Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten Media Partner
Kisah Tukang Pangkas Rambut Hidup Kembang Kempis di Tengah COVID-19
8 Mei 2020 18:52 WIB

ADVERTISEMENT
Nasib pilu dialami empat tukang cukur rambut manual di Kota Palu, Sulawesi Tengah, di tengah pandemi COVID-19. Siang itu, tampak tak ada yang harus dikerjakan. Situasi di tempat itu terlihat lengang. Beberapa dari mereka memilih baring di bangku kayu panjang sambil menunggu pelanggan dengan harapan ada yang datang untuk pangkas rambut.
ADVERTISEMENT
Tak ada pelanggan, tak ada penghasilan dan hidup seakan semakin pas-pasan. Kalimat inilah yang diungkapkan Aguslan (49), salah seorang pelaku pangkas rambut manual yang mangkal di simpang empat Pasar Inpres Manonda, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu.
Ia bernasib sama dengan tiga rekannya, Marzuki (45), Nursam (41) dan Ahya (43). Beberapa hari terakhir ini, ke empat tukang cukur rambut manual ini tidak berpenghasilan dikarenakan tidak ada pelanggan yang datang untuk cukur rambut.
“Dari awal ada Corona di Kota Palu pelanggan mulai sepi dan untung-untung dalam satu hari ada yang datang cukur rambut,” kata Aguslan, saat ditemui Jumat (8/5).
Aguslan memulai usaha cukur rambut pada 1995 di dalam Pasar Manonda. Kala itu biaya cukur rambut dipatok dengan harga Rp2.000 per kepala. Setelah dua tahun, ia dan rekannya kemudian direlokasi ke luar pasar.
ADVERTISEMENT
Pada waktu itu, pangkas rambut dengan menggunakan alat-alat manual masih laris manis dan gaya potongan rambut pun belum banyak model.
Sayangnya zaman tak selalu berpihak pada Aguslan yang sampai sekarang masih menggunakan alat cukur manual.
“Sekarang masih ada yang cukur manual, paling pelanggan. Orang-orang banyak beraktivitas di pasar ini yang jadi pelanggan,” ujarnya.
Kini cukur rambut manual perlahan terkikis dengan kehadiran pangkas rambut Madura, barbershop dan salon. Apalagi di tengah pandemi COVID-19, tukang cukur rambut manual harus bersaing dengan pangkas rambut online yang menerima panggilan potong rambut di rumah dengan perlengkapan APD.
“Jangankan lengkap begitu, masker saja mau beli kita ba pikir. Mereka bisa diundang-undang, istilahnya jemput bola,” ujar Aguslan.
ADVERTISEMENT
Aguslan merupakan warga Desa Sunju, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Jadi tukang cukur rambut adalah satu-satunya mata pencarian Aguslan. Istrinya adalah ibu rumah tangga dan sesekali mendapat penghasilan dari insentif sebagai buruh di perkebunan sekitar tempat tinggal mereka.
“Bantu panen di kebun, yah adalah penghasilan tambahan meskipun hanya sekali saja,” cerita Aguslan.
Bapak empat anak ini mengakui kondisi di tengah virus Corona jadi beban bagi ia dan keluarganya. Pasalnya, selain penghasilan yang kurang, bahan kebutuhan pokok yang ikut melonjak juga jadi pikiran Aguslan dan istri untuk mempertimbangkan pengeluaran sehari-hari.
“Dulu sebelum Corona ini orang yang gunting rambut yah 5 sampai 10 orang, tapi sekarang untung-untung ada 1 orang yang datang,” ujarnya dengan raut muka terlihat sedih.
ADVERTISEMENT
Entah mau mengadu kepada siapa, Aguslan mengaku bingung dengan keadaan di tengah pandemi COVID-19 saat ini. Niat untuk beralih pekerjaan sepertinya berat bagi Aguslan karena keahliannya hanya mengukur panjang rambut.
Usianya yang tidak lagi muda dan nafas yang sesekali sesak jadi alasan Aguslan tidak bisa kerja berat.
“Sudah tua begini kita nafas sudah tidak seperti waktu muda, yah kalau ada yang gunting rambut biar hanya satu dalam sehari sudah alhamdulillah dapat Rp20.000,” ujarnya.