Pajak Penghasilan pasal 21 Tahun 2024 Akankah Lebih Ringan?

Olivi Sabilla
Dosen UAD, Peneliti, dan Pendamping Usaha
Konten dari Pengguna
14 Februari 2024 16:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Olivi Sabilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perhitungan. Foto: Recha Oktaviani.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perhitungan. Foto: Recha Oktaviani.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peraturan perpajakan dalam kurun waktu lima tahun kebelakang ini berubah sangat dinamis. Perubahan peraturan pajak, seperti Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP), tidak hanya melakukan perubahan pada aspek administratif seperti tujuan dalam Reformasi Pajak. Pada awal tahun 2024, pemerintah banyak melakukan reformasi peraturan terkait pajak penghasilan pasal 21 (PPh 21) dimana merupakan pajak penghasilan berkenaan pekerjaan, jabatan, jasa, dan/ atau kegiatan yang penghasilannya diterima oleh orang pribadi. Menurut Siddhi Widyaprathama selaku Ketua Komite Perpajakan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia), beban administrasi yang cukup berat pada pemotongan PPh 21 tahunan yang dikeluhkan para pemberi kerja, sehingga dasar tersebut yang kemudian memunculkan peraturan terkait Metode Tarif Efektif Rata-rata (TER) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2023. Apabila kita melihat sekilas dari PP tersebut terkesan terdapat kenaikan tarif pada PPh pasal 21, namun tidak demikian pada penerapannya.
Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono (kiri), Ketua Komite Perpajakan DPN Apindo Siddhi Widyaprathama (tengah), dan Founder & Managing Partner DDTC Fiscal Research & Advisory Darussalam (kanan) dalam diskusi di Jakarta, Selasa (29/8/2023). Foto: Fanny Kusumawardhani/JIBI/Bisnis.
Berdasarkan PP No. 58/ 2023 tersebut, Menteri Keuangan - Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi. Pada kedua peraturan tersebut menjelaskan bahwasannya tidak ada tambahan beban pajak baru dan tujuan dari peraturan tersebut adalah memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi Wajib Pajak untuk menghitung pemotongan PPh Pasal 21 di setiap masa pajak. Implementasi peraturan tersebut telah dimulai pada bulan Januari 2024. Metode sebelumnya pada perhitungan PPh pasal 21 menggunakan tarif pasal Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a. Sedangkan berdasarkan peraturan terbaru, pemotong pajak diminta melakukan perhitungan untuk satu tahun pajak pada awal tahun menggunakan Tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a, setelah itu barulah menghitung pajak masa dimana disesuaikan dengan penghasilan bruto menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER). TER ini berisi daftar kategori jumlah penghasilan bruto, klasifikasi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan tarif efektif bulanan dan/ harian yang digunakan untuk menentukan tarif efektif rata-rata yang dapat dikenakan atas setiap wajib pajak.
ADVERTISEMENT
Penerapan TER ini tetap perlu menghitung Tarif berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 Ayat (1) huruf a, meskipun memindahkan waktu perhitungan pada awal tahun pajak berdasarkan skema penghasilan tahun lalu. Sehingga perubahan yang berlaku tidak banyak mengurangi kegiatan administratif pelaporan PPh 21 baik masa/ tahunan. Keluarnya kedua peraturan tersebut kemudian ditambahkan dengan hadirnya aplikasi E-bupot 21/26 sehingga beban administasi PPh pasal 21 dapat lebih ringan dan sederhana. Dengan adanya TER dan aplikasi e-bupot 21/26 yang merupakan bentuk dari rancangan Coretax memag akan jauh meringankan setiap wajib pajak untuk mendapatkan gambaran pajaknya, namun sebaiknya setiap wajib pajak tetap dibekali pemahaman yang cukup terkait Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Subjek PPh 21, serta pengetahuan sistem dan teknologi agar dapat mengurangi risiko kesalahan yang menyebabkan kerugian.
ADVERTISEMENT