Tsunami Senyap Bisa Melanda Teluk Palu

Konten Media Partner
29 September 2021 19:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tsunami. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tsunami. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Dua pengamat kebencanaan mengatakan gempa bumi dengan magnitudo besar seperti yang terjadi pada 28 September 2018, bisa kembali terjadi.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Pengamat Kebencanaan Sulawesi Tengah, Abdullah dan Pepen Supandi, selaku Seksi Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG pada seminar bertema Sulawesi Tengah Siaga Melalui Pendidikan Tanggap Bencana.
Seminar yang dilaksanakan oleh Physics Sosiety of Indonesia (PSI) cabang Sulawesi Tengah melalui virtual, Selasa (28/9), menghadirkan delapan pemateri.
Abdullah sebagai pemateri awal pada seminar yang berlangsung dua sesi itu mengutarakan alasannya sehingga ia memprediksi gempa besar bisa kembali terjadi di Sulteng. Bahkan, berpotensi menimbulkan tsunami.
Kurun waktu 1902 hingga 2021 dalam paparan Abdullah, tercatat beberapa gempa merusak di Sulawesi Tengah di antaranya, Gempa Bada 1902, Gempa Kulawi 30 Juli 1907, Gempa Kulawi 18 Maret 1909.
Selanjutnya, gempa besar yang diiringi tsunami terjadi di Selat Makassar-Kaltim pada 14 Mei 1921, di Teluk Palu pada 1 Desember 1927, di Teluk Palu pada 20 Mei 1938, di Teluk Tomini pada 20 Mei 1938, di Teluk Tambu pada 15 Agustus 1968, di Tonggolobibi pada 1 Januari 1996, di Banggai pada 4 Mei 2000, dan terakhir gempa 28 September 2018.
ADVERTISEMENT
Rinciannya, Teluk Tambu sebanyak dua kali, Teluk Sirenja sebanyak satu kali, Teluk Palu sebanyak tiga kali dan menurut Abdullah, merupakan wilayah paling rawan tsunami di dunia. Selanjutnya, Parigi Selatan-Parigi Utara sebanyak dua kali, dan terakhir Budong-Budong sebanyak satu kali.
“Jadi dalam kurun 97 tahun, Sulteng sembilan kali dilanda tsunami,” kata Akademisi Universitas Tadulako (Untad) ini.
Abdullah menyebutkan, bahwa gempa bumi pada 28 September 2018 memicu panca bencana di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Yaitu, gempa bumi diikuti bencana tsunami, likuefaksi, bencana longsor, downlift (tanah turun), serta perubahan landskap wilayah disertai beberapa jenis bencana sekunder.
Bahkan, menurut dosen Fisika Fakultas MIPA Untad ini, tsunami senyap bisa melanda pesisir wilayah Teluk Palu seperti kejadian tsunami senyap di Selat Sunda pascatsunami Selat Sunda 22 Desember 2018.
ADVERTISEMENT
Saat itu, dengan tiba-tiba gelombang besar datang menyapu wilayah pantai Banten dan Lampung. Termasuk merobohkan panggung musik yang sedang ramai tanpa ada seorangpun yang menyadari ada gelombang besar sedang menuju ke pantai yang sedang ramai tersebut. Bahkan, tsunami ini sama sekali tidak terdeteksi oleh BMKG.
Pemicu tsunami senyap di Teluk Palu itu adalah, pertama, sejumlah wilayah di Teluk Palu yang mengalami downlift (permukaan tanah yang turun) mengakibatkan tebingnya semakin terjal. Sehingga, semakin mudah longsor yang bisa menyebabkan tsunami senyap.
Ke dua, ada tebing terjal di wilayah Teluk Palu yang tak longsor saat terjadi gempa 28 September 2018 namun mengalami keretakan. Kondisi ini bisa tiba-tiba longsor dan mengakibatkan tsunami retak.
ADVERTISEMENT
Abdullah menyebutkan wilayah di Teluk Palu yang mengalami downlift adalah muara Sungai di Kelurahan Buluri, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu.
Downlift di Pantai Talise Kota Palu, downlift di muara Sungai Taipa, Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, serta anjungan Palu Nomoni yang kini menjadi dasar laut. Kemudian di muara Sungai Poboya di Jalan Komodo juga mengalami downlift.
“Setidaknya ada lebih 10 pusat tsunami tapi rata-rata dekat tebing tepi pantai. Umumnya di muara-muara sungai,” kata Abdullah.
Sebelum mengakhiri paparannya, Abdullah menjelaskan mengapa ia mengungkapkan potensi terjadinya tsunami senyap itu, agar masyarakat betul-betul menaati larangan membangun di zona merah di tepi pantai karena sangat rawan tsunami.
Apalagi belajar dari kejadian tsunami 28 September 2018, berdasarkan 7 CCTV yang tersebar di beberapa tempat bisa diketahui durasi penjalaran gelombang tsunami mulai terjadinya gempa, ke pantai Teluk Palu, yakni antara 1,43 menit hingga 3,36 menit.
ADVERTISEMENT
“Jadi golden time atau kesempatan untuk menyelamatkan diri dari terjangan gelombang tsunami itu sangat pendek,” ujarnya.