lingkungan sipil.
ADVERTISEMENT
Dalam teorinya, kepemimpinan otoritatif efektif untuk memberikan arahan yang jelas dan mencapai hasil dalam waktu cepat. Namun, pendekatan ini sering kali mengorbankan fleksibilitas dan inovasi yang diperlukan dalam konteks pemerintahan. Bagi beberapa menteri, terutama mereka yang terbiasa bekerja dalam ruang kolaborasi yang luas, pendekatan Prabowo mungkin terkesan terlalu kaku dan menekan. Ketegangan ini bisa saja memperlambat jalannya kebijakan dan menimbulkan friksi internal jika tidak ditangani dengan bijak.
Sentimen Publik terhadap Kembalinya Gaya Kepemimpinan Militer
Indonesia memiliki sejarah panjang terkait keterlibatan militer dalam pemerintahan, terutama pada era "dwi fungsi ABRI" di masa Orde Baru, di mana militer berperan besar dalam kehidupan politik dan sosial negara. Meskipun konsep dwi fungsi sudah dihapuskan, pendekatan Prabowo yang menonjolkan unsur militer dalam kabinetnya tak pelak menimbulkan kekhawatiran serupa. Masyarakat yang menginginkan pemerintahan inklusif dan partisipatif mungkin merasa was-was akan kembalinya pengaruh militer dalam politik sipil.
ADVERTISEMENT
Namun, bagi sebagian pendukungnya, pendekatan militeristik Prabowo dianggap sebagai jawaban terhadap ketidakpastian dan tantangan ekonomi serta keamanan yang dihadapi Indonesia. Banyak yang berharap bahwa ketegasan dan kedisiplinan yang dibawa Prabowo dapat mengatasi kendala birokrasi yang selama ini menghambat pelaksanaan kebijakan di berbagai bidang. Publik yang mendambakan stabilitas melihat pendekatan ini sebagai upaya menyatukan kabinet dan memperkuat koordinasi di antara para menteri.
Menjaga Keseimbangan: Fleksibilitas dalam Kepemimpinan
Bagi Prabowo, tantangan terbesar adalah menemukan keseimbangan antara disiplin militer dan fleksibilitas yang dibutuhkan dalam konteks pemerintahan sipil yang dinamis. Di satu sisi, disiplin dan ketegasan mungkin menciptakan kabinet yang efisien dan terorganisir. Di sisi lain, fleksibilitas dan keterbukaan terhadap berbagai masukan dan gagasan dari menteri non-militer juga penting untuk mendorong inovasi dan respons cepat terhadap perubahan situasi yang terjadi di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Prabowo perlu mempertimbangkan bahwa dalam pemerintahan demokratis, pola kepemimpinan partisipatif memainkan peran penting dalam menciptakan kebijakan yang inklusif dan diterima publik. Jika Prabowo mampu membuka ruang komunikasi yang lebih luas, mendengar masukan dari menteri dengan latar belakang sipil, dan beradaptasi sesuai kebutuhan, ia berpotensi menciptakan pemerintahan yang solid dan harmonis. Namun, jika pendekatan yang dipertahankan terlalu instruktif dan menghambat ruang gerak para menteri, kabinet Prabowo mungkin menghadapi risiko ketidaksepahaman yang dapat berdampak pada efektivitas pemerintahan.
Masa Depan Gaya Kepemimpinan Prabowo
Pada akhirnya, efektivitas kepemimpinan Prabowo akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk menyeimbangkan elemen kedisiplinan dengan keterbukaan yang fleksibel. Langkah ini tidak hanya penting untuk menciptakan kabinet yang bersatu, tetapi juga untuk meredakan kekhawatiran publik yang berharap pada pemerintahan yang menghargai nilai-nilai demokrasi dan inklusivitas. Masa jabatan Prabowo akan menjadi ujian bagi gaya kepemimpinan otoritatif di lingkungan sipil yang multikultural dan beragam, terutama di tengah berbagai tantangan sosial, politik, dan ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini.
ADVERTISEMENT
Melalui pendekatan yang seimbang, Prabowo berpeluang untuk membuktikan bahwa disiplin dan fleksibilitas dapat berjalan seiring untuk membangun Indonesia yang lebih kuat. Jika ia berhasil, pendekatan ini dapat menjadi contoh bagaimana kepemimpinan yang berakar dari disiplin militer dapat beradaptasi dengan lingkungan pemerintahan sipil yang inklusif. Namun, kegagalan untuk menyeimbangkan kedua hal ini bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap pemerintah dan membawa Indonesia kembali ke era di mana peran militer dalam politik dianggap terlalu dominan.