Beringin Kembar Penjaga Mata Air Terakhir di Mancasan-Kleben, Sleman

Konten dari Pengguna
29 Januari 2021 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Keindahan belik Beringin Kembar. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Keindahan belik Beringin Kembar. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
Dari celah-celah akar beringin yang menggurita, air yang sangat jernih mengalir ke sebuah bak kecil di bawahnya. Tak tahu sejak kapan mata air itu mengalir di bibir sungai Denggung, tapi masyarakat di Padukuhan Mancasan-Kleben, Desa Pandowoharjo, Sleman, menyebut mata air itu dengan nama Belik Lanang atau mata air laki-laki.
ADVERTISEMENT
“Dinamakan Belik Lanang karena mata air di tempat ini memancur dari tebing pinggiran belik ini,” kata Kepala Dukuh Mancasan-Kleben, Gapong Maharia, di kediamannya, Januari 2021 ini.
Di sekitar mata air itu, terdapat dua beringin besar yang berdiri sejajar. Beringin itu menjadi seperti pintu gerbang bagi orang-orang yang akan masuk ke belik tersebut. Karena dua beringin itu, mata air Belik Lanang saat ini juga dikenal dengan nama Sendang Ringin Kembar, artinya sendang beringin kembar.
Tak jauh di sebelah utara Belik Lanang, sebenarnya terdapat mata air lagi yang bernama Belik Wedok. Dinamakan Belik Wedok karena mata air tersebut berupa kubangan atau sendang yang dari dasarnya mengeluarkan air jernih. Tapi itu dulu, sudah sejak beberapa dekade silam, mata air di Belik Wedok sudah mati.“Karena perubahan alam banyak pohon-pohon besar yang dulu ditebangi. Terus karena tidak dipakai juga, jadi tumbuh rumput-rumput sama semak banyak, tidak dirawat jadi mati,” ujar Gapong.
ADVERTISEMENT
Dulu, Belik Wedok menjadi tempat masyarakat setempat untuk mandi dan mencuci pakaian, terutama para perempuan. Namun karena sekarang mata air sudah mati, dan akses menuju Belik Wedok juga semakin susah, para perempuan kini juga menggunakan Belik Lanang bergantian dengan kaum laki-laki.
Ketika ada perempuan yang sedang menggunakan Belik Lanang, maka orang laki-laki yang akan menggunakan belik harus menunggu dulu sampai selesai. Begitu juga sebaliknya.“Itu menunjukkan kalau warga Mancasan-Kleben sangat memegang teguh adat tata krama dan kesopanan, sehingga tidak terjadi kerusuhan antara kaum laki-laki dan perempuan,” lanjutnya.
Namun saat ini, debit air di Belik Lanang juga semakin mengecil. Bahkan ketika memasuki musim kemarau debit air di Belik Lanang benar-benar berhenti. Beringin kembar lah yang terus dipercaya sebagai satu-satunya penjaga eksistensi Belik Lanang, satu-satunya sumber air yang masih tersisa di Mancasan, Kleben, Sleman dari benar-benar kering kerontang sepanjang tahun. 
ADVERTISEMENT
Ditanam untuk Mencegah Erosi
Air mengalir tepat dari akar-akar beringin lanang. Foto: Widi Erha Pradana
Ringin Kembar yang sekarang menjadi penjaga satu-satunya mata air di Mancasan-Kleben sudah ditanam sekitar seabad silam, antara tahun 1920 sampai 1930. Usia seabad sebenarnya belum terlalu tua untuk ukuran pohon-pohon besar seperti beringin. Tapi karena kondisi lingkungan yang masih bagus dan ketersediaan air yang cukup dari sungai Denggung, maka pertumbuhan beringin kembar itu semakin cepat.“Sudah lama itu, sekitar tahun 30-an, tapi karena lingkungan bagus jadi ya cepat tumbuhnya,” ujar Gapong.
Beringin itu sengaja ditanam oleh masyarakat setempat untuk menjaga mata air di sekitarnya sekaligus untuk mencegah erosi bibir sungai akibat arus air yang mengalir setiap hari.“Ternyata sekarang malah jadi besar banget begitu,” ujarnya.
Mata air Belik Lanang menurut kepercayaan turun temurun juga kerap dijadikan tempat semedi oleh Kiai Pancas. Dia adalah orang pertama yang tinggal di padukuhan tersebut, yang kemudian namanya dijadikan sebagai nama Padukuhan Mancasan.“Beliau orang pertama yang tinggal di padukuhan ini, yang kemudian menyebarkan ajaran Islam ke masyarakat sekitar,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Berkaca dari Belik Wedok yang sudah lama mati, apalagi Belik Lanang kini airnya juga sudah mulai mengecil, masyarakat Mancasan-Kleben belum lama ini melakukan penanaman ribuan pohon gayam di sepanjang daerah aliran sungai Denggung yang melewati kampung mereka. Program ini diinisiasi oleh Karangtaruna Desa Pandowoharjo, yang tidak mau kehilangan mata air mereka untuk kedua kalinya.“Selain penanaman ribuan pohon gayam, kemarin kita juga melepaskan benih ikan. Ikan-ikan yang biasa buat terapi itu lho,” ujarnya.
Untuk menjaga kelestarian ikan-ikan di sungai, aturan ketat juga sudah diberlakukan. Siapapun tidak boleh menangkap ikan dengan alat setrum maupun racun. Jika diketahui ada yang mengankap ikan dengan cara-cara yang dilarang, maka sanksi berat sudah menunggunya.“Menangkap ikan boleh, tapi pakai pancing saja,” ujar Gapong.
ADVERTISEMENT
Mimpi Jadi Desa Wisata dan Sumber Perekonomian Masyarakat
Kepala Dukuh Mancasan-Kleben, Kapong Maharia. Foto: Widi Erha Pradana.
Sendang Ringin Kembar menjadi bagian dari rencana Kepala Dukuh Mancasan-Kleben, Gapong Maharia, dalam mengembangkan potensi Padukuhan Mancasan-Kleben. Gapong merangkul masyarakat dan pemuda setempat untuk menjadikan Padukuhan Mancasan-Kleben sebagai desa wisata.
Ada beberapa potensi yang akan ditawarkan kepada wisatawan, pertama ada seni lukis, seni pahat, sablon tradisional, sampai seni karawitan. Selain itu, Mancasan-Kleben juga punya potensi pertanian, peternakan, dan perikanan yang juga bisa diolah sehingga memiliki nilai pariwisata. Nantinya, wisatawan-wisatawan yang datang bisa belajar bidang-bidang tersebut kepada masyarakat langsung.“Nah kalau sudah jalan-jalan, terakhir kalau nanti mau wisata air ada Sendang Ringin Kembar itu, mau mandi atau apa bisa di sana, nanti bisa disediakan ban,” ujar Gapong.
ADVERTISEMENT
Gapong mengaku sudah menyiapkan sumber daya manusia. Ia menggerakkan anak-anak muda, terutama untuk melakukan promosi melalui media digital. Masyarakat-masyarakat yang bersinggungan langsung dengan wisatawan juga siap.
Satu-satunya yang menjadi penghambat pengembangan adalah tidak adanya dana yang cukup. Pasalnya, pembangunan infrastruktur membutuhkan dana yang tidak sedikit, dan mereka membutuhkan investor sebagai pihak ketiga untuk mengembangkan desa wisata seperti yang mereka mimpikan.“Terutama untuk MCK, karena salah satu syarat untuk menjadi desa wisata itu harus ada MCK. Nah untuk membangun itu kita yang belum punya dananya,” ujarnya.
Investor dibutuhkan karena sampai sekarang mereka belum bisa menggunakan dana desa untuk membangun desa wisata.“BUMDes arah ke desa wisata belum diperkenankan. Di sini BUMDes baru digunakan untuk pengolahan sampah dan penjualan beras dari petani padi, di luar itu belum ada SK-nya,” ujar Gapong Maharia. (Widi Erha Pradana / YK-1)  
ADVERTISEMENT