Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Sulteng Meningkat 2 Kali Lipat
2 Desember 2021 10:13 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Sulteng mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode Januari-Oktober 2021 di Sulteng sebanyak 377 kasus. Jumlah tersebut melampaui angka pada 2020 yang mencapai 174 kasus atau terjadi peningkatan kasus sebanyak 2 kali lipat.
ADVERTISEMENT
Korban paling banyak mengalami tindak kekerasan adalah perempuan sebanyak 347 kasus, sedangkan korban laki-laki tercatat 83 kasus.
“Jumlah korban berdasarkan data yang kami olah dari tempat kejadian antara lain di rumah tangga, tempat kerja, sekolah, fasilitas umum, lembaga pendidikan kilat. Yang paling banyak itu di rumah tangga yaitu kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga),” kata Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak, Sukarti, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (2/12).
Ia menerangkan, kasus yang dilaporkan dengan jumlah terbanyak adalah Kota Palu mencapai 121 kasus. Di urutan ke 2, Kabupaten Buol 62 kasus, kemudian Kabupaten Poso 49 kasus dan Kabupaten Sigi 34 kasus. Sedangkan Morowali dan Parigi Moutong tercatat 19 kasus.
ADVERTISEMENT
“Jumlah korban berdasarkan tempat kejadian, tertinggi di rumah tangga jumlahnya 254 kasus. Selama pandemic, kita pada umumnya berada di rumah sehingga kasus kekerasan memang tinggi karena pertemuan yang terlalu sering berlangsung lama, kemudian ada juga pemicu stres karena banyak rumah tangga yang kehilangan pekerjaan,” kata Sukarti.
Ia mengungkapkan, kasus yang sering kali terjadi dikarenakan faktor ekonomi. Terlebih lagi untuk Sulteng khususnya di wilayah Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong atau Pasigala di mana 4 wilayah ini pernah dilanda bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi.
“Jadi dengan situasi bencana dan disusul dengan situasi COVID-19, itu ibaratnya kita berada di situasi belum sepenuhnya pulih dilanda lagi kesulitan yang ada, hal itu sering menjadikan orang stres karena banyak keterbatasan,”ujarnya. **
ADVERTISEMENT