Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Pengangguran di Indonesia Tahun 1999-2021 dan Komponen yang Memengaruhinya
4 Januari 2023 6:59 WIB
Tulisan dari OLYVIA CHRISTIANY WIJAYA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Indonesia pengangguran menjadi salah satu masalah primer yang dialami oleh seluruh dunia yang secara tidak langsung memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Di samping memengaruhi pertumbuhan ekonomi, ternyata pengangguran juga mengakibatkan peningkatan angka kemiskinan dan angka kriminalitas. Setiap tahun, penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan yang diikuti dengan jumlah pelamar. Sayang sekali pekerja yang tidak terserap ke lapangan kerja akan menjadi pengangguran. Faktor-faktor lain yang mendukung peningkatan angka pengangguran di Indonesia berupa rendahnya tingkat pendidikan, tidak ada keseimbangan antara jumlah pekerja dan pekerjaan, tingginya harapan para melamar, dan kurang terampil dalam teknologi. Ternyata selain faktor dari individu, pengangguran dapat disebabkan dari pemutusan hubungan kerja yang membuat perusahaan terpaksa mengurangi jumlah pekerja serta menghambat proses ekspor dan impor antarnegara.
Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) saat ini pengangguran di Indonesia menduduki posisi ke 58 di dunia dengan jumlah pengangguran sebanyak 8,42 juta, profesi yang paling banyak menganggur merupakan lulusan SMA. Saat itu pemerintah membuat kebijakan untuk menekan angka pengangguran dengan menerapkan beberapa kebijakan misalnya program magang, wajib belajar 12 tahun, melakukan deregulasi dan birokrasi. Selain memberikan kebijakan publik, pemerintah juga memberlakukan kebijakan substantif berupa mempercepat pembangunan infrastruktur. Usaha yang dilakukan pemerintah berhasil memperbaiki taraf pengangguran di Indonesia dari 6,08% pada tahun 1999 berhasil menjadi 4,41% pada tahun 2021 dengan memfokuskan pada pembangunan infrastruktur. Hal ini menunjukkan bahwa mempercepat pembangunan infrastruktur secara efektif memudahkan para pelamar untuk mengakses ke lapangan kerja. Hambatan-hambatan dalam pemberlakuan pembangunan infrastruktur dialami oleh setiap era pemerintahan baik dari sudut pandang ekonomi, keuangan, sumber daya alam dan lain-lain yang menjadi faktor utama peningkatan pengangguran di Indonesia.
Pada tahun 1998 saat era pemerintahan B.J. Habibie, beliau menerapkan kebijakan devisa bebas yang memperparah kondisi Indonesia saat itu yang sedang mengalami krisis moneter. Penerapan kebijakan devisa bebas saat itu membuat nilai rupiah menjadi kompatibel sehingga jumlah utang luar negeri meningkat dan krisis ekonomi makin parah yang membuat banyak masyarakat kehilangan pekerjaan dan melakukan protes kepada pemerintah. Faktor pendukung lainnya yang membuat kondisi ekonomi Indonesia saat itu sangat parah adalah krisis Asia yang terjadi di Thailand dengan ditandai penurunan nilai baht Thailand yang diikuti dengan penarikan investasi dari kawasan Malaysia, Singapura, Indonesia dan Filipina. Saat itu, Indonesia menerima dampak yang sangat besar berupa penurunan nilai rupiah hingga Rp.16.800 per dolar AS, kredit macet, banyak perusahaan bangkrut, dan lain hal. Melihat kondisi ekonomi saat itu, B.J. Habibie mengambil beberapa kebijakan yang lebih difokuskan kepada stabilisasi ekonomi daripada pembangunan infrastruktur yang terbukti dengan pembatalan sejumlah proyek infrastruktur, seperti Jalan Trans Papua dan MRT. Meski B.J. Habibie saat itu telah melakukan beberapa pembangunan infrastruktur, namun angka pengangguran masih tergolong tinggi yang semula 6,3% pada tahun 1998 menjadi 6,08% pada tahun 1999 yang disebabkan kesulitan publik untuk mengakses ke lapangan kerja khususnya daerah terpencil yang membuat angka pengangguran tersebut tetap tinggi.
