Editing Gen Sukses Bikin Babi Kebal pada Pandemi Virus, Gen Manusia Siap Diedit?

Konten dari Pengguna
23 Desember 2020 10:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi babi. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi babi. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Kabar kesuksesan editing gen pada babi untuk melawan sindrom reproduksi dan pernapasan babi (PRRS) yang dampaknya bagi ternak babi lebih besar ketimbang COVID-19 pada manusia, mengguncang dunia sains. Jika editing gen pada babi sukses melawan pandemic apakah hal itu juga akan berlaku bagi manusia?. MIT Technology Review memuat pertanyaan besar sains gen itu pada 11 Desember lalu.
ADVERTISEMENT
Ya, COVID-19 telah memperlihatkan bagaimana virus baru dapat meledak entah dari mana dan menyebar secara global. Virus ini telah menyebabkan kematian pada 0,5 persen populasi manusia, sebuah angka yang sebenarnya tidak mengancam eksistensi umat manusia.
Namun bagaimana jika wabah berikutnya lebih mirip wabah hitam yang menewaskan sepertiga lebih penduduk Eropa seperti yang terjadi pada abad pertengahan?
Ini adalah risiko yang besar, seperti hantaman asteroid. Karena itu, pengetahuan dan kemampuan untuk merekayasa gen manusia untuk menahan patogen tertentu akan menjadi bekal yang penting.
Bill Christianson, seorang ahli epidemiologi dan dokter hewan yang mengepalai Pig Enhancement Firm di Hendersonville, Tennessee, mengatakan modifikasi gen pada manusia memang bukan perkara sederhana, tapi bukan sesuatu yang mustahil juga. Dua dekade silam, modifikasi gen pada hewan terdengar seperti cerita fiksi, namun sekarang mereka benar-benar bisa melakukannya.
ADVERTISEMENT
34 Tahun Melawan Sindrom Pernapasan Babi
Christianson telah menganalisis secara mendalam penanganan infeksi virus terhadap babi. Selama 34 tahun terakhir, perusahaannya telah berjibaku untuk mencegah penyebaran virus yang dikenal sebagai sindrom reproduksi dan pernapasan babi (PRRS).
Penyakit itu pertama kali muncul pada 1980-an dengan nama telinga biru, karena patogen menyebabkan gejala telinga biru pada babi yang terinfeksi. Awalnya, penyakit itu dikira tidak berbahaya, namun ternyata PRRS menyebabkan babi betina mengalami keguguran atau melahirkan anak babi yang cacat.
“Dan saya akan yakin, ini lebih buruk bagi babi daripada COVID bagi kita,” kata Christianson.
Untuk menghentikan PRRS, para peternak babi juga menerapkan tindakan yang sama untuk mencegah COVID-19. Sebelum masuk ke kandang babi, setiap orang harus mengukur suhu tubuh, mandi, dan mengganti pakaian. Wadah kemasan makan siang akan disterilkan menggunakan sinar UV. Mereka juga harus mengisi kuisioner tentang kontak terakhir dengan babi, apabila mereka pernah melakukan kontak dengan babi maka harus melakukan karantina selama dua pekan.
ADVERTISEMENT
Namun semua itu tidak menutup kemungkinan virus tetap bisa masuk. Ketika virus masuk, dia akan segera menyebar di dalam kandang. Jika sudah seperti itu, langkah terbaik untuk menghentikan penyebaran adalah dengan pemusnahan massal. Jika ini terjadi, peternak babi di AS bisa mengalami kerugian hingga 600 juta dolar karena PRRS.
Akhirnya firma milik Christianson, yang merupakan divisi dari agen genetika hewan Inggris Genus, melakukan upaya yang sangat berbeda. Sebagai alternatif untuk melindungi babi dari sekitarnya, mereka mengubah babi itu sendiri. Ya, mereka melakukan editing terhadap gen babi ternak mereka.
Di fasilitas eksperimental yang lokasinya dirahasiakan, perusahaan tersebut memiliki jantung IVF babi dan laboratorium tempat bayi babi sedang diedit secara genetik menggunakan CRISPR, gunting gen revolusioner.
ADVERTISEMENT
Memotong Gen Reseptor Virus
Setiap virus menyerang sel dengan menempel pada sel tersebut dan menyuntikkan muatan genetiknya. Pada COVID-19, virus menempel pada reseptor yang dikenal sebagai ACE-2, yang tersebar luas di sel-sel saluran pernapasan dan paru-paru.
Sementara pada PRRS, reseptor tersebut adalah CD163 yang terdapat pada sel darah putih. Pada percobaan yang dilakukan, sebagian sampel babi tidak memiliki CD163 karena telah gen pembawanya telah dipotong. Tanpa reseptor, artinya tidak ada infeksi.
