Konten Media Partner

Menengok Hasil Pertanian di Sentra Hortikultura Sulteng

21 Juli 2020 12:30 WIB
clock
Diperbarui 4 Agustus 2020 17:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tanaman sayur warga di Napu, Poso, Sulawesi Tengah. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Tanaman sayur warga di Napu, Poso, Sulawesi Tengah. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
ADVERTISEMENT
Tidak hanya dikenal sebagai daerah wisata alam yang indah, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah ini juga dikenal sebagai daerah sentra hortikultura. Panen terbaik dihasilkan dari daerah ini.
ADVERTISEMENT
Berikut sejumlah hasil pertanian dan perkebunan Kabupaten Poso yang melimpah.
Sayuran
Kabupaten Poso, khususnya daerah di dataran tinggi Napu menjadi salah satu daerah penyuplai sayuran terbesar di Sulawesi Tengah. Hasil panen petani yang dibeli kemudian dikirim ke sejumlah pasar di seluruh wilayah di Sulawesi Tengah.
Hasil panen segar dan terbaik melimpah di daerah ini karena cuaca dan udaranya yang sejuk. Tanaman sayuran maupun umbi-umbian berukuran jumbo dihasilkan dari wilayah Napu.
Saking melimpahnya hasil panen, sebanyak 10 persen sayuran dari Napu terbuang percuma. Hal ini diungkapkan salah satu penyuluh dari Desa Watumaeta, Kecamatan Lore Utara, Nengah.
Ia mengatakan sebagai daerah holtikutura masih banyak kendala yang dihadapi petani, di antaranya persoalan pemasaran produksi, akses dan tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, tak membuat petani patah semangat.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Poso, Suratno mengakui hasil sayuran yang melimpah tidak linear dengan pemasaran sehingga ada petani yang merugi. Olehnya, pemerintah berupaya untuk membuat pupuk organik dari sisa sayuran agar tidak ada sayuran yang terbuang percuma.
“Kita terus berupaya untuk pemasaran hasil sayuran ini agar petani sayuran di Napu ini untung dan tidak lagi sayurannya terbuang percuma,” ujarnya.
Tanaman rica dan wortel warga Napu, Poso, Sulawesi Tengah. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Buah-buahan
Udara yang sejuk membuat daerah di Kabupaten Poso menjadi salah satu daerah yang cocok untuk ditanami buah-buahan. Berbagai jenis buah pun dengan kualitas baik dihasilkan dari petani dan dikirim ke sejumlah daerah untuk dipasarkan.
Sayangnya petani di Lembah Napu tak selamanya beruntung. Persoalan pemasaran juga menjadi kendala terbesar petani untuk memperoleh hasil yang memuaskan.
ADVERTISEMENT
"Kasus terakhir petani ditipu sampai 500 juta pada suatu desa, harganya murah, barangnya sudah dibawa dan tidak datang membayar,” cerita Suratno.
Untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah Kabupaten Poso telah membangun mitra untuk pemasarah hasil panen buah-buahan di Kabupaten Poso. Untuk durian Montong dari Pamona Bersaudara, Dinas Pertanian Kabupaten Poso telah bekerjasama dengan Hypermart Jakarta.
Durian kupas dipaking dan akan dikirim dalam keadaan beku. Untuk pengiriman perdana, telah dikirim sebanyak 300 ton durian kupas pada panen Juni 2020.
“Petani tidak ditipu lagi, kalau bintik-bintik sedikit pembeli bilang kalau mau saya beli murah ya, ayo tapi kalau tidak mau, ya tidak usah. Kalau dikupas kan akan tau kualitasnya,” kata Suratno.
ADVERTISEMENT
Selain durian Montong, buah lainnya yang banyak dihasilkan dari Kabupaten Poso di antaranya manggis, buah naga, jeruk, pisang, buah lokal langsat dan rambutan.
