Erviani, Kuli Perempuan sebagai Tulang Punggung Keluarga

Konten Media Partner
12 Juli 2020 17:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Erviani. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Erviani. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Tak pernah terlintas di benak Erviani, jika kini ia harus bekerja jadi kuli. Sejak suaminya meninggal dunia, ia ambil peran sebagai tulang punggung keluarga. Bagi Erviani, tidak ada pilihan lain. Ia dan kedua anaknya butuh makan. Di balik ketegaran yang ia tunjukkan, di matanya nampak jelas berat beban yang ia pendam.
ADVERTISEMENT
Setahun sebelumnya, Erviani bekerja sebagai cleaning service di salah satu Universitas Negeri di Kota Palu. Sayang, sejak Januari 2020 kontrak selesai dan tak lagi dilanjutkan. Erviani mengaku, kala itu ia terus mencari pekerjaan. Ia coba berkunjung ke rumah sanak saudara berharap bisa dipekerjakan. Entah itu mencuci pakaian, membersihkan rumah atau apa saja yang ia bisa.
Sampai akhirnya, ia tiba di rumah Atika, tantenya. Atika, bendahara KSM Poya Papitu, saat ini mengelola pembangunan infrastruktur lingkungan di Kelurahan Tondo. Atika sendiri juga ikut menjadi buruh dalam padat karya pembangunan itu. Sebab, usaha jualan minuman sachet tak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pada awalnya, Atika tidak tega membiarkan Erviani ikut menjadi pekerja kasar. Mengingat pekerjaan sebagai buruh tentu menguras tenaga dan tak lazim bagi seorang ibu rumah tangga. Namun, Erviani tetap saja bersikeras.
Erviani bersama rekannya saat bekerja menjadi buruh bangunan jalan rabat beton di Palu. Foto: Istimewa
Nyatanya, Erviani tak sendiri. Pembangunan jalan rabat beton sepanjang 252 meter ini melibatkan 24 orang tenaga kerja, yang 5 di antaranya perempuan dengan nasib yang kurang lebih sama.
ADVERTISEMENT
Sudah hampir seminggu ini Erviani bekerja dalam padat karya. Saban hari berjibaku dengan pasir, kerikil dan batu. Ia memang mengaku mampu melakukan itu semua. Tapi menyaksikan sosok ibu menjadi buruh tentu membikin hati jadi pilu.
Sore itu, usai wawancara, Erviani mengenakan lagi masker dan helm proyeknya bersiap kembali bekerja. Peluh belum pula kering dari wajahnya. Dengan nada yakin ia mengatakan ingin terus bekerja dan tak akan berhenti. Sekalipun menguras tenaga, perempuan yang lebih setahun menjanda ini bersyukur bisa mencari nafkah.
Kisah hidup setiap orang berbeda. Tetapi, akan selalu ada benang merah yang menghubungkan kita semua sebagai manusia, bahwa Erviani adalah refleksi ibu kita-yang rela mengorbankan segala yang ia punya demi anak-anaknya.
ADVERTISEMENT