Konten Media Partner

Melihat Makam Raja Tolitoli di Pulau Lutungan, Sulawesi Tengah

9 Juli 2019 12:58 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua peziarah terlihat sedang memanjatkan doa di salah satu makam yang berada di puncak gunung Pulau Lutungan, Kelurahan Nalu, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Foto: Mohamad Sabran/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Dua peziarah terlihat sedang memanjatkan doa di salah satu makam yang berada di puncak gunung Pulau Lutungan, Kelurahan Nalu, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Foto: Mohamad Sabran/PaluPoso
ADVERTISEMENT
Dua orang peziarah terlihat duduk bersila sambil memanjatkan doa di salah satu makam yang berada di puncak gunung Pulau Lutungan, Kelurahan Nalu, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, Senin (8/7).
ADVERTISEMENT
Sedikitnya, enam makam di Pulau Lutungan ini milik keluarga dari Raja Tolitoli yang dijadikan cagar budaya. Biasanya setiap hari libur, banyak warga dari berbagai wilayah Kabupaten Tolitoli berziarah ke makam sang raja.
Untuk menuju ke lokasi pemakaman, para peziarah dari Kota Tolitoli harus menempuh perjalanan selama kurang lebih 20 menit dengan menggunakan transportasi laut berupa perahu atau pun kapal.
Makam Raja Tolitoli di puncak gunung Pulau Lutungan Kelurahan Nalu, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Foto: Mohamad Sabran/PaluPoso
Setelah tiba di pulau yang dihuni sekitar 50 kepala keluarga tersebut, para peziarah akan dibuat terpesona akan keindahan Pulau Lutungan. Sebab, sesampainya di sana, para peziarah akan langsung disambut berbagai pepohonan yang hijau nan rindang disertai angin sepoi-sepoi dari laut lepas.
Ada yang menarik sekaligus aneh saat menuju makam para raja yang berada di Puncak Tando Kanau. Untuk sampai di puncak, para peziarah harus melewati anak tangga yang lumayan banyak, di mana ketika menapaki anak tangga tersebut dan menghitung jumlah anak tangga yang dilewatinya, setiap peziarah akan memiliki perhitungan tersendiri dibanding peziarah lainnya. Ini menjadi misteri tersendiri bagi peziarah yang menapaki anak tangga menuju Puncak Tando Kanau.
Makam ini juga menarik minat wisatawan asing. Foto: Mohamad Sabran/PaluPoso
Para peziarah akan melewati anak tangga dengan kemiringan mencapai 90 derajat. Setelah tiba di puncak bukit, para peziarah akan melihat beberapa makam milik keluarga Raja Tolitoli yang dihiasi dengan kain kuning sebagai simbol kain kerajaan.
ADVERTISEMENT
Juru kunci penjaga makam Raja Tolitoli, Basri, mengatakan para pengunjung yang datang berziarah ke makam sebagian besar berasal dari wilayah Kabupaten Tolitoli. Tak hanya penduduk lokal, Basri juga bercerita ada juga wisatawan asing, seperti dari Malaysia dan Brunei Darussalam, yang sengaja datang untuk melihat langsung makam Raja Tolitoli.
"Rata-rata peziarah yang datang ke sini sebagian besar merupakan warga sekitar Kabupaten Tolitoli. Setelah mereka melakukan hajatan dan tercapai, selanjutnya melakukan doa syukuran di Pulau Lutungan," kata Basri saat ditemui PaluPoso, Senin (8/7).
Makam keluarga Raja Tolitoli yang dijadikan cagar budaya di puncak gunung Pulau Lutungan, Kelurahan Nalu, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Foto: Mohamad Sabran/PaluPoso
Pria paruh baya itu bercerita soal asal-usul makam tersebut. Konon dari cerita dan sejarah dari kakek buyutnya, sebelum Raja Syaifuddin Bantilan meninggal, ia sudah berwasiat pada keluarga, kerabat, dan masyarakat jika kelak ia wafat agar dimakamkan di Tando Kanau. Tujuannya untuk tetap menjaga dan menjadi perisai bagi kota Tolitoli dari semua gangguan serta ancaman dari luar, baik fisik maupun nonfisik (gaib).
ADVERTISEMENT
Saat raja wafat pada tahun 1867, prosesi pemakamannya menggunakan perahu-perahu rakyat yang ditata secara tersusun dari Kampung Nalu menuju Tando Kanau. Susunan perahu-perahu tersebut bagaikan sebuah jembatan penghubung yang akan dilewati para pengusung jenazah sang raja.
Konon menurut Basri, makam raja ini dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Para pengunjung yang berziarah ke makam tersebut memiliki kebiasaan menanamkan lidi dengan niat bermacam-macam.
Lidinya dipotong sesuai dengan ukuran jengkalan tanah. Jika lidi yang ditanamkan di pusara makam tersebut bertambah panjang maka berarti niatnya akan terkabul. Sebaliknya, jika lidinya berubah menjadi pendek maka niatnya tidak akan terkabul.
Kontributor: Mohamad Sabran (Tolitoli)