Konten dari Pengguna

Kebijakan Fiskal dan Moneter Indonesia: Solusi Atasi Resesi?

Erizal N
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas
7 Oktober 2024 8:48 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erizal N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Erizal N
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Erizal N
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi perekonomian global mengalami tekanan yang cukup besar akibat berbagai krisis, mulai dari pandemi COVID-19 hingga konflik geopolitik yang mempengaruhi rantai pasok global. Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang dengan ekonomi terbuka, tidak terlepas dari dampak ini. Tekanan inflasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, serta ketidakpastian global menimbulkan risiko resesi yang nyata bagi perekonomian nasional. Dalam situasi seperti ini, kebijakan fiskal dan moneter memainkan peran krusial untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pemulihan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Kebijakan fiskal dan moneter adalah dua instrumen utama yang digunakan oleh pemerintah dan otoritas moneter untuk mengelola perekonomian negara. Kebijakan fiskal berkaitan dengan pengelolaan anggaran pemerintah, baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran, sedangkan kebijakan moneter mengacu pada pengaturan suku bunga dan jumlah uang beredar oleh bank sentral. Dalam konteks Indonesia, peran Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menjadi sangat strategis dalam menjaga stabilitas dan menghindari resesi ekonomi yang lebih dalam.
Artikel ini akan mengulas kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan di Indonesia saat ini, manfaat yang ditawarkan, serta tantangan yang mungkin dihadapi di masa mendatang. Analisis ini juga akan mencakup data terbaru dan studi kasus yang relevan untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang efektivitas kebijakan ini dalam mengatasi ancaman resesi.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Fiskal: Stimulus di Tengah Tekanan
Kebijakan fiskal di Indonesia selama masa pandemi hingga sekarang terus diarahkan untuk merangsang pemulihan ekonomi melalui stimulus fiskal yang besar. Kementerian Keuangan telah meluncurkan berbagai program bantuan sosial, subsidi, serta investasi infrastruktur untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Pada tahun 2023, anggaran belanja negara diproyeksikan mencapai Rp 3.061,2 triliun, dengan fokus pada penguatan sektor kesehatan, pendidikan, serta infrastruktur digital.
Salah satu langkah konkret kebijakan fiskal adalah Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah diluncurkan sejak awal pandemi. Program ini mencakup bantuan langsung tunai (BLT), subsidi listrik, dukungan kepada UMKM, serta insentif pajak bagi sektor-sektor terdampak. Total anggaran PEN untuk tahun 2023 mencapai Rp 455,62 triliun. Program ini diharapkan dapat membantu mempertahankan daya beli masyarakat serta mendorong konsumsi rumah tangga, yang merupakan komponen terbesar dalam struktur PDB Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun, tantangan dari kebijakan fiskal di masa mendatang adalah keberlanjutan anggaran yang memadai. Dengan defisit anggaran yang diperkirakan mencapai 4,85% dari PDB pada 2022, tekanan untuk mengurangi defisit tanpa mengorbankan stimulus menjadi dilema yang harus dihadapi pemerintah. Di sisi lain, ketergantungan pada utang luar negeri juga menjadi masalah, mengingat beban pembayaran bunga utang yang terus meningkat. Kebijakan fiskal yang lebih berkelanjutan dan efisien harus diupayakan agar tidak menambah tekanan fiskal jangka panjang.
Kebijakan Moneter: Menjaga Stabilitas Inflasi dan Suku Bunga
Selain kebijakan fiskal, kebijakan moneter juga memainkan peran penting dalam mengendalikan tekanan ekonomi. Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter, berfokus pada pengendalian inflasi serta stabilitas nilai tukar. Pada tahun 2022 dan 2023, tantangan inflasi meningkat tajam akibat lonjakan harga energi dan pangan global. Inflasi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,51%, angka tertinggi dalam delapan tahun terakhir, sementara inflasi global juga menunjukkan tren yang sama akibat ketegangan geopolitik serta gangguan rantai pasok global.
ADVERTISEMENT
Untuk meredam inflasi, Bank Indonesia telah beberapa kali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate. Pada tahun 2023, BI menaikkan suku bunga menjadi 5,75% setelah sebelumnya berada pada level yang rendah untuk mendorong pertumbuhan selama pandemi. Kenaikan suku bunga ini diharapkan dapat menekan laju inflasi dengan mengurangi permintaan agregat, meskipun langkah ini juga membawa risiko melemahkan pertumbuhan ekonomi, terutama dari sisi investasi dan konsumsi.
