Konten dari Pengguna

Cerita dari Australia Barat: Ketika Orang Aborigin Dilarang Masuk Perth

Muhammad Omarsyah
Yang memilih berkarir sebagai diplomat
17 Maret 2021 17:57 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Omarsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
1927-54 Australia Barat pernah memiliki sejarah kelam terkait rasisme dan diskriminasi terhadap penduduk Aborigin. Namun demikian, dengan mengakui masa lalunya, Australia Barat berupaya melakukan rekonsiliasi demi masa depan yang lebih baik.
Kota Perth di kala senja Sumber foto: Koleksi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Kota Perth di kala senja Sumber foto: Koleksi pribadi
Peta awal Prohibited Area/ Wilayah Terlarang Kota Perth bagi orang Aborigin, 1927 Sumber foto: https://culture.wa.gov.au/
zoom-in-whitePerbesar
Peta awal Prohibited Area/ Wilayah Terlarang Kota Perth bagi orang Aborigin, 1927 Sumber foto: https://culture.wa.gov.au/
Kota Perth adalah kota cantik yang terletak di barat daya benua Australia. Kota tersebut merupakan ibu kota Australia Barat yang tumbuh karena adanya demam emas (gold rush) di negara bagian tersebut. Sebagaimana kota besar lainnya di Australia, Perth saat ini ramai dihuni orang dari beragam ras dan suku bangsa.
Foto bersama tetua Aborigin dari bangsa Noongar dan para diplomat yang mengikuti Aboriginal Cultural Tour for Consular Corps WA 2019. Melalui kegiatan ini diperoleh kisah pelarangan masuk kota Perth. Sumber foto: KJRI Perth
Tapi siapa yang mengira, bahwa kota Perth pernah merekam sejarah rasisme Australia Barat terhadap orang-orang Aborigin. Ketika saya berkesempatan mengikuti program Aboriginal Cultural Tour for Consular Corps WA, saya mendapatkan cerita yang menyedihkan ini dari tetua Aborigin yang memandu kami. Seperti apa bentuk rasisme yang dilakukan? Yuk terus baca.
ADVERTISEMENT
Aborigin: Tidak ada izin, tidak boleh masuk
Kota Perth dilihat dari Kings Park. Sumber foto: Koleksi pribadi
Sang tetua Aborigin yang berasal dari bangsa Noongar tersebut menceritakan bahwa pelarangan ini terjadi pada kurun 1927-1954. Pelarangan ini menyebabkan orang Aborigin yang memasuki wilayah terlarang dan tidak dapat menunjukkan surat izinnya akan diminta segera keluar atau dipenjara bila menolak.
Berdasarkan informasi dari State Record Office, Australia Barat, pelarangan ini diinisiasi oleh Auber Octavius Neville, Kepala Pelindung Aborigin (Chief Protector of the Aborigines). Dia tidak ingin orang Aborigin bersosialisasi dengan orang kulit putih terutama di White City, sebuah taman hiburan di kota Perth.
Taman hiburan White City, Perth, yang dijadikan alasan diberlakukannya pelarangan masuk bagi orang Aborigin. Sumber foto: State Library of WA
Atas usahanya, akhirnya diterbitkanlah sebuah peraturan yang melarang orang Aborigin yang tidak bekerja di Perth untuk masuk kota tersebut kecuali memiliki izin bernama “Native Pass”. Peraturan ini tertuang dalam Aborigines Act 1905 yang berlaku mulai tanggal 9 Maret 1927.
ADVERTISEMENT
Lebih sedihnya lagi, orang Aborigin yang bekerja pun dapat bernasib sama bila gagal menunjukkan izin masuknya. Hal ini mengakibatkan banyaknya salah tangkap.
Kebijakan rasis akibat perasaan superior kulit putih
Alasan awal yang diberikan Neville adalah karena umumnya orang Aborigin memiliki perilaku yang dapat membahayakan pengunjung di White City. Dia juga beralasan pelarangan ini demi keselamatan orang Aborigin sendiri.
