Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
2020 dan Tahun-tahun Pertaruhan Besar di Aliran Sungai Nil
email: [email protected]
4 Februari 2020 12:39 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika kita berbicara sungai Nil, yang pertama terlintas dalam pikiran adalah Mesir. Bukan tanpa sebab, karena peradaban terbesar sungai Nil tumbuh oleh kerja bangsa Mesir. Delta sungai Nil membentuk segitiga hijau yang mencolok di peta ujung utara Afrika bagian timur. Wilayah segitiga delta Nil ini adalah ujung selatan dari kawasan yang disebut sebagai bulan sabit subur, tempat paling beradab pada zamannya.
ADVERTISEMENT
Nil merupakan satu-satunya sungai yang melintasi gurun Sahara, membentang 6.695 km dari selatan di Sungai Ruvyrunza Burundi ke Laut Mediterania di utara melintasi 10 negara. Berkah sungai Nil memang paling banyak dinikmati bangsa Mesir, dari jaman awal mula peradaban hingga hari in. Ukurannya jelas, kemakmuran negara bangsa yang dilintasi aliran Nil. Bagi 280 juta jiwa dari 11 negara, Nil adalah simbol kehidupan.
Namun seiring dengan bertambahnya populasi, perkembangan ekonomi dan perubahan iklim, tekanan pada ketersediaan sumber daya air kian meningkat. Banyak negara di kawasan Nil menghadapi defisit air. Bencana kelaparan dan busung lapar bukan sesuatu yang asing bagi negara-negara Afrika, bahkan Ethiopia yang menjadi hulu sungai Nil Biru pun mengalaminya.
ADVERTISEMENT
Grand Ethiopian Reinassance Dam (GERD) mendekati rampung. Pembangkit listrik tenaga air super yang sedang dibangun Ethiopia adalah bagian dari proyek pembangunan negara tersebut, murah dan ramah lingkungan. Menggunakan kata “renaissance” untuk memberikan rasa optimis pada masa depan cerah Ethiopia setelah GERD beroperasi. Tapi bagi negara lain yang berada di sepanjang aliran Sungai Nil, ini bisa menjadi petaka.
Perseteruan di Aliran Nil
Bagi Ethiopia, semakin cepat mengisi bendungan semakin baik. Kebutuhan energi dalam negeri akan terpenuhi, pabrik-pabrik akan berdiri, lapangan pekerjaan tersedia dalam jumlah besar, serta ladang dan area pertanian bisa diperluas, kemiskinan dan kelaparan bisa berkurang. Namun bagi Mesir, ini adalah musibah. 67% area pertanian mereka terancam kekeringan.
ADVERTISEMENT
Sungai Nil Biru bersumber di Danau Tana Ethiopia. Bahkan dengan keuntungan alam yang diterimanya, bencana kelaparan masih saja bisa terjadi. Di sisi lain, Mesir yang telah membangun Piramida dan melahirkan Mo Salah, menciptakan pusat pengetahuan di Alexandria dan Al Azhar seperti menjadi korban dari rencana ambisius ini. Tapi ini bukan kontes kepopuleran, ini masalah hidup berdampingan dengan alam, dengan sungai dan manusianya. 43 juta orang Ethiopia yang hidup di Daerah Aliran Sungai (DAS) Nil sama berhaknya dengan 94 juta orang Mesir atas Sungai Nil.
Perseteruan atas pengoperasian GERD telah menjadi salah satu konflik air yang paling menyita perhatian dunia. Tiga negara, Mesir, Ethiopia dan Sudan telah menghabiskan delapan tahun terakhir untuk mencari solusi, sebelum akhirnya beralih ke potensi mediasi internasional tahun lalu saat perbedaan tidak dapat diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Di bawah naungan Departemen Keuangan AS dan Bank Dunia, ketiga negara yang terlibat sengketa bertemu di Washington, ibukota perdamaian dunia akhir Januari lalu. Pertemuan itu sendiri melahirkan beberapa kesepakatan awal, yang meskipun belum mencakup keseluruhan permasalahan, namun menghasilkan mekanisme penyelesaian sengketa yang muncul di kemudian hari. Setidaknya mampu meredakan ketegangan yang masih tinggi antara Mesir dan Ethiopia mengenai pembangunan bendungan terbesar di Afrika, untuk menghindari konflik terbuka atas proyek yang memicu intervensi militer sejak pengumuman pembangunan bendungan hampir satu dekade lalu.
Konflik Tersebab Air
“Ini adalah pertanda dari masalah air yang akan kita hadapi di masa depan, di mana air akan menjadi sumber konflik yang jauh lebih besar daripada sebelumnya,” kata Paul Sullivan, pakar air dan energi dari National Defense University.
ADVERTISEMENT
“Ini tidak hanya akan terjadi pada Nil. Akan ada beberapa konflik air besar-besaran, dan jika kita tidak bisa menyelesaikannya, itu bukan petanda baik,” lanjut Sullivan.
