Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Wajah Dirwan Korompot (46) tampak ketakutan ketika pembicaraan kami tak sengaja menyinggung peristiwa tsunami Palu . Ia rupanya jadi salah satu korban gempa Palu kala itu. Di sana, ia hampir saja tewas tertindis beton bangunan atau bisa saja terkena terjangan tsunami.
ADVERTISEMENT
"Jujur saja saya sampai sekarang masih trauma," kata Dirwan kepada PaluPoso, Minggu (1/12). Dirwan Korompot merupakan salah seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Parigi Moutong.
Saat kejadian, ia beserta beberapa anggota KPU se-Sulteng mengikuti kegiatan Penyusunan Anggaran Pemilu tahun 2019, di salah satu hotel di Teluk Palu. Saat gempa terjadi, ia berada di lantai dua menunggu salat Magrib. Tiba-tiba saja gempa terjadi, guncangannya begitu dahsyat, hingga membuat beton-beton bangunan dari lantai tiga jatuh ke lantai mengenai bangunan lainnya.
"Saya sempat terjebak. Beruntung ada beton yang lobang dan di situlah saya keluar," kenangnya.
Temannya sesama komisioner dari daerah lain tidak beruntung. Ia dinyatakan meninggal dunia setelah ditemukan tertindis beton lantai tiga yang menimpa kamarnya. Padahal, Dirwan masih ingat, seminggu yang lalu, ia bersama rekannya itu sempat kerja bersama menyelesaikan tugas-tugas KPU.
ADVERTISEMENT
"Seandainya saya ikut dia tidur sama-sama di kamarnya mungkin saya akan meninggal karena tertindis beton juga," ujar Dirwan.
Ia masih ingat bagaimana ia berusaha keluar dari bangunan itu bersama penghuni hotel lainnya. Menurut cerita temannya, mereka melihat beberapa pramugari dan pilot masih menggunakan pakaian dalam keluar dari gedung. Namun, orang-orang sudah tidak saling mempedulikan lagi sebab kondisi saat itu sangat mencekam.
"Itu cerita temanku. Mereka lihat seperti itu. Saya sendiri sudah tidak peduli dengan situasi saya sangat ketakutan," ungkap dia.
Ketakutannya menjadi-jadi manakala saat baru pertamakali menginjak tanah, ia mendengar suara teriakan bahwa air laut naik. Ia mendengar sendiri bagaimana suara gemuruh air semakin dekat. Tanpa pikir panjang, Dirwan segera lari menjauh dari hotel dengan seluruh tenaga yang tersisa.
ADVERTISEMENT
"Sampai di Jalan Ponegoro saya lihat mobil pick up jalannya pelan, saya melompat naik ke atas. Dan sampai di Tavanjuka," katanya.
Esok harinya, seluruh anggota komisioner di data kembali. Dalam pendataan Dirwan dinyatakan belum ditemukan sebab tidak ada yang melihat dirinya selamat. Beruntung seorang kerabat mengenalnya dan langsung mengabarkan bahwa dirinya selamat.
"Dua hari setelah gempa saya sudah kembali ke Parigi. Saya sangat trauma dengan kejadian itu," ujar Dirwan.
Karena rasa traumanya, hingga kini Dirwan masih kaget dan bereaksi bila mendengar suara gemuruh, terutama ketika hujan.
"Saya sampai sekarang kalau hujan, tiba-tiba bangkit tanpa sadar saya. Secara refleks dan berteriak keluar... keluar gempa! Nanti istri saya yang sadarkan saya kalau itu cuma hujan baru saya tenang kembali," kata Dirwan.
ADVERTISEMENT
Kediaman Dirwan di Desa Tolole, Kecamatan Ampibabo, berdekatan dengan laut. Jaraknya hanya 50 meter dari bibir pantai. Tapi itu tidak menjadi soal bagi dia walaupun nyawanya sempat terancam terkena tsunami. Justru ia paling takut mendengar suara hujan karena bunyinya seperti bangunan yang akan runtuh.
Kini bencana itu sudah setahun lebih berlalu. Rasa traumanya memang belum pulih. Sulit bagi dia menyembunyikan kengeriannya kala itu.