Tanaman kopi warga di Napu, Poso, Sulawesi Tengah. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Kopi
Dataran tinggi Napu masih menjadi salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Sulawesi Tengah dan akan menuju wilayah pengembang kopi arabika organik.
Pada 2019 dari dana APBN, daerah Lembah Napu mendapat bantuan 500 Hektare di Kecamatan Lore Piore dan pada 2020 kembali diberikan bantuan seluas 200 hektare. Dinas Pertanian Kabupaten Poso optimis, tahun 2021 kembali akan diberikan bantuan 300 hektare untuk pengembangan kopi arabika organik.
Khusus untuk pemasaran kopi, saat ini juga masih menjadi keluhan bagi petani. Pasalnya, selain belum memiliki alat yang memadai, harga beli kopi juga masih sangat rendah.
ADVERTISEMENT
Untungnya ada kabar baik yang disampaikan kepada petani kopi. Bahwa pengembangan kopi arabika organik, pemerintah telah membangun kerjasama dengan Negara Jerman. Petani dijanjikan harga pasar sebesar Rp70 ribu per kilogram untuk harga jatuh. Sedangkan, jika kulitas bertahan baik akan dibeli dengan harga internasional.
“Panen masih yang terbaik, di 2019 kita coba tanam dan sudah ada yang berbunga di usia 1,5 tahun. Bahkan ada 1 hektare yang sudah berbuah dengan hasil petik sampai 50 kilogram. Kalau bukan Corona kita sudah MoU dengan Jerman di bulan Maret 2020,” ujar Suratno.
Tampak warga Napu di Poso, Sulawesi Tengah saat menjemur hasil panen coklat di wilayah setempat. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Kakao
Tanaman budidaya perkebunan yang satu ini dulunya menjadi andalan di Lembah Napu. Sejumlah kecamatan mampu menghasilkan biji kakao terbaik dengan harga yang lumayan yang membuat petani bergembira.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, seiring berjalannya waktu, tidak sedikit petani yang kemudian beralih tanam. Apalagi sekarang harga kakao sedang jatuh.
Luas perkebunan Kakao di Napu sekitar 37.800 hektare dan perjuangan untuk mendapatkan pupuk subsidi sudah berhasil. Daya beli 17 persen dan yang terserap 17 ribu hektare.
Di wilayah Kabupaten Poso yang bisa menjalankan ekspor kakao adalah di Pamona. Di daerah ini sebanyak 533 petani kakao sudah bersertifikat organik untuk mendapatkan pupuk kakao bersubsidi.
Tidak hanya itu, Kabupaten Poso juga mendapat bantuan satu unit mesin panen dryer, gilingan dan paking. Bantuan ini membantu petani sehingga panen bisa dikontrol kualitasnya dan volumenya.
“Pasar ini kami pelan-pelan bermitra. Kakao yang 37 hektare itu harus diremajakan dan sudah 22 hektare yang tua,” kata Suratno.
Tanaman padi warga di Napu, Poso, Sulawesi Tengah. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Padi
ADVERTISEMENT
Padi juga tumbuh subur di daerah ini dengan kualitas yang terbaik di Sulawesi Tengah.
Baru-baru ini, telah dilangsungkan panen raya di Lembah Napu. Lagi-lagi tak adanya peralatan memadai menjadi kendala dalam proses padi menjadi beras.
Kata Suratno, salah satu di Kecamatan Lore hanya memiliki satu gilingan padi one pass yang sudah tua. Gilingan tersebut hanya mampu memproses satu sampai dengan satu setengah ton per hari.
“Petani bilang sama saya, lihat gabah kami pak bertumpuk kami hanya bisa memproses satu setengah ton, kalau hujan banyak yang rusak sementara yang lain juga sudah menguning,” kata Suratno.
Bawang putih hasil tanaman warga Napu, Poso, Sulawesi Tengah. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Bawang putih
Baru-baru ini dilangsungkan panen perdana uji adaptasi bawang putih di Kecamatan Lore Utara, tepatnya di Desa Watumaeta.
