Kenaikan Cukai Rokok Bukan Solusi Menurunkan Jumlah Perokok

Konten Media Partner
5 Januari 2020 17:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Rokok. Foto: Dok. PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rokok. Foto: Dok. PaluPoso
ADVERTISEMENT
Penetapan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 23 persen menuai pro dan kontra.
ADVERTISEMENT
Menurut Pengamat Ekonomi Universitas Tadulako (Untad), Dr Achlis, salah satu cara untuk mengurangi perokok di Indonesia bukan dengan menaikkan cukai tetapi aturan larangan merokok yang dijalankan dengan tegas.
Dia mengatakan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 Tahun 2019, mulai efektif berlaku 1 Januari 2020. Salah satu tujuannya adalah menambal defisit BPJS, mengurangi konsumsi rokok terutama prevalensi rokok pada anak dan remaja yang naik dari 7 persen ke 9 persen.
Kemudian mengatur industri rokok dan meningkatkan penerimaan negara.
Menurutnya, beberapa hal tersebut menimbulkan tanda tanya. Bagi Achlis, tujuan kenaikan CHT patut dikaji kembali mengingat dampak kenaikan ini pada masyarakat perokok yang dominan adalah masyarakat kelas menengah ke bawah.
“Dugaan saya kenaikan CHT sebesar 23 persen dapat menggerus daya beli masyarakat terutama masyarakat miskin. Apa mereka serta merta akan menghentikan perilaku merokok terutama menghentikan secara drastis,” ujarnya dengan nada tanya.
Dr Achlis, Pengamat Ekonomi Universitas Tadulako. Foto: Istimewa
Dijelaskannya, rokok menjadi komponen penyumbang inflasi pada beberapa daerah. Sehingga Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan sebaiknya bekerjasama mengkampanyekan PMK ini. Salah satu yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sosialisasi pada pedagang eceran untuk melarang usia sekolah membeli rokok.
ADVERTISEMENT
“Hal ini, ada rokok elektrik, pemerintah dapat mengenakan cukai sesuai emisi sepert pada vape sebesar 57 persen sesuai PMK 146 Tahun 2017,” ujarnya.
Diakuinya beberapa negara maju pun ada yang memberlakukan kenaikan CHT dengan tujuan yang baik, namun harus dibarengi dengan peraturan yang tegas.
“Ada aturan dilarang merokok, yah cobalah ditegaskan biar ada efek jera,” katanya.
Ia tidak yakin jika kenaikan CHT akan mengurangi jumlah perokok. Pasalnya, sifatnya adiktif nikotin dan perlu waktu untuk mengubah cara berpikir perokok untuk beralih ke pembelanjaan yang lebih berguna dan bermanfaat.
“Salah satu tingkat kemiskinan tinggi juga karena jumlah perokok yang meningkat dan masyarakat di Sulteng lebih memilih membelanjakan uangnya untuk rokok dari pada makanan,” katanya.
ADVERTISEMENT