Politik Jalan Tengah

H Pagili Ahmad, Spd, Spd I, Mpd
Akademisi dan pemerhati politik Universitas Muhammadiyah Malang. Aktif sebagai pengurus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Alok Barat, Kab. Sikka, NTT. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Pemana, Nusa Tenggara Timur. (Pensiun 2022)
Konten dari Pengguna
31 Januari 2023 16:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari H Pagili Ahmad, Spd, Spd I, Mpd tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi konsep politik/sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi konsep politik/sumber: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konsep politik jalan tengah (middle way) pertama kali tercetus oleh Jenderal Abdul Haris Nasution. Konsep tersebut merupakan langkah tepat yang menginginkan militer tidak hanya berperan sebagai alat pertahanan keamanan negara, tetapi juga militer harus mampu menjalankan fungsi sosial politiknya dalam menentukan arah kebijakan politik negara.
ADVERTISEMENT
Sejarah telah banyak mencatat tentang kiprah para elite bangsa Indonesia dalam memenuhi kebijakannya memilih politik jalan tengah. Gaya Soekarno dengan memadukan nasionalis, agama dan komunis.
Sementara masa Soeharto mampu berlindung dalam kekuatan militer dengan Dwifungsi ABRI. Bahkan SBY dan Jokowi mampu tampil maksimal dengan melibatkan militer ke dalam dunia politik meskipun secara tidak langsung dan mampu mengantarkan dua presiden itu sampai dua periode.
Banyak elite politik dunia yang berhasil karena memilih konsep "politik jalan tengah" sebagai gaya politik ketika memimpin negara, sebagaimana peran tokoh dunia berikut ini.
Pertama, Recep Tayyip Erdogan. Presiden Turki sejak tahun 2014 hingga sekarang—salah satu contoh yang memilih politik jalan tengah,—menjadi berhasil karena gaya politiknya yang cenderung moderat.
ADVERTISEMENT
Politikus Turki yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri sejak 14 Maret 2003 hingga 28 Agustus 2014 ini dalam menjalankan politik luar negerinya sangat agresif dan menempatkan Turki langsung berada di garda terdepan.
Dunia tercengang melihat gaya tampilan politiknya sehingga orang nomor satu Turki yang lahir 22 Februari 1954 ini menjadi sukses dalam membawa misi mengembalikan kejayaan Turki di masa dinasti Ottoman.
Kedua, Vladimir Putin. Presiden Rusia yang menjabat sejak 7 Mei 2012 ini menjadi populer karena gaya politiknya yang tetap misterius namun berusaha moderat. Presiden terlama kedua setelah Presiden Belarusia di bumi Eropa ini tampak dalam kepemimpinannya terlihat tidak agresif dalam menjalankan politiknya sehingga terkesan tidak otoriter.
Keberhasilan Putin terutama dalam menghadapi perang melawan Ukraina saat ini, membuat Amerika Serikat dengan NATO dan teman-temanya berpikir panjang bila ingin membantu Ukraina atau minimal membantu secara sembunyi-sembunyi politik jalan tengah yang dilakoni Presiden Putin membuat dunia menjadi bertanya dan sulit di baca arah politik Rusia karena gaya politiknya yang tetap misterius.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Joseph Robinnete Biden Jr alias Joe Biden. Politikus AS yang harum namanya setelah mengalahkan Trump, dilantik pada 20 Januari 2021 sebagai Presiden yang ke-46 Amerika Serikat. Joe Biden mampu mengungguli Trump dengan suara signifikan sehingga membawanya menjadi pimpinan tertinggi polisi dunia saat ini.
Keuntungan bagi Joe Biden karena politiknya yang sangat moderat dengan memperhatikan nasib imigran dari berbagai negara yang datang menetap di AS. Sebaliknya gaya politik Trump yang ultra nasionalis menjadi sebuah ironi bagi bangsa AS yang mengklaim sebagai leluhur demokrasi bersandar pada HAM dan Kesetaraan. Namun Trump tidak mampu bertahan karena ia mengabaikan politik jalan tengah.
Sebagai penutup, sampai saat ini kita bisa melihat jika konsep politik jalan tengah masih efektif digunakan untuk membangun negara karena terjadi harmoni antara pemerintah dengan perangkat militer, meskipun konsep ini bekerja dengan baik kita sebagai masyarakat tidak boleh lengah.
ADVERTISEMENT
Ingat! Jika kita lengah dan tidak melakukan kontrol terhadap pemerintah dengan gaya kepemimpinan "politik jalan tengah" besar kemungkinan akan terjadi kepemimpinan otoriter gaya baru.