Konten dari Pengguna

Oversharing, Fenomena di Media Sosial Masa Kini dan Penyebabnya

Oris Azahra S
Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
17 Desember 2022 18:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Oris Azahra S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi berbagi cerita di sosial media (Sumber: https://www.pexels.com/id-id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi berbagi cerita di sosial media (Sumber: https://www.pexels.com/id-id/)
ADVERTISEMENT
Media sosial menjadi semakin tidak tergantikan bagi banyak orang. Berbagi cerita tentang masalah pribadi dan perilaku oversharing sudah menjadi perilaku normal yang dilakukan oleh masyarakat, Anda salah satunya bukan? Lalu, apa penyebabnya?
ADVERTISEMENT
Oversharing adalah fenomena komunikasi yang kerap terjadi di media sosial. Berbagi informasi pribadi secara online telah menjadi kebiasaan sehari-hari bagi jutaan orang. Sebenarnya tidak ada masalah dalam berbagi keluh-kesah pada keluarga dan kerabat dekat di sosial media. Akan tetapi, sering kali pengikut sosial media kita bukan hanya orang yang kita kenal secara dekat, bahkan orang asing, yang bisa jadi saling mengikuti hanya karena memiliki kesamaan hobi. Hal ini tentu saja berpotensi segudang bahaya, misalnya, penipuan, pencurian identitas, dan bahaya lain yang merugikan. Salah satu bentuk oversharing adalah mengunggah percakapan pribadi dengan pasangan, keluarga, atau teman. Entah apa tujuannya, mengunggah suatu percakapan pribadi rasanya tidak wajar dan menurunkan kualitas percakapan dan menjadi tidak berkesan, lebih lagi tanpa izin lawan cakap kita.
ADVERTISEMENT
Parahnya lagi, fenomena oversharing ini membuat pelakunya menjadi candu untuk terus berbagi seluruh cerita masalah yang sedang mereka alami. Secara tidak sadar, mereka sebenarnya menginginkan suatu pengakuan, atau bahkan hanya sekedar perhatian. Dalam psikologi, hal ini dapat dijelaskan melalui teori Maslow (1943). Fenomena oversharing yang ada tentu ada hubungannya dengan keinginan dan kebutuhan. Teori Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi beberapa urutan yang dapat menjelaskan oversharing.
Secara tidak langsung oversharing bisa mengarah pada kebutuhan fisik. Terdapat suatu hubungan antara orang yang melakukan overshare (terlalu banyak berbagi) dan keinginan mendapatkan imbalan berupa sesuatu yang memuat kebutuhan fisiknya terpenuhi. Contohnya, ketika seseorang sedang melakukan oversharing, orang tersebut berharap orang lain akan mendengarkannya dan membawa makanan ataupun minuman untuk menghibur dirinya.
ADVERTISEMENT
Oversharing mungkin adalah “naluri”, yaitu dilakukan tanpa desain sadar atau adaptasi yang disengaja, untuk memfasilitasi kelangsungan hidup. Artinya, seseorang tersebut menginginkan kebutuhan perlindungan-keselamatan-keamanan dari pendengarnya.
Contoh kecilnya, tidak sedikit orang yang melakukan oversharing dengan sengaja agar mendapatkan perlindungan dari pendengarnya, baik itu berupa perlindungan argumen ataupun perlindungan secara harfiah. Secara tidak langsung, bentuk oversharing yang dilakukan mengarah pada mencari keamanan atau sosok yang memberikannya aman, baik itu dalam berhubungan sosial ataupun dalam keadaan bahaya (teman yang melindunginya saat kondisi terancam).
Oversharing yang mengarah pada pemenuhan keamanan tersebut ditunjukkan dengan cara berbagi (baik itu berupa cerita, pengalaman, ataupun barang) pada seseorang atau kelompok dengan harapan kebutuhan keamanan tersebut dipenuhi. Hal tersebut bisa saja dilakukan dengan tidak sadar, sebab alam bawah sadar secara tidak langsung membutuhkan hal tersebut dan juga melihat potensi diri yang lemah (untuk beberapa orang) dan berujung pada pemenuhan kebutuhan keamanan tersebut dengan oversharing.
ADVERTISEMENT
Kebutuhan ketiga adalah kebutuhan sosial (perhatian sosial atau juga cinta). Di mana kebutuhan ini erat sekali kaitannya dengan stereotype masyarakat akan oversharing. Kebutuhan ini bisa diartikan sebagai kebutuhan rasa memiliki dapat diturunkan dari konsep teori awal Maslow (1943) dan dari tinjauan Baumeister dan Leary (1995) tentang konsep kurangnya interaksi yang dekat, langgeng, dan menyenangkan secara emosional dengan orang lain, baik dalam kelompok maupun dalam keluarga yang menghasilkan hubungan pribadi yang ditandai dengan perhatian afektif timbal balik. Dengan demikian, hubungan dekat dapat mengambil banyak bentuk, yang terutama adalah keluarga, serta persahabatan sesama jenis dan berbeda jenis, percintaan, pernikahan, kelompok kerja, dan bentuk lainnya. Oleh karena itu, oversharing ini berusaha mendapatkan semua itu dengan sharing atau berbagi suatu hal.
ADVERTISEMENT
Mengacu pada teori kebutuhan Maslow dan juga stereotipe masyarakat tentang oversharing, kebutuhan ketiga ini yang lebih mengarah pada perhatian menjadi kebutuhan yang paling dikejar oleh para pelaku overshare. Oversharing dijadikan sebagai metode atau alat untuk memenuhi kebutuhan yang juga menjadi keinginan akan perhatian, baik itu mengarah pada lingkungan sosial atau individu lain dalam lingkup atau lingkar pertemanannya. Sebab hal ini pula, muncullah tanggapan atau istilah “orang haus perhatian”.
Kemudian, sebab kebutuhan sosial ini pula akan mengarah pada kebutuhan selanjutnya. Menurut Akhtar (2020) menjelaskan bahwa perilaku oversharing yang dilakukan untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, meskipun orang tersebut merupakan orang baru. Tak hanya itu, kebutuhan sosial atau perhatian dan cinta ini tidak hanya bermakna negatif saja, oversharing bisa juga digunakan untuk mendapatkan perhatian dari pasangan atau mendekatkan diri dengan keluarga.
ADVERTISEMENT
Kebutuhan penghargaan, sebagai konsep keseluruhan, didefinisikan sebagai kurangnya rasa hormat yang dimiliki seseorang untuk dirinya sendiri atau kurangnya rasa hormat yang diterima seseorang dari orang lain. Kurangnya rasa hormat tersebut membuat orang atau individu melakukan oversharing. Di sisi lain, harga diri atau self-esteem, dari seseorang juga menjadi sebuah patokan tersendiri untuk melakukan oversharing. Misalnya, individu yang memiliki self-esteem rendah akan nyaman ketika bercerita karena dia merasa hal tersebut bisa menaikkan self-esteem-nya dan berujung pada oversharing.
Apabila dihubungkan oversharing terhadap kebutuhan penghargaan ini, maka akan ditemukan kuat korelasinya. Di mana tidak sedikit orang yang melakukan oversharing hanya untuk mendapatkan sebuah pujian atau sanjungan dari lingkungan sekitarnya. Tidak sedikit pula individu yang melakukan oversharing dengan bercerita terus-menerus untuk dipandang berwawasan luas, punya banyak relasi, banyak pengalaman, atau dipandang sebagai ahli.
ADVERTISEMENT
Shabahang dkk (2022), menjelaskan bahwa oversharing ini juga mengarah pada kebutuhan sebelumya yakni attention-seeking yang erat kaitannya dengan self-esteem seseorang. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa individu yang melakukan oversharing secara tidak langsung mengejar pujian atau sanjungan (sebagai bentuk penghargaan dari orang lain), baik itu sudah memiliki hubungan dekat atau baru.
Aktualisasi diri telah menjadi salah satu kebutuhan yang paling sulit untuk didefinisikan karena berada pada tingkat tertinggi dari teori ini dan dengan demikian merupakan konsep yang lebih abstrak. Maslow (1987) dalam buku Motivation and Personality menggambarkannya aktualisasi diri sebagai “Keinginan orang untuk pemenuhan diri, yaitu, kecenderungan bagi mereka untuk diaktualisasikan dalam potensi mereka. Kecenderungan ini dapat diungkapkan sebagai keinginan untuk menjadi lebih dan lebih dari apa yang istimewa”
ADVERTISEMENT
Individu yang mencapai aktualisasi diri bisa menghilangkan salah satu tingkat atau tidak mempermasalahkan apabila salah satu tingkat tidak terpenuhi kebutuhannya. Individu yang mencapai aktualisasi diri dan memiliki kekurangan tersendiri pada salah satu tingkat atau lebih, cenderung tidak mempermasalahkan kekurangan tersebut dan fokus pada aktualisasi dirinya atau menerima keadaan dirinya. Akan tetapi, salah satu dari keempat tingkat sebelumnya pasti ada satu yang dominan dan menjadi alasan untuk aktualisasi dirinya. Jika dilihat lebih dalam, aktualisasi diri cenderung mengarah pada kemampuan individu untuk menyadari dan memanfaatkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya untuk mencapai suatu tujuan dalam hidup.
Mengingat ada 4 tingkat kebutuhan ini, selalu ada salah satu tingkat yang cenderung dikejar untuk memenuhi aktualisasi diri ini. Individu yang tidak sadar melakukan oversharing cenderung memenuhi salah satu tingkatan kebutuhan untuk sampai pada aktualisasi diri. Misalnya pada tingkat kebutuhan ketiga atau keempat, yakni mengenai perhatian dan rasa hormat. Pelaku oversharing cenderung mengejar tingkatan tersebut untuk sampai pada aktualisasi diri, atau bahkan dengan sengaja melakukan oversharing untuk memenuhi kebutuhan itu sebab tingkatan tersebut yang secara tidak sadar dijadikan sebagai tujuan utamanya.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya oversharing bisa dilakukan secara sadar ataupun tidak, dan merupakan sebuah sikap atau sifat yang bisa dijadikan sebagai alat atau juga trik psikologis untuk mewujudkan sesuatu. Segalanya yang berlebihan akan berujung pada petaka, begitu pula oversharing. Meskipun berbagi pada teman sekitar juga merupakan kebutuhan, ada baiknya apabila kita dapat mengendalikan apa yang kita ucapkan atau tuliskan pada sosial media.
Oris Azahra S, Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta