Konten dari Pengguna

Desa Tumang, Desa Pengrajin Tembaga di Lereng Gunung Merapi

Oxa Rizky Harvian
Mahasiswa Komunikasi Terapan Universitas Sebelas Maret
17 Juni 2021 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Oxa Rizky Harvian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Produk hasil kerajinan tembaga. Foto: Puspita Triwiijayanti
zoom-in-whitePerbesar
Produk hasil kerajinan tembaga. Foto: Puspita Triwiijayanti
ADVERTISEMENT
Desa Tumang dikenal sebagai desa sentra industri kerajinan tembaga dan kuningan di Boyolali. Desa yang terletak di Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali ini dapat dicapai dari jalur Solo-Selo-Boyolali ataupun melalui jalur Boyolali-Ampel ke arah barat. Desa Tumang ditetapkan sebagai salah satu desa wisata pada masa pemerintahan Presiden Megawati.
ADVERTISEMENT
Salah satu pengrajin tembaga dan kuningan di Desa Tumang adalah Bapak Beni Daryanto. Bapak Beni mengaku sudah menjadi pengrajin tembaga secara mandiri sejak tahun 2001. Ruang tamu rumahnya difungsikan sebagai display room dan di samping rumahnya ada sebuah bengkel tempat dirinya dan para pekerjanya membuat kerajinan dari tembaga.
Ketika baru merintis usahanya, Pak Beni memasarkan produknya dengan mengikuti berbagai pameran. Lama-kelamaan, produknya mulai dikenali dan pesanan mulai berdatangan.
Lama pembuatan setiap produk kerajinan yang dibuat Pak Beni sangat bervariasi, ada yang bisa selesai dalam hitungan hari, ada yang bahkan berbulan-bulan baru bisa diselesaikan.
“Untuk satu item lampu, katakanlah untuk lampu meja atau lampu kamar atau lampu dinding kecil per satu hari mungkin jadi. Tapi kalau untuk yang lampu besar itu bisa sampai dua minggu, bisa satu bulan untuk satu item,” terang Pak Beni.
ADVERTISEMENT
Harga yang dipatok untuk setiap item juga sangat bervariasi, tergantung dari lama pengerjaan dan tingkat kesulitan. Ada yang dihargai sekitar Rp 500.000,00 per itemnya, ada juga yang bisa mencapai Rp 50 juta per itemnya.
Di tengah pandemi COVID-19 ini, Pak Beni mengaku sedikit kesulitan dalam memasarkan produknya. Hal itu dikarenakan klien dari Pak Beni sendiri kebanyakan berasal dari luar Pulau Jawa.
“Untuk pesanan kita tetap berkurang karena, kan, tamu yang dari luar daerah itu dibatasi dan sedangkan pasar kita itu, kan, banyak yang dari Bali, dari Kalimantan. Itu yang mempengaruhi pemasaran kita,” tutupnya.