Namun demikian, ditemukan alasan lain Neville menerapkan peraturan ini. Berdasarkan isi suratnya kepada Kepala Polisi (Commissioner of Police) tahun 1928, Neville beralasan bahwa membiarkan orang Aborigin masuk ke kota akan mengangkat harkat mereka sekaligus menurunkan status kaum kulit putih.
Kota Perth di kala malam dilihat dari South Perth Foreshore. Sumber foto: Koleksi pribadi
Peneliti Stephen Kinane mengatakan bahwa orang Aborigin yang kerap mengalahkan orang kulit putih dalam pertandingan bertinju dan lomba buck-jumping di White City dapat menurunkan wibawa orang kulit putih di mata orang Aborigin. Fakta semacam itu membuat Neville tidak nyaman.
ADVERTISEMENT
Peraturan ini sangat merugikan orang Aborigin. Kehidupan dan keberadaan mereka dipantau sedemikian rupa hanya karena mereka orang Aborigin dan parahnya, pemantauan ini didukung oleh peraturan resmi. Mereka diperlakukan layaknya budak.
Akhirnya kebijakan itu dicabut
Peraturan ini menyebabkan banyak masalah baik bagi orang Aborigin maupun polisi yang bertugas untuk menegakkan peraturan ini. Banyak polisi yang ternyata juga menentang peraturan ini karena ketidakjelasan batas-batas wilayah pelarangan yang dimaksud.
Luas cakupan administrasi kota Perth saat itu yang sangat luas-sekitar 4 kali lebih besar daripada kota Perth masa kini- menambah kerepotan tersendiri. Hal ini menyebabkan sangat banyak orang Aborigin yang bisa secara salah kaprah ditangkap atau diinterogasi.
Document Native Affairs yang berisi tentang peraturan "Prohibited Area" di kota Perth. Sumber foto: https://culture.wa.gov.au/
Akhirnya, pada tahun 1947 kebijakan ini ditinjau ulang karena ketidakjelasannya. Selain itu, menangkap orang Aborigin terutama yang bekerja dan berlaku baik tidak dirasa benar secara moral.
ADVERTISEMENT
Atas penilaian itu, wilayah pelarangan dipersempit ke kawasan bisnis kota Perth saja. Namun demikian, karena tidak efektifnya pelarangan ini dan hanya membuat segregasi yang tidak menguntungkan, akhirnya pada tahun 1954 peraturan ini benar-benar dihapus.
Akui sejarah untuk rekonsiliasi dan songsong masa depan
Australia Barat memiliki sejarah kelamnya sendiri terkait perlakuan terhadap orang orang Aborigin. Umumnya, kebijakan mereka didorong oleh sifat rasis dan diskriminatif yang mendudukkan kaum kulit putih sebagai kaum yang lebih superior, beradab dan berbudaya tinggi.
Diangkatnya penggalan sejarah ini ke media terbuka pada tahun 2019 merupakan upaya rekonsiliasi Australia Barat dengan masa lalunya. Langkah ini diharapkan menjadi pelajaran sejarah yang penting untuk generasi sekarang dan masa depan.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, upaya ini juga menjadi refleksi bahwa kebijakan diskriminatif dan rasis tidak akan bertahan lama dan tidak akan efektif. Dengan cara inilah Australia Barat berusaha maju ke masa depannya dan mengadopsi nilai-nilai masyarakat yang multi-budaya dan multi-etnis.
Salut untuk Australia Barat dan bangsa Aborigin!
Sang tetua Aborigin mengakhiri ceritanya dengan mengatakan bahwa orang Aborigin adalah orang yang terbuka dengan kedatangan bangsa lain, terbukti sejak ratusan tahun yang lalu mereka telah berniaga dengan pelaut Makassar dan membantu orang-orang Eropa yang terbuang di benua tersebut.
Sebagai pemilik tradisional tanah Perth (the traditional owner of the land), keterbukaan ini terus dipertahankan dan mereka menyambut baik keberanian pemerintah Australia Barat untuk mengakui kesalahan masa lampaunya.
ADVERTISEMENT