ADVERTISEMENT
Untuk hasil panen perdana uji coba menghasilkan varietas Lumbu Hijau sebanyak 14,0 ton, varietas Sangga Sembalun 15,4 ton, dan varietas Tinombo sebanyak 14,7 ton.
Keraguan petani lagi-lagi persoalan pasar hasil panen bawang putih. Namun pemerintah lagi-lagi berupaya untuk mendatangkan pembeli, mengingat panen uji adaptasi perdana ini sebagai langkah awal dalam upaya pemenuhan kebutuhan bawang putih di Indonesia.
“Kebutuhan bawang putih di Indonesia mencapai 500 ribu ton setiap tahun dan Indonesia hanya mampu memasok 88 ribu ton. Itu artinya ada 412 ribu ton impor. Insya Allah dengan adanya hasil dari Lembah Napu ini akan mengurangi beban impor,” katanya.
Tanaman durian di Poso, Sulawesi Tengah. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso
Vanili
Menjadi kabar gembira produk pertanian vanili kering yang dikembangkan petani di Kabupaten Poso baru-baru ini tembus pasar ekspor sebanyak 4,78 ton melalui eksportir Jakarta.
ADVERTISEMENT
Jumlah ini kata Suratno mengalami kenaikan dibanding 2019 sebanyak 1,5 ton tujuan pasar Prancis.
“Vanili yang terjual berkualitas baik sesuai SNI dan standar pasar internasional,” sebut Suratno.
Ia menuturkan, vanili yang dipasarkan berasal dari Desa Didiri, Kecamatan Pamona Timur sebanyak 2,5 ton. Kemudian dari Kecamatan Lore Selatan sebanyak 2 ton dan Kecamatan Lore Barat sebanyak 0,28 ton.
"Petani vanili sebanyak 56 orang dengan luas lahan 36 hektare,” kata Suratno.
Kepala Dinas Pertanian Poso, Suratno saat memberikan penyuluhan kepada petani di Napu, Poso, Sulteng. Foto: Kristina Natalia/PaluPoso.
Kebutuhan Petani di Lembah Napu
Pemasaran masih menjadi beban bagi petani di Kabupaten Poso khususnya di Lembah Napu, sejumlah petani mengaku rugi karena hasil panennya tidak laku dan hanya terbuang percuma.
Petani di Lembah Napu kesulitan untuk mencari pembeli dengan harga tinggi sesuai dengan kualitas panen yang mereka hasilkan.
ADVERTISEMENT
Petani pun mengungkapkan rencana mereka untuk tidak menanam tahun ini karena pemasaran dan kurangnya tenaga kerja sehingga petani kesulitan bekerja sendiri.
Setidaknya kedatangan dua Staf Khusus Menteri Pertanian di Lembah Napu pada panen perdana bawang putih pekan lalu membangun kembali semangat petani. Harapan untuk pemasaran dan alat penunjang pertanian membuat petani bisa sedikit lega.
"Kami butuh alat pengolahan lahan 200 traktor roda empat, 500 traktor roda dua dan 100 combine mengingat wilayah kecamatan 300 hektare hanya miliki 1 mesin gilingan one pass. Kalau hujan banyak yang rusak,” rinci Suratno.
Sementara itu salah satu penyuluh dari Desa Bumi Banyusari, Kecamatan Lore Utara mengakui salah satu desa yang menghasilkan sayuran terbanyak dengan kualitas baik adalah Desa Bumi Banyusari.
ADVERTISEMENT
Namun, masih ada kendala petani dalam pengambangan sayuran. Sekitar 80 hektar untuk tanaman sayuran, hanya ada satu mesin hand traktor.
"Butuh alat pengelola dan irigasi. Kita tidak punya irigasi tapi sudah diusulkan untuk irigasi tanah dangkal,” ujarnya.