Kisah Tuni Kindangi yang Bertahan di Lokasi Tsunami Palu

Konten Media Partner
30 September 2019 19:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kuni Tindangi bertahan di tenda yang merupakan lokasi rumahnya yang hancur diterjang tsunami 28 September 2018 silam. Foto: Tim PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Kuni Tindangi bertahan di tenda yang merupakan lokasi rumahnya yang hancur diterjang tsunami 28 September 2018 silam. Foto: Tim PaluPoso
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setahun berlalu pasca bencana gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi 28 September 2018 lalu, warga penyintas bencana yang belum mendapat hunian sementara (huntara) maupun hunian tetap (huntap) masih menjadi persoalan yang belum bisa dituntaskan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Tuni Kundangi (46) salah satunya. Warga Jalan Komodo yang rumahnya hancur diterjang tsunami memilih tetap bertahan di lokasi rumahnya di pesisir pantai Talise Jalan Komodo, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Bukan tanpa alasan, Tuni Kundangi bersama istrinya bertahan di tenda bantuan dari Kemensos karena mereka belum masuk dalam pendataan penerima huntara maupun huntap.
"Tidak jelas pak. Saya sudah bolak balik bertanya di pemerintah Kota Palu dan Pemerintah Provinsi. Tidak mungkin kami harus numpang sama keluarga. Terpaksa kami bertahan di sini," ujarnya saat ditemui PaluPoso, Senin (30/9).
Kuni Tindangi bertahan di tenda yang merupakan lokasi rumahnya yang hancur diterjang tsunami 28 September 2018 silam. Foto: Tim PaluPoso
Tuni berkisah saat kejadian gempa bumi disusul tsunami 28 September 2018 lalu seorang anak perempuannya bernama Novita (9) meninggal diterjang tsunami. Saat itu anaknya sedang mandi, ketika gempa terjadi dan tsunami anaknya terjebak di dalam kamar mandi.
ADVERTISEMENT
"Jenazah anak saya ditemukan di sini yang dulunya adalah kamar mandi," tuturnya sembari menunjuk lokasi jasad anaknya ditemukan.
Pria tiga anak ini mengaku sudah tidak lagi terlalu berharap dari pemerintah untuk mendapatkan huntara maupun huntap. Dia bersama istrinya tetap tinggal di lokasi rumahnya walaupun lokasi rumahnya saat ini masuk dalam zona merah rawan bencana tsunami yang ditetapkan pemerintah. "Mau tinggal dimana lagi kalau bukan di sini," ucapnya.
Ketika disinggung apakah tidak trauma tinggal di lokasi zona merah rawan bencana tsunami? Kuni mengaku terpaksa dan tidak ada pilihan.
DUA petak kolam ikan lele bantuan bibit ikan lele dari Dinas Kelautan saat ini jadi usaha Tuni Kindangi. Foto: Tim PaluPoso
Lagi pula menurutnya, tidak mungkin terjadi tsunami berulang dalam waktu singkat. "Soal ajal kan Tuhan yang atur, dimanapun kalau Tuhan sudah berkehendak pasti akan terjadi," katanya.
ADVERTISEMENT
Kuni tidak hanya kehilangan anaknya dan harta bendanya, bencana alam 28 September 2018 dia juga kehilangan pekerjaan dan saat ini memelihara ikan lele di lokasi bekas rumahnya yang dihancurkan tsunami.
Selain memelihara ikan lele, dia juga membuat kotak sumbangan di depan tendanya. "Kalau nanti ikannya sudah bisa panen bisa dijual. Biasanya ada orang yang kebetulan melintas di dekat rumah saya mengisi kotak sumbangan. Lumayan bisa belikan beras," ujarnya.
Tuni berharap, pemerintah juga bisa mengupayakan huntap untuknya, karena menurutnya dia belum masuk dalam pendataan penerima huntap.
Tim PaluPoso