Polarisasi Politik

H Pagili Ahmad, Spd, Spd I, Mpd
Akademisi dan pemerhati politik Universitas Muhammadiyah Malang. Aktif sebagai pengurus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Alok Barat, Kab. Sikka, NTT. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Pemana, Nusa Tenggara Timur. (Pensiun 2022)
Konten dari Pengguna
6 Januari 2023 14:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari H Pagili Ahmad, Spd, Spd I, Mpd tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi politik/sumber: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi politik/sumber: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di Indonesia tampak jelas suasana polarisasi politik ketika pelaksanaan pentas demokrasi pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2017 dan pemilihan presiden tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Polarisasi politik adalah konvergensi sikap politik yang terjadi di masyarakat menuju ekstrem ideologis. Polarisasi merupakan terbelahnya masyarakat dalam menyikapi isu-isu politik yang disebabkan perubahan sosiokultural dalam masyarakat dan munculnya elite-elite politik baru yang memanfaatkan perubahan itu.
Eve Warbuston (2019) sarjana asal Australia menegaskan bahwa polarisasi di Indonesia sudah menggerus lembaga lembaga demokrasi dan merusak bangunan sosialnya (polarization Is already eroding Indonesia,s democratic institutions and damaging ist social fabric).
Polarisasi politik adalah fenomena baru dalam dunia politik Indonesia, mulai dikenal pertama kali sejak rezim Suharto yang menjalankan politik deideologisasi dan masa mengambang. Partai politik pada saat itu tidak boleh memiliki cabang di bawah tingkat Kabupaten.
Polarisasi politik bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara lain seperti Amerika Serikat, India, Turki, Inggris, Bolivia, Brasil, Venezuela, dan Kolombia. Negara negara ini berjuang keras mengatasi ketegangan dan konflik akibat terbelahnya sikap politik masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ada 6 masalah kronis yang muncul akibat terbelahnya poltik di dalam masyarakat (polarisasi politik) yaitu :
a. Merusak institusi demokrasi.
b. Melemahkan dan menghalang halangi proses pembuatan undang-undang.
c. Berdampak pada pelecehan institusi kepresidenan.
d. Menghilangkan kredibilitas partai politik
e. Membangun sikap masyarakat terhadap isu-isu yang terkait kebijakan luar negeri.
f. Meningkatkan intoleransi dan kekerasan di masyarakat.
Polarisasi politik tidak selalu memberi efek buruk, malah justru berpotensi meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memperkuat dukungannya bila jeli memperhatikan dua syarat berikut ini. (1) para elite tidak terdorong untuk terus melakukan eksploitasi politik identitas untuk menyerang kelemahan lawan. (2) publik tidak terus menerus saling menebar kabar bohong dan ujaran kebencian terutama lewat media sosial.
ADVERTISEMENT