Konten dari Pengguna

Catcalling: Antara Pujian dan Kritik

Old Grace Septiani Marbun
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya
5 Desember 2024 15:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Old Grace Septiani Marbun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seorang wanita yg sedang berjalan di catcalling. Sumber: Dibuat menggunakan Teknologi AI ChatGPT( Open AI )
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang wanita yg sedang berjalan di catcalling. Sumber: Dibuat menggunakan Teknologi AI ChatGPT( Open AI )
ADVERTISEMENT
Buat kamu yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah, entah itu di jalan raya, di kampus, atau sekadar di kedai kopi, tentu tidak asing dengan istilah catcalling. Ya, maksudnya orang asing bersiul, atau tiba-tiba berteriak seolah-olah menggoda saat kita lewat. Banyak yang berkata, “Ah, itu hanya pujian.”. Padahal sebenarnya ada jenis diskriminasi yang tertanam di dalamnya, namun sering kali diabaikan begitu saja. Sebagai mahasiswa yang kuliah dan banyak melakukan aktivitas luar kampus, saya bisa mengatakan bahwa itu adalah pengalaman sehari-hari. Suatu hari saya harus pergi ke kampus untuk mulai kelas. Kemudian siulan memanggil dari belakang seperti "Hai cantik!" dan "kiw-kiw!" sambil tertawa pelan. Saya tidak mengenal orang itu, tetapi beraninya bertindak bodoh seperti itu akhirnya saya berjalan dengan cepat dan tanpa mengalihkan pandangan ke mereka. Ini bukan hanya cerita saya saja, tapi cerita banyak orang, terutama wanita, yang setiap hari merasakan hal yang sama.
ADVERTISEMENT
Apa itu catcalling? Sebelum melanjutkan,saya akan jelaskan apa itu catcalling.
Catcalling adalah tindakan verbal atau non-verbal di tempat umum dimana orang melontarkan komentar yang tidak pantas atau saling mengolok-olok. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari bersiul, mengomentari gaya, hingga berteriak pura-pura kenal. Sayangnya, banyak orang menganggap ini adalah sebuah "lelucon" atau semacam "kekaguman". Faktanya, bagi mereka yang menerima catcaling, situasinya jauh dari kata lucu. Bayangkan jika anda sedang berjalan dan seseorang memanggil anda atau berbicara seolah-olah mengenal anda. Alih-alih ingn mencerahkan hari anda dan ingin membuat anda semangat. Hal itu malah membuat sedih, takut, bahkan tidak nyaman. Hal ini sudah berlangsung sekian lama dan dianggap lumrah di masyarakat kita. Bahkan ada aja orang yang berkata, Oh, itu hanya lelucon! atau "Hei, hanya itu yang membuatku bersemangat." Hal ini menunjukkan betapa masyarakat kita tidak begitu memahami batas antara humor dan pelecehan. Selain itu, media juga berperan besar dalam melanggengkan tren ini.
ADVERTISEMENT
Dalam banyak film dan acara televisi, sering kali digambarkan sebagai hal yang lucu atau romantis. Contoh sederhananya adalah cara seorang pria mendekati seorang wanita di jalan dan berhasil menarik perhatiannya seolah-olah hal tersebut merupakan hal yang wajar dan dapat diterima. Namun, kenyataannya justru berbeda. Tidak ada orang yang suka diolok-olok di tempat umum . Tapi, yang dipikirkan orang hanyalah tuduhan dan ancaman. Dampak emosionalnya tidak sedikit. Faktanya, bagi korban, detail kecil bisa meninggalkan luka yang dalam. Saya pernah berbicara dengan beberapa teman saya yang sangat menderita karena catcalling dan kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa mereka tidak merasa aman setelah mengalaminya. Seorang teman saya mengatakan bahwa setiap kali seseorang berbicara tentang penampilannya di jalan, dia tidak memiliki kendali atas tubuhnya. Seolah-olah tubuhnya adalah milik umum yang bebas dibicarakan orang. Perasaan ini menyakitkan dan dapat merusak harga diri. Beberapa orang terlalu malas untuk meninggalkan rumah atau menempuh rute yang lebih jauh untuk menghindari tempat di mana mereka di catcalling. Dampak psikologisnya tidak bisa dianggap remeh.
ADVERTISEMENT
Beberapa wanita mengakui bahwa mereka mengalami kecemasan, dan yang lainnya menderita depresi ringan karena terus-menerus terpapar pelecehan jenis ini. Satu siulan atau ucapan mungkin tampak kecil, namun jika diulangi, efeknya akan semakin besar. Keputusan dan Perubahan untuk memulai jadi, apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi situasi ini? Salah satu langkah pertama adalah mengubah perspektif kita. Mari kita mulai dengan menyadari bahwa catcalling bukanlah sebuah pujian. Pelecehan seperti ini mengancam keselamatan masyarakat di ruang publik. Tidak hanya wanita, pria juga bisa menderita, namun dengan cara yang berbeda. Selain itu harus ada pengetahuan dan pemahaman di masyarakat. Mulai dari lingkungan kampus, komunitas, hingga situs online. Kita harus berani bersuara dan mengkritik. Misalnya ketika kita melihat teman atau kenalan kita, jangan sungkan untuk mengingatkan bahwa tindakan tersebut salah. Terkadang orang tidak menyadari bahwa mereka sedang ditindas, jadi tugas kita adalah menciptakan kesadaran. Regulasi juga bisa menjadi bagian dari solusi. Beberapa negara, seperti Prancis, telah mengenakan denda kepada orang yang melanggarnya. Meskipun Indonesia belum mencapai titik tersebut, kita dapat mendorong kesadaran akan undang-undang dan kebijakan yang melindungi korban ujaran kebencian di ruang publik. Setidaknya ada perlindungan lebih bagi mereka yang minder karena minimnya informasi.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya catcalling bukanlah pujian, berhenti berpikir seperti itu sekarang! Melakukan catcalling sembarangan pada orang yang tidak dikenal bukanlah bentuk perhatian, melainkan pelecehan yang merusak rasa aman dan nyaman di ruang publik. Kita semua, pria dan wanita, mempunyai hak untuk merasa aman dan tenteram saat beraktivitas, tanpa harus khawatir dengan apa yang akan dikatakan atau disiulkan oleh orang lain. Sudah waktunya kita berubah. Hormati orang lain dengan tidak membicarakan tubuh atau penampilannya, apalagi tanpa bertanya. Dengan langkah-langkah kecil namun bermakna, kita dapat menciptakan tempat yang aman dan mudah diakses oleh semua orang. Maka, ayolah berubah, jangan biarkan dan menormalisasikan hal-hal aneh seperti catcalling di budaya atau negara kita.