Konten dari Pengguna

Burung Perkutut Penanda Sumber Air Bersih di Gunungkidul

Pandangan Jogja Com
email: pandanganjogja@gmail.com
29 Agustus 2020 13:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perkutut. Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perkutut. Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
Setiap satwa, selalu memegang peran yang penting di dalam ekosistem, termasuk burung perkutut dan pentet. Sayangnya, karena tidak termasuk dalam satwa yang dilidungi, di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kedua jenis burung tersebut banyak menjadi sasaran perburuan untuk diperdagangkan.
ADVERTISEMENT
Padahal, sebagai predator serangga dan ulat, pentet berperan sangat sebagai pengendali hama di habitatnya. Apabila burung ini punah, maka dipastikan serangga dan ulat yang biasa menjadi mangsanya akan overpopulasi dan menjadi masalah serius untuk petani.
Sedangkan sebagai pemakan biji-bijian, perkutut memegang peran penting untuk membantu penyebaran tanaman berbiji. Perkutut akan membantu proseses penyerbukan berbagai jenis tanaman, sekaligus menyebarkan biji-biji ke berbagai tempat.
“Perkutut juga sebagai indikator kelembaban suatu kawasan dan ketersediaan sumber air. Kalau banyak perkutut di dekat situ, artinya ada sumber air bersih,” ujar Dwi Arinto, salah seorang anggota Komunitas Manah Ati, sebuah komunitas yang bergerak di bidang konservasi satwa liar di Gunungkidul, pertengahan Agustus ini.
Peran perkutut ini penting, mengingat kondisi Gunungkidul yang cukup sulit menemukan sumber air bersih, terutama di musim kemarau. Namun jika burung perkutut ini punah, maka secara otomatis satu indikator alami tersebut akan hilang.
ADVERTISEMENT
“Dan pasti makanan mereka akan menjadi hama karena overpopulasi,” lanjutnya.
Aktivitas perburuan yang ada saat ini menurut Arinto tidak sebanding dengan tingkat reproduksi burung di alam. Masalah lain juga turut mengancam, seperti semakin sempitnya habitat asli karena terus dialihfungsikan.
“Kalau situasi begini terus dan perburuan tidak dikendalikan, dalam waktu dua tahun saja bisa habis (pentet dan perkutut),” ujar Dwi Arinto.
Perburuan Liar Ancam Populasi
Ilustrasi burung pentet. Foto: Istimewa.
Burung perkutut (Geopelia striata) dan burung pentet (Lanius schach) di Gunungkidul menghadapi ancaman perburuan yang serius.
Dari pendataan yang dilakukan oleh Komunitas Manah Ati pada 2018, di seluruh Gunungkidul dari 18 kecamatan, burung perkutut yang terdata ada sebanyak 9.132 individu, sementara burung pentet sebanyak 8.321 individu. Tapi saat ini, populasi kedua burung tersebut diperkirakan telah menurun secara signifikan karena adanya perburuan yang masif.
ADVERTISEMENT
“Karena perburuan yang tidak terkendali, jumlah individu perkutut dan pentet terus berkurang, khususnya pentet karena lebih disukai, dan lagi jumlah peternak yang masih sedikit,” kata Dwi Arinto, yang beberapa tahun terakhir ikut fokus memantau populasi kedua burung tersebut di Gunungkidul, pertengahan Agustus.
Perburuan paling banyak dilakukan menggunakan jaring dan pikat, bahkan belakangan perburuan dalam skala yang besar juga telah banyak ditemukan. Cara lain yang kerap dilakukan adalah dengan mengambil anakan burung yang belum lama menetas langsung dari sarangnya.
Apalagi kedua spesies burung ini belum masuk ke dalam daftar satwa yang dilindungi, sehingga upaya perlindungannya pun semakin sulit. Pasalnya, satwa yang tidak dilindungi ini tidak masuk ke dalam kewenangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Terlebih dengan tidak adanya sanksi atau ancaman hukuman, perburuan menjadi makin sulit dikendalikan.
ADVERTISEMENT
“Regulasi ini yang menyebabkan perburuan satwa tidak dilindungi lebih bebas. Apalagi sosialisasi peraturan berkaitan dengan konservasi masih minim,” lanjutnya.
Motif para pemburu perkutut dan pentet yang ditemui, hampir semua sama, yakni motif ekonomi. Sejumlah pemburu yang telah ditemui oleh Manah Ati mengatakan, mereka memburu burung tersebut untuk kemudian dijual.
“Alasannya hanya masalah uang, pokoknya masalah klasik lah,” ujar Dwi Arinto.
Edukasi Melalui Dongeng
Suroso, salah seorang anggota Komunitas Manah Ati yang paling senior mengatakan harus ada yang turun tangan untuk mencegah punahnya burung perkutut dan pentet di alam. Terlebih, belum ada regulasi yang bisa dijadikan ancaman untuk menjerat siapa saja yang melakukan perburuan terhadap dua burung ini, sehingga upaya yang harus dikerahkan tentu lebih besar.
ADVERTISEMENT
“Jadi harus menyadarkan pelaku secara pelan-pelan, kita temui, kita kasih pengertian supaya dia tahu batasan dalam memburu, syukur-syukur mau berhenti memburu,” ujar Suroso ketika dihubungi.
Sebenarnya dia masih kerap melihat dan mendengar merdunya kicauan perkutut. Burung ini menurutnya memang banyak ditemukan di sekitar pemukiman dan di kebun-kebun warga. Berbeda dengan perkutut, pentet menurutnya sudah makin sulit ditemukan. Biasanya, dia menemukan pentet di ladang-ladang warga yang sudah ada larangan berburunya.
“Justru pentet ini dekat sama petani, bukan di hutan. Soalnya di ladang persediaan makannya banyak seperti ulat dan serangga-serangga kecil,” lanjutnya.
Namun jika perburuan seperti sekarang terus dibiarkan, dia yakin burung ini tidak akan punya masa depan yang panjang, khususnya di alam Gunungkidul. Selain menemui para pemburu, komunitas Manah Ati ini juga kerap melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah. Dalam sosialisasi tersebut, intinya mereka menekankan pentingya burung perkutut dan pentet di alam, sehingga harus dijaga dan lestarikan.
ADVERTISEMENT
“Sosialisasinya kami pakai metode mendongeng, biar makin menarik untuk anak-anak,” ujarnya.
Menurutnya boleh-boleh saja berburu burung perkutut atau pentet, asalkan tetap memperhatikan kelestariannya. Sebisa mungkin dalam perburuan ini menghindari penggunaan jaring. Jadi, perburuannya sebatas mengambil anakan burung dari sarangnya. Itupun tidak boleh semuanya diambil, misalnya di sarang itu ada dua anakan, cukup satu saja yang diambil, sementara sisanya dibiarkan untuk tumbuh dan dewasa di alamnya.
“Beberapa orang pelaku penjaringan sudah saya datangi, saya kasih pengertian dan dia paham, tujuannya dia untuk mencari sesuap nasi, tapi akhirnya sekarang sadar. Sehingga burung-burung yang dia punya diserahkan ke kami untuk dilepaskan kembali ke alam. Jadi memang harus pelan-pelan,” ujar Suroso. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT