Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Bencana alam 28 September 2018 yang melanda wilayah Kota Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala), Sulawesi Tengah, banyak pelajaran berharga diperoleh.
ADVERTISEMENT
Salah satunya mengenai sejumlah teori mitigasi bencana yang didapatkan selama ini telah terpatahkan oleh peristiwa gempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Pasigala.
"Jadi kesimpulannya, jika terjadi gempa dan kita berlari ke tempat terbuka, kita harus melihat situasi di sekelilingnya, kemungkinan potensi likuefaksi ada atau tidak," kata Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola saat menghadiri sekaligus membuka Pameran Khusus Sejarah Alam dan Kebencanaan yang mengangkat tema "Mitigasi Bencana Alam Berbasis Kearifan Lokal" di UPT Taman Budaya dan Museum Sulawesi Tengah di Palu, Kamis (3/10).
Untuk itu kata Longki, pemahaman tentang kebencanaan memegang pengaruh sangat penting dalam proses penyelamatan diri. Pada kesempatan itu ia mengimbau masyarakat untuk mempelajari dan memahami terkait kebencanaan dan mitigasi bencana. Hal tersebut sangat perlu dipahami agar bisa meminimalisir dampak korban akibat bencana, sembari mengungkit sejarah bencana alam yang pernah terjadi di wilayah Sesar Palu Koro.
ADVERTISEMENT
Pameran khusus tersebut memamerkan foto dampak kerusakan pascabencana yang melanda Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong 28 September silam.
Foto yang ditampilkan merupakan gambar yang didokumentasikan sehari pascamusibah, yaitu tanggal 29 September. Selain memamerkan foto, pameran ini juga menampilkan proses terjadinya gempa bumi, tsunami dan likuefaksi secara visual.
Pameran khusus yang digelar tanggal 3 hingga 8 September ini dihadiri Anggota DPRD Sulteng Alimudin Paada, Kepala Museum Basoeki Abdullah, Maeva Salmah serta Kepala OPD terkait.
Reporter: Mallongi