ADVERTISEMENT
Hambatan pembangunan infrastruktur juga dialami saat era Gus Dur yang diawali dengan permasalahan politik antara DPR dan IMF yang dibuktikan dengan pembangunan jalan tol hanya sepanjang 5,5 kilometer. Seperti yang kita ketahui perselisihan antara Gus Dur dengan DPR diawali dengan kasus Buloggate dan Bruneigate yang meluncurkan dana sebesar 35 miliar kepada oknum tertentu, pada kasus Buloggate dan pemberian hadiah sejumlah uang dari pihak Sultan Brunei Darussalam kepada Gus Dur. Banyaknya isu politik sosial saat itu membuat beberapa investor enggan untuk memberikan investasi kepada Indonesia yang membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp 12.000 per dolar AS pada tahun 2001. Selain perselisihan dengan DPR, perselisihan dengan IMF juga memperburuk kondisi perekonomian Indonesia, di mana Gus Dur saat itu menerapkan amendemen UU No.23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia. Kebijakan ini diberikan kepada otonomi daerah yang berisikan kebebasan meminjam uang dari luar negeri yang berdampak pada terhambatnya pembangunan infrastruktur. Meski Gus Dur telah melakukan beberapa tindakan yang berupaya untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur melalui desentralisasi fiskal dengan mengadakan program pengembangan kecamatan, proyek pedesaan, dan lain-lain nyatanya kebijakan tersebut belum mampu menekan angka pengangguran di Indonesia. Selain pembangunan jalan Tol hanya sepanjang 5,5 kilometer, terjadi pembatalan sejumlah infrastruktur di antaranya Tol Cikampek hingga Palimanan (Cikapali) dan Jalan Tol Layang Becakayu. Terhambatnya pembangunan infrastruktur era Gus Dur membuat angka pengangguran meningkat yang semula 6,08% pada tahun 1999 menjadi 6,6% pada tahun 2001.
ADVERTISEMENT
Terbatasnya dana dari era Gus Dur membuat pembangunan infrastruktur saat era Megawati hanya berbentuk proyek. Kurangnya bantuan investor saat itu dikarenakan banyaknya konflik masyarakat, seperti konflik Poso, konflik Ambon hingga Maluku, bencana bom di Bali membuat PMDN menurun hingga Rp 53 triliun yang membuat nilai tukar rupiah kembali melemah. Banyaknya utang saat itu membuat Megawati harus menjual beberapa aset negara, misalnya Indosat, Telkomsel, gas alam ke China, kapal Pertamina, Bank BCA, dan lain-lain yang berhasil mengurangi utang negara sebanyak 18,5 triliun. Dengan terbatasnya dana yang dimiliki pemerintah membuat beberapa infrastruktur dibatalkan, di antaranya Bandara Kertajati, Jembatan Soekarno dan Jembatan Suramadu. Hal ini memengaruhi angka pengangguran yang semula 6,6% pada tahun 2001 meningkat pada tahun 2004 menjadi 7,95%. Selain meningkatnya angka pengangguran, dampak lain yang dialami Indonesia saat itu berupa peningkatan angka inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain tidak stabilnya angka pengangguran era Susilo Bambang Yudhoyono dilatarbelakangi dari sudut pandang politik, ekonomi dan birokrasi yang menjadi faktor menghambat pembangunan infrastruktur di waktu tertentu. Faktor pendahulu penyebab peningkatan angka pengangguran berupa peningkatan mutu pendidikan yang memengaruhi tingginya angka pengangguran saat itu. Pemberian anggaran pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia secara efektif menambah partisipasi penduduk sebanyak 8,3%, di samping kenaikan jumlah penduduk bersekolah kenaikan juga diiringi dengan pengurangan subsidi harga BBM yang diakibatkan peralihan dana subsidi ke sektor pendidikan dan disertai kenaikan harga minyak dunia. Keadaan ini membuat kontroversial di tengah masyarakat yang membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Bantuan Langsung Tunai yang diharapkan dapat tersalurkan kepada masyarakat miskin. Nyatanya, bantuan ini tidak tersalurkan sampai ke tangan masyarakat sehingga mengalami peningkatan kesenjangan sosial saat itu. Tindakan pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut berupa pembangunan infrastruktur secara massal dengan tujuan menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia dan membuka lapangan pekerjaan baru. Pemberlakuan kebijakan ini secara efektif meningkatkan pertumbuhan nasional berupa pelunasan utang kepada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS dan mengurangi angka pengangguran sebesar 0,4%. Setelah pelunasan utang kepada IMF masyarakat mengharapkan agar Indonesia tidak lagi berutang dan bergantung kepada IMF, namun kenyataannya Indonesia tetap berutang kepada IMF dikarenakan pemberian kredit perbankan ke sektor riil beserta kurangnya kinerja sektor riil yang mengurangi investor datang ke Indonesia dan mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran sebesar 0,46%. Selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono angka pengangguran di Indonesia bisa dikatakan berkurang yang berawal dari 7,95% pada awal pemerintahan dan berakhir sebesar 4,51% pada akhir pemerintahannya. Meski kenaikan dan penurunan dialami oleh Indonesia selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono namun beliau mampu mengangkat Indonesia dari pengangguran.
