Nelayan Donggala Keluhkan Rumitnya Perizinan Berlayar dan Peroleh BBM

Konten Media Partner
15 Juli 2022 7:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nelayan Teluk Palu. Foto: Dok. PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Nelayan Teluk Palu. Foto: Dok. PaluPoso
ADVERTISEMENT
Nelayan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), mengeluhkan rumitnya birokrasi perizinan kapal untuk berlayar dan jarak tangkap yang hanya 12 mil. Saat ini nelayan Donggala mengurus izin ke Makassar dan Bitung.
ADVERTISEMENT
Tak hanya soal izin, nelayan Donggala mengaku sering terkendala dengan jatah BBM jenis solar yang masih belum merata serta infrastruktur pelabuhan.
Hal ini disampaikan perwakilan nelayan Donggala, Marwan H. Arsyad kepada rombongan Komisi IV DPR RI yang diketuai Rusdi Masse Mappasessu saat berkunjung ke UPT Pelabuhan Perikanan Labuan Bajo, Kabupaten Donggala, melakukan diskusi, dengan melibatkan pemerintah, tokoh masyarakat dan para nelayan setempat pada Kamis, 14 Juli 2022.
“Kami ingin pengurusan izin itu bisa dilakukan di Sulteng,” harap Marwan.
Ketua Tim yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Rusdi Masse Mappasessu mengatakan akan menyampaikan aspirasi nelayan Donggala kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ia tidak ingin kehadiran Komisi IV di Donggala tidak membawa hasil.
ADVERTISEMENT
“Melalui pertemuan ini, kami akan meneruskan aspirasi para kelompok nelayan kepada kementerian kelautan dan perikanan. Kami tidak ingin pulang dari sini tidak ada hasil,” ujarnya.
Politisi dari Fraksi Partai NasDem ini mengatakan tahun 2023 akan dibangun infrastruktur di pelabuhan ikan Donggala dengan anggaran sebesar Rp 14 miliar.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, Moh. Arif Latjuba berharap agar Sulteng diberi kewenangan untuk pengurusan izin agar memudahkan pelayanan kepada nelayan.
Selain soal izin, Arif juga menyinggung soal kebutuhan BBM jenis solar untuk nelayan. Dia menyebutkan kebutuhan BBM jenis solar nelayan Donggala sebesar 120 ribu ton perbulan. Namun yang tersedia itu hanya 40 ton perbulan.
“Di sini (Donggala) banyak jeriken hanya dipakai main bola karena tidak ada isinya. Akhirnya banyak kapal nelayan parkir karena tidak ada solar,” ujar Arif. *(JL)
ADVERTISEMENT