Menyiapkan Mindset Jiwa Wirausaha kepada Anak

Rakhmawati Wulan Yuliarti
Saya adalah guru SDIT Alam Al Hikmah di Magelang yang ingin berbagi tulisan pada masyarakat.
Konten dari Pengguna
17 Maret 2023 12:49 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rakhmawati Wulan Yuliarti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: dok. pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto: dok. pribadi
ADVERTISEMENT
Galeri itu nampak sepi saat saya mengunjunginya. Mungkin sudah lima tahun lebih saya tidak berkunjung ke sini. Sekilas saya perhatikan, tidak ada banyak perubahan. Saya memberanikan diri untuk mengucap salam. Seorang wanita setengah baya keluar dan menyambut saya. Saya sampaikan maksud kedatangan saya, ingin bertemu Pak Agus, pemilik galeri.
ADVERTISEMENT
Saya utarakan maksud kedatangan saya, yaitu ingin meminta izin mengajak anak-anak belajar di galeri batik beliau. Kebetulan materi di sekolah tentang kewirausahaan. Saya merasa anak-anak butuh belajar praktik kewirausahaan secara langsung.
Secara teori mereka sudah memahami tentang kewirausahaan, namun untuk belajar secara konseptual, sekolah belum bisa memfasilitasi dengan maksimal. Oleh karena itulah, sekolah kami mempunyai program outing class. Outing class di sini bukan sekadar jalan-jalan asyik, lo ya. Tapi lebih ke pendalaman materi di kelas, di mana materi tersebut sulit diperoleh di sekolah secara langsung.
Alhamdulillah di tengah padatnya pesanan batik, Pak Agus mengizinkan kami untuk belajar di galeri beliau. Selaku guru, saya memilih belajar di galeri batik karena murah, lokasinya dekat dan tempat kondusif untuk kegiatan belajar anak-anak. Di sana anak-anak bisa praktik mulai dari membuat pola hingga menjadi batik sungguhan. Hasil karya anak-anak pun bisa dibawa pulang sebagai bukti pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Anak-anak sangat antusias untuk belajar membuat batik tulis. Kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah membuat pola, yang biasa disebut nyoret. Kain yang biasa dipakai untuk membatik biasanya adalah kain mori. Nah, anak-anak belajar menggunakan kain yang berukuran 30 cm x 30 cm yang sudah disiapkan.
Kegiatan berikutnya adalah membatik garis-garis dalam pola menggunakan malam yang sudah dicairkan. Kegiatan ini biasa disebut nglowong. Pada saat nglowong ini, diperlukan alat bantu berupa canting, wajan dan kompor kecil.
Jika sudah selesai memberi malam pada seluruh pola, selanjutnya adalah memberi warna. Caranya, dengan menyapukan warna yang diinginkan menggunakan kuas ke kain. Warna yang kami gunakan adalah pewarna sintetis remasol. Pewarna ini mempunyai warna yang cerah dan tidak mudah luntur. Setelah diwarnai, kain dikeringkan dengan cara dijemur.
ADVERTISEMENT
Setelah semua kain yang diwarnai kering, kegiatan selanjutnya adalah melakukan pencelupan. Ada tiga pencelupan yang dilakukan yaitu pencelupan di larutan naptol, larutan garam warna dan air pembilas. Saat pencelupan, anak-anak harus memakai sarung tangan karena sifat larutan yang keras, bisa membuat kulit gatal.
Kegiatan terakhir dalam pembuatan batik adalah pelunturan malam. Biasanya disebut nglorot. Caranya adalah dengan memasukkan kain yang sudah selesai proses pencelupan ke air panas yang sudah dicampur soda ash dan soda api. Kain dicelup-celupkan dengan penjepit hingga semua malam larut. Selanjutnya, kain dibilas di air yang bersih, diperas dan diangin-anginkan hingga kering.
Selama kegiatan berlangsung, semua anak terlihat senang dan antusias. Ternyata belajar dengan praktik secara langsung lebih menyenangkan daripada hanya belajar dari buku. Kegiatan pembelajaran seperti ini sering disebut dengan contextual teaching and learning.
ADVERTISEMENT
Contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Pada kegiatan outing kali ini, semua siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Mereka memiliki proyek menyelesaikan batik masing-masing. Lalu apa kaitannya dengan materi kewirausahaan? Secara sederhana, wirausaha biasa diartikan menciptakan lapangan kerja sendiri.
Sedangkan kewirausahaan adalah suatu usaha untuk menentukan, mengembangkan, kemudian menggabungkan inovasi, kesempatan, dan cara yang lebih baik agar memiliki nilai yang lebih dalam kehidupan. Jiwa wirausaha sangat bagus dikenalkan pada anak-anak sejak dini.
Sembari menunggu kain batik hasil karya anak-anak kering, kami berdiskusi bersama pak Agus. Beliau menjelaskan perbedaan nilai jual kain biasa dan kain yang sudah dibatik. Kain yang semula hanya berharga Rp 50.000 bisa memiliki nilai jual tinggi setelah dibatik, yaitu mulai Rp 200.000 hingga jutaan rupiah.
ADVERTISEMENT
Secara spontan, karena rasa keingintahuan anak-anak, terjadi diskusi yang sangat menarik. Mereka menanyakan awal mula perintisan usaha batik ini. Mulai dari mengapa memilih batik untuk usaha, kapan dilakukan, bagaimana caranya, semua ditanyakan. Setiap mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, semakin banyak hal yang ingin diketahui. Manfaat yang didapatkan, hambatan yang dihadapi, sikap ketika ada hambatan, semua mereka tanyakan.
Saya berpikir, dengan kegiatan pembelajaran seperti ini ternyata bisa mengubah mindset anak-anak. Bahwa kelak ketika mereka dewasa, tidak hanya mengandalkan menjadi pekerja kantoran, tapi menjadi seorang wirausaha ternyata adalah hal yang menarik dan bisa menjadi pilihan.
Saat seorang anak menanyakan omzet penjualan di galeri batik tersebut, kami langsung terbelalak ketika mendengar nominalnya. Wow!!! Saya amati mereka menjadi jadi tambah semangat jadi wirausahawan.
ADVERTISEMENT
Saya teringat juga pada seorang siswa yang selalu memilih talent class Agrobisnis di sekolah. Alasannya membuat kita harus mengacungkan jempol, “karena agrobisnis itu asyik, bisa belajar bertani dan mengolah hasil yang kita tanam lalu dijual”. Kedengarannya memang sederhana, namun bagi seorang anak SD, menurut saya, itu sangat keren. Mindset jadi entrepreneur sudah tertanam pada dirinya sejak awal sehingga dia bisa memilih mana yang harus dipelajari.
Selain outing class sebenarnya di sekolah juga ada program pengembangan diri life skill. Dan yang paling anak-anak sukai adalah kegiatan Market Day yang rutin dilaksanakan tiap dua pekan sekali. Semua siswa diberi kepercayaan untuk menjadi penjual di kegiatan tersebut secara bergiliran sesuai kemampuannya.
Saat menjadi penjual, mereka harus menyiapkan produk yang akan dijual. Saat kegiatan berlangsung, diperbolehkan adanya tawar menawar seperti di pasar pada umumnya. Ini merupakan salah satu pembelajaran langsung untuk mereka, harus bisa menghitung untung ruginya.
ADVERTISEMENT
Di kelas besar, setelah kegiatan selesai, mereka diminta mengkalkulasi hasil penjualannya. Mulai dari biaya membeli bahan dasar, pengolahan, packing dan hasil penjualan mereka. Lalu membuat kesimpulan, untung atau rugi. Jika rugi, mereka harus merefleksi, apa yang membuat rugi. Sehingga saat berjualan selanjutnya tidak akan terulang lagi.
Selama saya menjadi guru, saya merasa sangat bahagia saat apa yang saya berikan pada siswa memberikan manfaat baik bagi diri dan lingkungannya. Apalagi bisa mengubah mindset mereka tentang suatu hal. Mindset menjadi wirausaha ini salah satunya. Masa depan anak-anak kita tidak ada yang tahu.
Perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat manusia harus berpikir kreatif dan inovatif untuk bisa melanjutkan hidupnya. Siapa yang menyangka bahwa kelak, kantor-kantor akan sepi karena semua sudah dijalankan oleh robot dan mesin.
ADVERTISEMENT
Lalu kita harus ngapain, ya? Nah, itulah mengapa sangat diperlukan untuk mengubah mindset anak-anak sejak dini. Jadi, menjadi seorang wirausahawan, siapa takut?