ADVERTISEMENT
Memfokuskan pada pembangunan infrastruktur di era Jokowi didasari atas keinginan mewujudkan Indonesia menjadi negara maju serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat khususnya menekan angka pengangguran. Memfokuskan pada pembangunan infrastruktur berhasil mencapai angka pengangguran terendah selama masa kepresidenan Indonesia sebesar 3,62% pada tahun 2018. Pencapaian pembangunan infrastruktur oleh Jokowi di antaranya pembangunan jalan tol sepanjang 4.600 kilometer, 15 bandara baru, 124 pelabuhan, membangun jalan desa sepanjang 316.590 kilometer. Pemerataan pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokus utama dalam pembangunan, dengan demikian pemerintah menerapkan konsep Indonesia-sentris yang berperan dalam mempercepat pembangunan di mana pembangunan tidak hanya difokuskan di Pulau Jawa dan Sumatra saja, melainkan fokus dengan seluruh wilayah Indonesia, seperti pembangunan jalan tol penghubung Sulawesi dengan Papua, jalan tol antara Pekanbaru dengan Dumai dan Manado dengan Belitung. Jokowi juga meradukan proyek mangkak dari presiden pendahulu, seperti pembangunan ruas Tol Pemalang hingga Semarang serta jalan Tol Cimanggis dan Cibitung yang tertunda sejak tahun 2006, Jembatan Merah Putih sejak tahun 2011, Bandara Kertajati sejak tahun 2003. Dengan pemfokusan pada bidang infrastruktur saat pemerintahan Jokowi berhasil menekan angka pengangguran secara drastis yang diawali sebesar 4,51% pada awal pemerintahan hingga 3,62% pada tahun 2018. Menimpanya wabah Virus Korona pada tahun 2019 membuat angka pengangguran kembali meningkat sebesar 0,66% yang di mana banyaknya karyawan perusahaan yang terpapar Virus Korona dan pemberlakuan karantina secara menyeluruh membuat banyak perusahaan gulung tikar. Selain banyaknya pegawai yang terinfeksi Virus Korona, faktor utama yang menyebabkan peningkatan pengangguran antara lain kurangnya pekerja yang memengaruhi pengeluaran agregat. Dampak dari Virus Korona yang menimpa Indonesia memengaruhi angka pengangguran dari 3,62% menjadi 4,28% di mana angkatan kerja didominasi lulusan SMA.
ADVERTISEMENT
Setiap era pemerintahan tentu mengalami permasalahan dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia, baik dari segi politik, ekonomi, maupun birokrasi. Namun, penyebab utama dalam kegagalan pembangunan infrastruktur adalah kurangnya fokus pemerintah dalam perencanaan pembangunan dan lebih mengutamakan kemajuan sektor lain. Sebagai contoh, krisis ekonomi yang dihadapi saat era B.J.Habibie menunjukkan bahwa menjaga kestabilan ekonomi lebih diutamakan dibandingkan merencanakan pembangunan infrastruktur. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan memandang pembangunan infrastruktur sebagai fokus utama, seperti yang dilakukan oleh Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono, meski banyaknya hambatan dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur namun mereka tetap menjadikan pembangunan sebagai fokus utama. Hasilnya, tingkat pengangguran pada masa pemerintahan Jokowi menurun hingga 3,62% pada tahun 2018 dan Susilo Bambang Yudhoyono berhasil menekan angka pengangguran sampai 4,05%. Dengan demikian, hasil kerja era Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono membuktikan bahwa mempercepat pembangunan infrastruktur mampu menekan angka pengangguran lebih cepat lantaran bisa mempermudah mengakses lapangan kerja.
ADVERTISEMENT
Dengan pencapaian yang diraih oleh Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono diharapkan agar calon pemimpin pada masa depan dapat diimplementasikan kembali cara kelola yang mengutamakan pembangunan infrastruktur. Dengan pembangunan infrastruktur yang telah menyeluruh serta merata diharapkan dapat mempererat hubungan antar wilayah, mengurangi biaya logistik, mengurangi pengangguran dengan menyediakan lapangan pekerjaan lebih, meningkatkan daya saing dan impetus pertumbuhan ekonomi. Kurang memadainya infrastruktur menjadi salah satu faktor menurunnya minat investor yang dapat menghambat Indonesia bersaing di dunia internasional. Memang benar amanah Jokowi yang mengatakan, “Membangun infrastruktur pasti ada pahit dan sakitnya namun, inilah (infrastruktur) obat bagi ekonomi ke depan kita,". Kegigihan, fokus, kerja keras dibutuhkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan yang akan membawa Indonesia menjadi negara maju ke depannya. Semoga Indonesia mampu mewujudkan visi dan misi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan harapan bangsa.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka :
Okwita, A.(2016). Wacana dan Ketidakmerataan Pembangunan di Indonesia. Batam: Cahaya Pendidikan.
Junaedi, D.(2022). Tata kelola Utang dan Pembangunan Ekonomi di Indonesia. Depok: Universitas Gunadarma Depok.
Permata, D. (2017). Kepemimpinan Presiden Megawati Pada Era Krisis Multidimensi 2001-2004. Bogor: Universitas Pertahanan Republik Indonesia.
Amalia, D.(2019). Analisis Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Malang: Universitas Brawijaya.
Bagas, W.(2019). Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Jakarta: Universitas Katolik Soegijapranata.