Konten dari Pengguna

Di Balik Manisnya Jeruk Medan yang Kita Makan

14 Februari 2020 10:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Iustrasi jeruk medan. Foto : Picuki.com
zoom-in-whitePerbesar
Iustrasi jeruk medan. Foto : Picuki.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hari itu mata hari sudah semakin tinggi. Cuaca sangat terik, meski sudah memasuki musim penghujan. Untuk mengusir gerahnya, Jontra Volta Ginting melepas kaosnya hingga telanjang dada. Wajahnya masih menampakkan kelelahan yang sangat. Baru subuh tadi dia sampai di Jogja, di Pasar Buah Gemah Ripah Gamping, Sleman, Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
“Lima hari empat malam dari Medan,” kata Jontra dengan asap rokok yang masih mengepul dari bibirnya, Rabu (12/2).
Jontra membawa hampir 5 ton jeruk dari Medan sampai Jogja dengan truknya. Saat ini, jeruk medan memang jadi komoditas yang paling banyak di pasar buah Gamping. Tak banyak stok buah yang tersedia di sana bulan-bulan ini, karena memang belum musimnya.
Di pojokan salah satu kios buah, ketika kebanyakan orang sedang sibuk mengangkat-ngangkat buah-buahan, ada dua pria yang juga tampak sangat lelah. Mereka adalah Wido Mendala dan Hari Lugas, putra Padang yang juga baru sampai Jogja beberapa jam lalu. Selama empat hari penuh, mereka berada di jalan membawa sekitar 5,5 ton jeruk medan.
ADVERTISEMENT
“Ini baru selesai bongkar, baru istirahat,” jawab Wido dengan wajah lelahnya.
Berpacu dengan Waktu di Tengah Ancaman Begal
Jontra, sopir truk dari Medan pembawa jeruk. Foto : Widi Erha Pradana
Bukan perkara gampang membawa muatan, termasuk buah dari Sumatera sampai Jogja. Pertama, mereka tidak boleh terlalu lama di jalan, atau jeruk-jeruk yang mereka bawa akan busuk dan tak bisa dimakan lagi. Tak hanya risiko busuknya buah, jika tidak sampai ke tujuan pada waktu yang semestinya, mereka juga akan pulang dengan tangan hampa.
“Ya kena klaim kalau telat, nggak dapat apa-apa. Mau makan apa kita?” ujar Jontra.
Sayangnya tak semudah itu untuk sampai tepat waktu. Menurut Jontra dan sopir truk pembawa buah dari Sumatera lainnya, jalanan di Sumatera kurang bersahabat. Sebagian besar rusak, sehingga mereka tidak bisa memacu truknya dengan kecepatan tinggi.
ADVERTISEMENT
“Rusak parah, sebagian besar,” lanjut Jontra.
Tak hanya harus bergulat dengan waktu dan jalan berliku, tugas para pengangkut buah itu menjadi kian berat dengan adanya ancaman begal. Jika apes, bukan hanya harta benda yang raib, tapi juga nyawa mereka.
“Senam jantung terus sepanjang jalan itu,” ujarnya.
Hal itu juga dirasakan oleh Wido dan Hari. Mereka harus memperhitungkan sekali waktu, bagaimana supaya tidak terlalu larut di jalanan Sumatera. Sudah harus menahan kantuk, harus konsentrasi dengan jalan yang rusak, rawan begal pula.
“Harus jaga jam, sebisa mungkin jangan sampai malam di sana. Karena rawan begal, sasarannya kan truk. Alhamdulillah belum pernah (kena begal), jangan sampai,” jelas Wido.
Jauh dari Keluarga
Wido Mendala. Foto : Widi Erha Pradana
Sampai di Jogja, bukan berarti mereka bisa langsung pulang. Mereka harus menunggu komoditas lain yang bisa dibawa ke Sumatera, dan itu tak selalu sebentar. Sering mereka harus menunggu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu sampai ada barang yang bisa dibawa ke Sumatera.
ADVERTISEMENT
“Kalau kosongan rugi di solar,” kata Wido.
Semakin lama menanti ada barang yang bisa dibawa, semakin lama juga waktu mereka menahan rindu kepada keluarga di rumah yang kian membuncah. Bagi Wido yang masih bujangan, hal itu tak jadi soal serius. Tapi bagi Hari dan Jontra, hal itu justru jadi persoalan terbesar bagi mereka.
“Anak udah dua, masih kecil semua. Pasti tanya, bapak di mana, kapan pulang,” kata Hari sembari mengingat dua buah hati kesayangannya di rumah.
Hari Lugas. Foto : Widi Erha Pradana
Minimal, ketika sudah pergi membawa truk, mereka bisa tak pulang hingga 10 hari. Itu minimal, tak jarang mereka harus menahan rindu selama sebulan, terutama ketika di Jawa sedang jarang komoditas untuk dibawa kembali ke Sumatera.
ADVERTISEMENT
“Itu yang paling berat (jauh dari keluarga). Tapi mau bagaimana lagi, daripada kita maling nanti,” ujar Jontra.
Dari cerita Jontra, Wido, dan Hari Lugas, saya menjadi tahu, ternyata kandungan jeruk bukan hanya vitamin C saja. Dalam sebutir jeruk, ada juga rindu, keringat, lelah, rasa takut, juga keselamatan para sopir yang dipertaruhkan di dalamnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)
Baca Juga :