Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Kepala Balai pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kota Palu, Sulawesi Tengah, Fauzi Ferdiansyah mengatakan kosmetik sudah menjadi kebutuhan bagi perempuan. Rasanya tidak lengkap jika tidak menggunakan kosmetik.
ADVERTISEMENT
“Bahkan tidak sedikit laki-laki pun yang mulai ikut menggunakan kosmetik untuk penampilan,” kata Fauzi, Rabu (1/1).
Kosmetik umumnya merupakan campuran beragam senyawa kimia, beberapa bahan kosmetik terbuat dari sumber-sumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis. Namun, sayangnya beberapa pedagang nakal tidak puas. Ingin untung tanpa memikirkan efek samping pelanggan.
Mencampurkan bahan kimia berbahaya di dalam campuran komposisi kosmetik jadi cara cepat untuk menyakinkan kepada pelanggan bahwa produknya berkhasiat dan cocok untuk semua kulit.
Dia menuturkan bahwa peredaran kosmetik ilegal atau kosmetik palsu di wilayah Provinsi Sulawesi sudah marak. Kosmetik ilegal adalah kosmetik yang diperjualbelikan tanpa memiliki ketentuan yang jelas.
“Peredaran kosmetik ilegal ataupun kosmetik palsu di Provinsi Sulawesi Tengah ini bukan hanya di pasar tradisional tetapi juga ada di pedagang eceran di pinggir jalan bahkan ada di toko-toko besar di Kota Palu,” kata Fauzi.
ADVERTISEMENT
Dijelaskannya, berdasarkan temuan BPOM saat melakukan uji sampling, kosmetik ilegal atau kosmetik palsu yang beredar itu mengandung bahan-bahan kimia berbahaya seperti mercury, Hydrokinon dan Asam Litenoat. Bahan kimia ini biasanya paling banyak dicampurkan ke dalam kosmetik khusus wajah atau kosmetik pemutih.
Berdasarkan data 2019 Januari hingga November ada lima merk kosmetik ilegal yang dilakukan uji labolatorium. Tiga merk diantaranya positif mengandung mercury, Hydrokinon dan Asam Litenoat.
“Kami mengamankan ratusan item dari tiga merk tersebut dan kerugiannya dipastikan mencapai Rp50 juta,” ujar Fauzi.
Sementara itu untuk uji sampling kosmetik legal, dari 634 sampel ada 498 yang memenuhi syarat dan 136 tidak memenuhi syarat. “Dari 136 itu ada 4 yang tidak memenuhi syarat pengawasan label dan 132 sampling mengandung mikrobiologi,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Lanjut Fauzi, pada 2018 BPOM melakukan pemeriksaan terhadap sarana distribusi kosmetik. Dari 192 sarana, ada 67 sarana tanpa izin edar dan 2 sarana dengan pelanggaran kosmetik kedaluarsa.
Menurut Fauzi setiap tahun pelanggaran kosmetik palsu, ilegal maupun yang tidak memenuhi syarat setiap tahunnya mengalami penurunan.
“Presentase di tahun 2018 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2017 yang mencapai 39,65 persen, namun masih tinggi dibandingkan 2016 sebesar 23,42 persen,” pungkasnya.