news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tak Tahan Lagi: Warga Sigi Ini Suami dan Ayahnya Dibunuh Teroris

Konten Media Partner
1 Desember 2020 13:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Astri Kandi (25), salah seorang korban selamat dari aksi penyerangan kelompok Ali Kalora di Dusun Lewono, Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, Sulteng. Foto: Tim PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Astri Kandi (25), salah seorang korban selamat dari aksi penyerangan kelompok Ali Kalora di Dusun Lewono, Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, Sulteng. Foto: Tim PaluPoso
ADVERTISEMENT
Korban penyerangan dan penganiayaan di Dusun Lewono, Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, meminta pindah ke desa yang ramai dan aman dari lintas kelompok bersenjata.
ADVERTISEMENT
Korban tersebut adalah Astri Kandi (25). Suaminya serta ayah dan ibunya dibunuh kelompok MIT pimpinan Ali Kalora. Rumahnya di Dusun Lewono, Desa Lembantongoa, Sigi, pun dibakar.
“Pokoknya kami minta pindah. Biar dibangunkan rumah lagi di Luwono, saya sudah tidak mau. Keinginan saya pindah kasian,” ucap Kandi.
Warga yang tinggal di pegunungan Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah itu mengaku ketakutan jika harus kembali pulang dan tinggal di Dusun Lewono.
Mereka juga berharap pemerintah kembali membangunkan rumah baru untuk mereka yang rumahnya dibakar.
“Tidak ada lagi barang-barangnya kami. Saya punya anak tiga masih kecil semua. Tidak mungkin saya tinggal di rumahnya orang terus dan makan di rumah orang terus,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Kandi dan tiga anaknya yang masih berusia balita termasuk korban yang selamat dari penyerangan kelompok MIT Poso. Ia dan tiga anaknya lari menyelamatkan diri tanpa membawa barang-barang berharga.
“Hanya baju di badan, bapakku dan suamiku sudah tidak ada. Anakku ini masih kecil-kecil semua. Kasian mereka kalau saya bawa tinggal di rumah orang,” kata Kandi.
Tidak hanya itu, Kandi juga berharap pemerintah memberikan bantuan pakaian kepada korban penyerangan yang saat ini mengungsi di rumah keluarga di Desa Lembantongoa.
“Tidak ada bajunya kami. Tidak ada barang-barang lagi,” sebutnya.
Terkait dengan penyerangan yang menyisakan duka, Kandi punya harapan besar agar Polisi dan TNI terus melakukan pengejaran sampai pelaku ditemukan. Ia juga menginginkan Polisi-TNI melakukan pengamanan ketat di Desa Lembantongoa sampai semua DPO MIT Poso ditangkap.
Rumah warga yang dibakar oleh kelompok MIT pimpinan Ali Kalora di Sigi, Sulteng. Foto: Istimewa
“Saya hanya makan gaji di kebun. Sekarang tidak ada penghasilan, tidak tau mau kasih makan dari mana anak-anakku,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Desa Lembantongoa, Deki Basalulu menambahkan ada 13 KK yang tinggal di Dusun Lewono berdekatan dengan TKP mengungsi ke Desa Lembantongoa Induk.
Sementara warga lainnya yang turut mengungsi sebanyak 36 KK di Desa Lembantongoa Induk dan di Dusun Tokelemo.
“Jadi total keseluruhan yang mengungsi sebanyak 49 KK. 13 KK yang mengungsi dari Dusun Lewono itu artinya yang fatal dan tidak ada lagi ditempati karena lokasinya dekat dengan TKP itu,” katanya.
Dijelaskannya, ada tujuh rumah yang dibakar, empat rumah ludes, dua rumah hanya terbakar dibagian dapur dan 1 rumah berukuran 4x6 adalah pos pelayanan yang dijadikan kelompok ibadah.
“Jadi warga yang mengungsi semua sudah ada di Desa Lembantongoa dan di Dusun Tokelemo SP 1,” kata Deki.
ADVERTISEMENT
Katanya, sampai saat ini bantuan kepada pihak keluarga dan untuk para pengungsi sudah diberikan.
“Sebelum ada bantuan dari berbagai pihak, pemerintah desa sudah menanggulangi kebutuhan untuk pengungsi yang tidak punya apa-apa lagi,” sebutnya.
Tidak hanya itu, trauma healing pun sudah dilakukan di Kantor Desa Lembantongoa yang dilangsungkan dengan pemberian bantuan paket, diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
“Bantuan tambahan akan diberikan namun akan melakukan data kembali oleh kantor desa agar pembagiannya merata untuk warga transmigrasi,” kata Deki.
Selain meminta bantuan pakaian untuk korban yang rumahnya di bakar, Deki meminta ada empat titik pos yang beroperasi di daerah transmigrasi. Pos itu nantinya melakukan penjagaan dan pengamanan sampai pelaku penyerangan dan penganiayaan di Desa Lembantongoa ditemukan.
ADVERTISEMENT
“Jadi jangan dihentikan pos penjagaan itu sampai pelaku didapat,” tegas Deki.