Mimpi yang dimulai sejak 1960-an, bendungan itu dimaksudkan untuk menyediakan listrik bersih dalam jumlah besar bagi Ethiopia, energi yang dapat memicu pembangunan ekonomi dan menghasilkan uang tunai melalui penjualan listrik internasional. Gejolak Arab Spring yang juga melanda Mesir dimanfaatkan Ethiopia untuk memulai rencana ketahanan energi mereka. GERD mulai dibangun, sebuah proyek pembangkit listrik tenaga air besar-besaran di Nil Biru tepat di seberang perbatasan Sudan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Presiden Mesir Abdel Fattah al Sisi telah mengancam akan menggunakan kekuatan militer untuk meghentikan pembangunan bendungan, dan topik itu tetap menjadi topik yang hangat di media pers Mesir dan Ethiopia. Sudan yang terjebak di tengah-tengah kedua negara, semula menentang bendungan, tetapi kemudian berbalik mendukung bendungan karena menjanjikan manfaat irigasi dan listrik serta sebagai cara untuk mengatur aliran air yang kadang tidak terkendali yang sering menyebabkan banjir yang merugikan.
ADVERTISEMENT
Pada 1959, Mesir dan Sudan menandatangani perjanjian untuk melengkapi perjanjian sebelumnya yang memberi Mesir hak sebesar 55,5 milyar meter kubik (66%) dan Sudan 18,5 miliar meter kubik (22%) dari aliran air Nil. Sisa 12 persen dari pasokan air tahunan 84 miliar meter kubik itu hilang karena penguapan. Ethiopia dan negara yang hidup di aliran Nil tidak diajak berkonsultasi.
Sebelumnya, Mesir dan Inggris yang mengatasnamakan Uganda, Kenya, Tanzania (masih bernama Tanganyika saat itu), dan Sudan menandatangani kesepakatan Nile Water Agreement pada 1929. Dokumen perjanjian memberikan hak veto pada Mesir pada proyek irigasi yang bisa berpengaruh pada pembagian jatah air.
Seberapa Cepat Pengisian Bendungan
Bendungan sudah memasuki tahapan 70% selesai, dan akan mulai diisi beberapa bulan ke depan. Skenario yang disusun peneliti apa yang terjadi pada cadangan air Mesir dan area pertanian bergantung penuh pada seberapa cepat Ethiopia mengisi bendungan (21, 10, 7, 5, 3 tahun). Waktu yang diperlukan untuk mengisi bendungan berdampak langsung pada berapa banyak air yang mengalir ke Mesir.
ADVERTISEMENT
Semakin cepat pengisian, akan semakin kecil arus air, yang imbasnya akan semakin cepat rakyat Ethiopia menikmati listri yang sampai hari ini 66% diantaranya belum menerima listrik. Sebaliknya, bangsa Mesir akan semakin nelangsa. Percepatan pembangunan dan pengoperasian GERD adalah janji kampanye wajib Presiden Ethiopia. Sebaliknya, skenario terbaik bagi Mesir adalah 21 tahun pengisisan. Mesir hanya akan kehilangan sekitar 3 juta meter kubik air pertahun dan membayahakan 2.5% lahan pertaniannya.
Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan setelah pembicaraan empat hari di Washington, DC, para menteri luar negeri dan pejabat sumber daya air dari tiga negara mengatakan bahwa mereka telah menyepakati jadwal untuk mengisi bendungan.
ADVERTISEMENT
Trump mengungkapkan optimismenya pada kesepakatan mengenai Dam Renaissance Grand Ethiopia dan akan menguntungkan semua pihak yang terlibat. Mungkin lebih optimis dari solusi perdamaian Israel-Pelastina yang diumumkan beberapa waktu lalu. Kesepakatan awal ini menyediakan mekanisme untuk mengatasi beberapa kekhawatiran Mesir, termasuk bagaimana mengisi bendungan selama periode kekeringan, dan bagaimana mengoperasikan pembangkit listrik dalam jangka panjang selama kekeringan.
Nil merupakan satu-satunya sungai besar yang melintas dari selatan ke utara dan melewati 5 zona iklim, iklim hujan tropis, ke iklim semi tropis, lalu dari iklim semi kering ke iklim kering Sahara, dan berakhir di Mediterania. Dari Nil Putih di Burundi dan Nil Biru di Ethiopia, sungai Nil bertemu di Khartoum, tempat Universitas Islam Omdurman berada.
ADVERTISEMENT
Orang Mesir kuno percaya bahwa sungai Nil membanjiri setiap tahun karena air mata kesedihan Isis untuk suaminya yang telah meninggal, Osiris. Tiga tahap siklus banjir Mesir adalah Akhet (waktu banjir Nil), Peret (waktu penaburan), dan Shemu (waktu panen). Sedimen yang tertanam oleh bendungan besar juga membantu membangun delta, dan tanpa itu, erosi telah mengakibatkan percepatan intrusi air laut dari Mediterania ke Delta, secara efektif menghancurkan lahan pertanian yang dulu subur. Tanpa siklus ini orang akan mati karena kelaparan.
Dengan pembangunan mega dam GERD, para ilmuwan memperingatkan bahwa gangguan lebih lanjut terhadap ekosistem sungai Nil dapat menyebabkan kerusakan permanen di wilayah tersebut. Dam yang memiliki waduk ukuran besar, akan mempengaruhi siklus alami banjir yang mendistribusikan lumpur yang kaya secara organik di tepian sungai, memperkaya lahan subur yang tersedia dan berkontribusi pada ritme ekosistem asli, dan akan semakin banyak air yang menghilang karena penguapan air yang menggenang di waduk. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)
ADVERTISEMENT