Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten Media Partner
Pelajaran Penting dari Bencana Likuefaksi di Sulteng
20 September 2024 22:28 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Tragedi likuefaksi yang terjadi pasca-gempa berkekuatan 7,4 magnitudo pada 28 September 2018, masih meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat di wilayah Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah. Ribuan nyawa melayang dan kerugian materi yang tak terhitung jumlahnya menjadi pengingat betapa pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
ADVERTISEMENT
Dampak besar dari likuefaksi tersebut terus menjadi refleksi penting bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia dalam upaya penanganan dan mitigasi bencana.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Muhammad Wafid, menegaskan bahwa bencana likuefaksi di Palu harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia.
"Kita tidak bisa menghindari bencana, tapi kita bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik. Informasi tentang kerentanan likuefaksi harus dijadikan pedoman dalam membangun infrastruktur dan menata wilayah yang rawan," kata Wafid saat berbicara di acara Sosialisasi dan Fieldtrip Likuefaksi bertajuk "Refleksi Enam Tahun Bencana Likuefaksi Palu-Sigi-Donggala" di Gedung Silae Convention Hall Swiss-Belhotel Palu, Sulawesi Tengah, pada Kamis, 19 September 2024.
Indonesia, secara geografis, terletak di daerah pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menjadikannya sangat rentan terhadap berbagai bencana geologi seperti gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, dan gerakan tanah.
ADVERTISEMENT
Gempa bumi dengan magnitudo besar, ditambah kondisi geologi yang rentan, dapat memicu terjadinya bahaya ikutan seperti likuefaksi, yang berpotensi membahayakan keselamatan masyarakat dan merusak infrastruktur.
Oleh karena itu, informasi mengenai kerentanan likuefaksi menjadi sangat penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat.
Wafid menekankan bahwa penyebaran informasi terkait bahaya likuefaksi harus dilakukan dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat luas.
"Peta kerentanan likuefaksi atau pedoman teknis lainnya diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang memadai dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi bahaya di sekitar mereka," jelas Wafid.
Lebih lanjut, Wafid mengajak seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat umum untuk menyediakan data kebencanaan sebagai langkah awal mitigasi bencana. Data ini penting dalam mendukung pengelolaan bencana, penataan ruang, serta pengembangan wilayah dan kawasan yang rawan bencana.
ADVERTISEMENT
Untuk memperkuat kesiapsiagaan menghadapi bencana likuefaksi, Badan Geologi telah menyusun Pedoman Pemetaaan Kerentanan Likuefaksi Indonesia Skala 1:50.000. Dengan pedoman ini, diharapkan akan ada percepatan dalam penyusunan peta kerentanan likuefaksi di seluruh Indonesia.
"Penyusunan peta ini menjadi sangat penting untuk memetakan wilayah-wilayah yang rawan terhadap likuefaksi, sehingga langkah-langkah mitigasi dapat direncanakan dengan lebih matang dan efektif," ujar Wafid.
Wafid berharap, peta tersebut akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya likuefaksi di masa mendatang.