Konten dari Pengguna

Dessert Kekinian: Tren Manis yang Menggoda Lidah dan Media Sosial

Fastkony Obedienti Parmono
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
19 Januari 2025 11:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fastkony Obedienti Parmono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
by fastkony obedienti parmono
zoom-in-whitePerbesar
by fastkony obedienti parmono
ADVERTISEMENT
Tren dessert kekinian kini semakin digemari, ditunjang oleh peran besar media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Kreativitas para pelaku usaha dalam menciptakan produk yang tidak hanya nikmat tetapi juga menarik secara visual menjadi daya tarik utama. Fenomena ini memenuhi kebutuhan generasi masa kini akan makanan terjangkau, Instagrammable, dan penuh nilai pengalaman.
ADVERTISEMENT
Tiramisu sodok, mochi, croissant, dan cheesecake adalah contoh dessert yang belakangan ini menjadi primadona. Selain harga yang terjangkau, penyajian menjadi salah satu daya tarik utama. Dahulu, menikmati kudapan manis seperti ini biasa dilakukan di hotel berbintang. Kini, varian yang lebih sederhana dengan beragam pilihan menarik dapat dinikmati siapa saja tanpa perlu keluar biaya besar.
Di balik setiap potongan dessert yang sempurna, terdapat kreativitas dan keahlian tangan chef yang tak ternilai harganya. Tren yang berkembang ini memaksa mereka untuk berpikir di luar kebiasaan. “Ini adalah tantangan menarik,” kata Chef Eghi Nugraha, seorang chef pastry dengan pengalaman enam tahun bekerja di dunia kuliner hotel bintang lima di Jakarta. “Kami harus terus update apa yang sedang ramai di media sosial agar menu kami tetap relevan, meskipun di hotel sudah ada menu signature yang menjadi ciri khas. Misalnya, saat ini tren coklat dubai sedang naik daun, kami membuat versi kami dengan kualitas dan harga yang sesuai dengan target penjualan.”
ADVERTISEMENT
Menurut Chef Eghi, menghias dessert juga merupakan proses menyalurkan jiwa seni agar makanan tampak cantik dan menarik. “Selain untuk menyenangkan lidah, menurut saya, sekarang bukan hanya rasa yang penting, tetapi juga tampilan untuk media sosial. Orang senang memotret dessert dan mengunggahnya, sehingga visual menjadi faktor utama dalam tren ini,” tambahnya sambil menunjukkan salah satu kreasinya.
Perkembangan media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi penggerak utama dalam popularitas dessert kekinian. Video pendek yang menampilkan proses pembuatan, tekstur yang menggoda, atau kemasan menarik dapat dengan cepat menjadi viral. Viralitas ini menciptakan permintaan besar, yang kemudian direspons oleh pelaku usaha untuk memenuhi pasar.
“Media sosial membuat pelaku UMKM mampu bersaing dengan merek besar tanpa modal besar. Algoritme sering mendukung konten kreatif, sehingga UMKM bisa menjangkau lebih banyak pelanggan,” tambah Chef Eghi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, bagi pembeli, dessert terjangkau ibarat kilauan gula dalam rutinitas. "Aku suka beli dessert kekinian, apalagi kalau harganya nggak lebih dari dua puluh ribu," ujar Rani Safitri, 27, seorang karyawan swasta di Yogyakarta. Baginya, dessert menjadi pelipur lara di tengah tumpukan pekerjaan. “Rasanya bahagia banget bisa menikmati sesuatu yang manis tanpa harus keluar banyak uang. Kadang, aku beli cuma untuk difoto terus diunggah di Instagram," tambahnya sambil tersenyum.
Rani juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait bahan yang digunakan. "Tidak semua dessert murah dibuat dari bahan alami, jadi penting untuk memilih dengan cermat." Bagi konsumen seperti Rani, dessert bukan hanya soal rasa, tetapi juga pengalaman menyenangkan saat menikmatinya.
Bukan hanya para chef, penjual dessert kecil pun menikmati manisnya tren ini. Dina Maharani, pemilik usaha dessert kecil-kecilan di Jakarta, mengaku penjualan produk dengan harga terjangkau mendominasi usahanya. "Pembeli sekarang cenderung cari yang murah, tapi ekspektasi mereka tetap tinggi," ungkapnya. Strateginya sederhana tetapi efektif: Dina menawarkan paket combo dengan harga diskon.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Dina, ada tantangan besar di balik keuntungan tersebut. “Kami harus pintar menekan biaya produksi tanpa mengorbankan kualitas. Pendapatan per produk kecil, tapi volume penjualan tinggi,” jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya visual produk di media sosial. “Kalau foto produknya bagus dan harga terjangkau, pasti orang tertarik beli.”
Selain itu, Dina menggunakan bahan yang sederhana tetapi berkualitas, memastikan rasa tetap enak. Salah satu inovasinya adalah membuat porsi kecil atau single serving agar lebih terjangkau. Dina juga menyadari bahwa inovasi menjadi kunci untuk memenangkan hati konsumen di tengah persaingan ketat.
Tren dessert terjangkau menjadi angin segar di industri kuliner. Popularitasnya tidak hanya mencerminkan selera generasi masa kini, tetapi juga menjawab kebutuhan masyarakat yang menginginkan sesuatu yang terjangkau namun tetap berkualitas. Meski demikian, tren ini juga mengajarkan pentingnya transparansi bahan bagi konsumen yang semakin sadar kesehatan.
ADVERTISEMENT
Namun, apakah tren ini bisa bertahan lama? Menurut Chef Eghi, keberlanjutan tren tergantung pada inovasi. “Selama masih ada kreativitas dan kemampuan mengikuti selera pasar, tren ini akan terus hidup,” tegasnya.
Di tengah persaingan harga, banyak pelaku usaha seperti Dina yang memanfaatkan peluang dengan menawarkan pengalaman berbeda kepada konsumen. “Kami tidak hanya menjual dessert, tapi juga menghadirkan pengalaman manis yang bisa dibagikan lewat media sosial. Itu yang membuat kami tetap bertahan,” ujarnya.
Tren ini mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak harus mahal. Dalam gigitan kecil penuh rasa cokelat manis atau stroberi segar, terkandung cerita tentang kerja keras, kecerdikan pelaku usaha, dan kebahagiaan sederhana pembeli. Pada akhirnya, yang kita cari bukan hanya manisnya rasa di lidah, tetapi juga kehangatan rasa syukur yang tumbuh di hati.
ADVERTISEMENT
Fastkony Obedienti Parmono, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta