Konten dari Pengguna

DBD di Cirebon dan Hari Malaria Sedunia: Ancaman Mengerikan yang Terabaikan

Otniel Jason
Mahasiswa S1 Biologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta. Saat ini sedang menempuh semester 6
7 Mei 2025 13:59 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Otniel Jason tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD. Sumber Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD. Sumber Freepik.com
ADVERTISEMENT
Tanggal 25 April lalu diperingati sebagai Hari Malaria Sedunia, sebuah momentum yang mengingatkan kita akan bahaya penyakit yang dibawa oleh nyamuk. Namun, di Kabupaten Cirebon, ancaman itu tidak hanya datang dari malaria, melainkan juga dari demam berdarah dengue (DBD).
ADVERTISEMENT
Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh dua jenis nyamuk yakni Aedes aegypti dan Aedes alobpictus betina.
Penyebaran penyakit ini terjadi dengan sangat cepat sehingga tidak heran bahwa kasus DBD di wilayah tropis termasuk Indonesia cenderung meningkat dengan pesat. Kasus DBD di Kabupaten Cirebon sendiri terus mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan. Menurut Data Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, selama 5 tahun terakhir kasus DBD menunjukkan lonjakan yang cukup signifikan. Pada tahun 2024 sekitar 1.687 kasus DBD tercatat, dengan enam di antaranya berujung pada kematian. Angka ini meningkat tajam dibandingkan tahun 2023 yang mencatat 728 kasus dengan lima kematian. Beberapa kecamatan seperti Plered dan Sumber menjadi wilayah endemis dari penyakit ini. Pada tahun 2025 sendiri, Dinas Kesehatan setempat mencatat sekitar 140 kasus DBD per bulan Februari.
ADVERTISEMENT
Lonjakan yang luar biasa ini disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah perubahan iklim yang ekstrem dan curah hujan tinggi yang menciptakan banyak genangan air, tempat ideal bagi nyamuk Aedes berkembang biak. Banyak tempat penampungan air yang dibiarkan terbuka, serta sampah plastik yang menumpuk menjadi sarang potensial bagi vektor virus dengue ini. Kondisi ini diperparah dengan kepadatan penduduk yang tinggi di beberapa wilayah yang membuat penyebaran virus semakin cepat dan sulit dikendalikan.
Sebagai penyakit tular vektor tercepat di dunia, DBD tidak boleh dianggap enteng. Dampak yang dihasilkan tidak hanya mempengaruhi sektor kesehatan namun juga bidang sosial dan ekonomi. Banyak korban, terutama anak-anak, yang harus dirawat di rumah sakit, sehingga membebani fasilitas kesehatan yang sudah terbatas. Di sisi lain, biaya pengobatan yang tinggi dan hilangnya produktivitas akibat rawat inap turut memberatkan keluarga berpenghasilan rendah.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, daerah harus memikirkan solusi yang lebih berkelanjutan dan tidak hanya bersifat musiman saja. Layaknya penanganan malaria, pengendalian DBD juga dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu menggunakan Wolbachia untuk mengurangi potensi penularan, pengguanaan kelambu berinsektisida, serta surveilans yang ketat.