Pemuda Ini Bobol Website Untad, Hasil Kejahatan Mencapai Miliaran Rupiah
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kasus ini berawal dari adanya laporan orangtua calon mahasiswa yang melakukan klarifikasi ke rektor tentang adanya pesan melalui WhatsApp grup dengan akun “Admin Untad” yang menawarkan jasa pengurusan masuk Prodi Kedokteran tahun 2020 dengan meminta imbalan pengurusan.
Informasi tersebut akhirnya dilaporkan pihak Universitas Tadulako (Untad) ke Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Sulteng.
“Selain modus tersebut di atas, tersangka MYT sebagai “Admin Untad” juga membagikan surat edaran palsu dari Untad tentang kebijakan Untad terkait penambahan kuota Fakultas Kedokteran dan Ilmu Pendidikan Program Studi Kedokteran yang terdaftar dalam semester berikut, tahun akademik 2020/2021,” kata Kabidhumas Polda Sulteng Kombes Pol Didik Supranoto didampingi Dirreskrimsus Polda Sulteng, Kombes Pol Afrizal kepada sejumlah media di Palu, Rabu (13/1).
ADVERTISEMENT
Ia juga menerangkan tersangka MYT (26) berprofesi sebagai service computer berlamat di Jalan S Parman Palu, dalam aksinya dibantu RA (24), warga Desa Surumana, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala.
Sesuai pengakuannya pada tahun 2014 juga pernah menjebol website milik Untad.
Atas kepiawaiannya tersebut, tersangka dengan imbalan tertentu dapat membantu merubah nilai semester per SKS, merubah nilai nominal uang kuliah tunggal (UKT) atau SPP menjadi lebih rendah dari yang sebenarnya serta meloloskan calon mahasiswa yang tidak lolos dalam UMPTN dengan bayaran tertentu.
Mantan Wadirreskrimum Polda Sulteng ini juga menegaskan kedua tersangka telah ditahan di Rutan Polda Sulteng. Sedangkan barang bukti yang disita penyidik yang diduga hasil kejahatan mencapai miliaran rupiah, berupa 1 unit mobil Toyota Rush, 1 unit mobil Toyota Calya, 1 unit mobil Suzuki Karimun, 3 lembar sertifikat tanah, 2 buah laptop, 1 lembar kwitansi pembelian rumah di Jalan Merpati senilai Rp 150 juta, uang tunai Rp 240 juta, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Terhadap kedua tersangka MYT dan RA, tambahnya, penyidik menjerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman 12 tahun penjara.