Selain itu, kebijakan Bank Indonesia juga difokuskan pada menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dalam beberapa tahun terakhir, volatilitas nilai tukar telah meningkat, dipengaruhi oleh sentimen global terhadap suku bunga The Federal Reserve dan arus modal yang keluar dari pasar negara berkembang. Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing serta menambah cadangan devisa untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Pada akhir tahun 2023, cadangan devisa Indonesia tercatat mencapai USD 130,5 miliar, memberikan buffer yang cukup untuk menstabilkan nilai tukar.
ADVERTISEMENT
Namun, di masa mendatang, kebijakan moneter ini menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi. Kenaikan suku bunga yang terlalu agresif dapat memperlambat pemulihan ekonomi, sementara menjaga suku bunga tetap rendah berisiko memperburuk inflasi. Bank Indonesia perlu terus memantau dinamika global dan domestik serta berkoordinasi dengan pemerintah untuk mencapai keseimbangan kebijakan yang optimal.
Manfaat Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Mengatasi Resesi
Kebijakan fiskal dan moneter memiliki sejumlah manfaat yang signifikan dalam mengatasi ancaman resesi.
Pertama, kebijakan fiskal yang ekspansif melalui peningkatan belanja publik dan stimulus ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Dalam situasi krisis, intervensi pemerintah sangat penting untuk mendorong permintaan agregat dan mengurangi dampak kontraksi ekonomi. Misalnya, investasi infrastruktur yang dilakukan pemerintah tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga meningkatkan produktivitas jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Kedua, kebijakan moneter yang fleksibel memungkinkan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas harga. Dengan stabilitas harga yang terjaga, daya beli masyarakat tidak akan tergerus, sehingga konsumsi rumah tangga yang menjadi pendorong utama perekonomian Indonesia tetap terjaga. Selain itu, kebijakan suku bunga yang sesuai dapat mendorong pertumbuhan investasi, baik dari dalam negeri maupun asing, yang pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter dapat menciptakan sinergi yang lebih kuat dalam menghadapi tantangan ekonomi. Di Indonesia, koordinasi ini terlihat melalui sinergi antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah pandemi dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Koordinasi yang baik antara dua kebijakan ini dapat menciptakan kerangka makroekonomi yang stabil dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Kendala dan Tantangan Masa Depan
Meskipun kebijakan fiskal dan moneter memiliki peran penting dalam mengatasi resesi, ada beberapa tantangan dan kendala yang mungkin dihadapi di masa mendatang.
Pertama, keberlanjutan fiskal menjadi perhatian utama. Dengan defisit anggaran yang besar, pemerintah harus mencari cara untuk membiayai pengeluaran tanpa meningkatkan utang yang berlebihan. Pengelolaan utang yang hati-hati menjadi sangat penting, terutama di tengah kondisi suku bunga global yang cenderung naik. Jika tidak dikelola dengan baik, beban utang yang besar dapat membatasi ruang fiskal untuk merespons krisis di masa mendatang.
Kedua, kebijakan moneter juga menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas harga. Kenaikan suku bunga yang dilakukan Bank Indonesia saat ini memang berhasil menekan inflasi, tetapi juga membawa risiko memperlambat pertumbuhan ekonomi. Tantangan ini akan semakin kompleks jika ketidakpastian global terus berlanjut, terutama terkait dengan kebijakan moneter The Federal Reserve dan dinamika ekonomi Tiongkok yang mempengaruhi arus modal global.
ADVERTISEMENT
Ketiga, ketergantungan Indonesia pada sektor ekspor komoditas juga menjadi tantangan. Harga komoditas yang fluktuatif, seperti batu bara, minyak sawit, dan gas alam, dapat mempengaruhi penerimaan negara dan nilai tukar rupiah. Diversifikasi ekonomi diperlukan agar Indonesia tidak terlalu rentan terhadap volatilitas harga komoditas global.
Dalam kebijakan fiskal dan moneter Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi ancaman resesi, terutama dalam situasi krisis global yang penuh ketidakpastian. Kebijakan fiskal yang ekspansif melalui stimulus ekonomi dan investasi publik, serta kebijakan moneter yang menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar, telah membantu mendorong pemulihan ekonomi Indonesia. Meskipun demikian, tantangan besar masih ada di depan, termasuk keberlanjutan fiskal, keseimbangan moneter, dan ketergantungan pada sektor komoditas.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan kebijakan ini di masa mendatang sangat tergantung pada kemampuan pemerintah dan Bank Indonesia untuk beradaptasi dengan dinamika global yang cepat berubah. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat mengatasi ancaman resesi dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.