Dari analisis perusahaan yang telah dilakukan, upaya untuk menginfeksi PRRS pada babi yang tidak memiliki CD163 tidak berhasil. Ini adalah kabar baik.
“Saya sama sekali tidak berpikir itu adalah perubahan yang ringan. Namun, tampaknya itu bekerja pada semua jenis babi dan bertentangan dengan semua strain virus,” kata Christianson.
ADVERTISEMENT
Ya, inilah kabar yang mengguncang dunia riset editing gen. Jika pada babi sukses dilakukan, apakah itu artinya editing gen pada manusia akan segera menyusul?.
Gunting yang Kurang Presisi
Metode serupa pernah dicoba pada manusia pada 2018 silam. Para ilmuwan China mengedit embrio manusia dengan harapan dapat memberikan resistensi terhadap HIV, penyebab AIDS. Para peneliti ini juga bermimpi untuk menghentikan semua penyakit dengan menghilangkan reseptor.
Masalahnya adalah, pengetahuan yang dimiliki manusia saat ini tidak dapat melakukan pekerjaan yang begitu hebat dengan aman. Meski instrumen CRISPR sangat berguna, namun ia kurang presisi. Dan prosedur pembedahan DNA menciptakan satu hal mirip bekas luka genetik pada bayi kembar yang lahir dari percobaan.
Pada September 2020, sebuah panel tingkat tinggi di seluruh dunia menyatakan tidak ada yang boleh mencoba memodifikasi bayi lagi sampai adanya penetapan yang jelas bahwa itu memang berpotensi secara efektif dan andal tanpa modifikasi yang tidak diinginkan pada embrio manusia.
ADVERTISEMENT
Namun, berbeda dengan modifikasi gen pada manusia, modifikasi gen pada babi menunjukkan keuntungan dan efektivitasnya dengan cepat. Genus berharap mendapatkan persetujuan untuk mempromosikan babi di AS dan China pada awal 2025.
Bagi Raymond Rowland, peneliti di College of Illinois yang peduli dalam menciptakan hewan pertama yang tahan PRRS, peningkatan gen merupakan teknik menciptakan kehidupan yang lebih baik, bagi babi maupun pemeliharanya.
“Babi sama sekali tidak akan tertular virus. Anda tidak memerlukan vaksin, anda tidak memerlukan pemeriksaan diagnostik,” ujarnya.
Memberantas Influenza
Selain PRRS, Genus dan perusahaan lain juga berasumsi untuk membuat babi kebal terhadap virus lain. Mereka sedang menjejaki apakah editing gen dapat menciptakan babi yang kebal terhadap demam babi Afrika, penyakit yang merajalela di China dan sejak 2018 telah menghabiskan separuh babi di negara itu. Peneliti seperti Rowland mengatakan babi yang dimodifikasi mungkin memiliki hal baik yakni mengurangi kemungkinan penyebaran virus dari babi ke manusia.
ADVERTISEMENT
Asal-usul COVID-19 memang belum dapat dipastikan, namun prinsip yang berlaku adalah penyakit tersebut bersifat zoonosis, yakni menular dari hewan ke manusia. Karena babi tidak tertular COVID-19, kecil kemungkinan COVID-19 berasal dari peternakan babi.
Namun peternakan babi terkenal sebagai awal mula pandemi flu. Babi dapat menjadi wadah pencampur yang berbahaya karena dapat menjadi inang virus dari unggas dan flu manusia. Dalam situasi seperti itu, virus flu dapat menukar DNA satu sama lain.
Pengumpulan ulang komponen genetik seperti itu dapat segera menghasilkan virus flu baru yang menyebar di antara manusia tanpa imunitas. Seperti flu babi H1N1 pada 2009, yang membawa bagian virus dari unggas, babi, dan manusia.
Sejak 12 bulan terakhir, Genus membayar seorang ilmuwan Kansas State College, Jurgen Richt untuk merancang babi yang kebal terhadap influenza. Richt tidak yakin dapat membuat babi benar-benar kebal terhadap virus flu yang berkembang pesat. Namun dia berharap dapat menurunkan patogen secara bertahap, bahkan kemungkinan cukup untuk mengurangi satu pandemi lainnya.
ADVERTISEMENT
Karena reseptor influenza melekat begitu luas di dalam tubuh, tidak ada hewan yang dapat bertahan jika dihilangkan semua. Pertanyaan penting selanjutnya adalah, apakah babi dengan terlalu banyak gen yang dihilangkan masih bisa berkembang biak?
“Saya tidak tahu batasan untuk mengeluarkan gen. Itulah alasan kami melakukan trial and error. Namun apa yang kami inginkan adalah membuat mereka kebal terhadap semua influenza,” kata Richt.
Apakah manusia musti bersiap-siap melakukan riset yang sama?(Widi Erha Pradana / YK-1)