Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fitriani, Bagaimana Cara Membicarakanmu Lagi, Fitriani ?
email: [email protected]
26 Desember 2019 15:45 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fitriani, namanya perlu diulang – jadi Firtriani Fitriani – untuk memenuhi persaratan penulisan nama ala barat, membentuk rima yang pasti. Dia Nyai yang menjuarai Thailand Master di awalan tahun 2019, dia Mpit yang porak poranda di SEA Games akhir tahun 2019. Berdiri setinggi 155 cm mengandalkan tangan kanan. Dia Fitriani, gadis Garut 20 tahun yang berperingkat 28 dunia BWF.
ADVERTISEMENT
Selasa (3/12) siang itu, seorang kawan menghentikan aktifitasnya untuk menyetel siaran langsung bulutangkis SEA Games 2019 yang telah memasuki babak final, Indonesia melawan Thailand memperebutkan medali emas sektor Beregu Putri. Kedudukan sementara imbang 1-1, pertandingan ketiga akan segera dilangsungkan.
“Aku penasaran, ingin menonton Fitriani” kata teman tersebut tanpa ditanya. “Ini mungkin kali terakhir dia bermain, aku tidak ingin melewatkannya” ujarnya sinis.
Jalannya pertandingan tidak perlu dibicarakan di sini, Nyai Mpit (begitu warganet menyebutnya- bolehkah saya mengucapkannya di sini?) kalah dua set langsung dengan skor meyakinkan dan Indonesia pada akhirnya kalah 1-3 dari Thailand dan harus puas dengan medali perak. Yang jelas, saya tidak bisa menikmati pertandingan dengan khidmat, karena padatnya berbagai macam sumpah serapah khas anak pelabuhan dari mulut teman saya.
ADVERTISEMENT
Penampilan Fitriani pada gelaran Sea Games Filipina lalu memang mengecewakan. Kecuali Busanan Ongbamruphan yang berperingkat lebih tinggi, dua lawannya dari Vietnam dan Singapura berada di bawahnya secara rangking BWF dan pengalaman bertanding. Fitriani kalah tiga kali dalam tiga kesempatan bermain, menang 2 set dari 8 yang dijalani.
Tetap Masuk Pelatnas
Argumen teman bahwa pertandingan beregu SEA Games akan jadi pertandingan terakhir Fitriani, mungkin ada benarnya. Sebab, selang sehari kemudian Indonesia mengumumkan nama-nama pemain yang akan turun di nomer perorangan, dan di sektor tunggal putri, tidak ada nama Fitriani di sana. Warganet bersukur, dan berdoa agar Gregoria Mariska Tunjung dan Ruselli Hartawan bisa melenggang jauh meraih medali. PBSI sendiri mengatakan bahwa Fitriani mengalami sedikit masalah pada pergelangan kakinya, sehingga harus digantikan.
ADVERTISEMENT
"Fitriani dia belakangan kurang bisa mengembangkan permainan yang seharusnya. Pola permainan agak berubah dari sebelumnya. Sekarang sering kurang sabar dan buru-buru ingin mematikan lawan," ucap Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI, Susy Susanti kala itu.
Namun, nama Fitriani tetap masuk Pelatnas. Penampilan buruknya sepanjang SEA Games tidak mempengaruhi posisinya. Dia masih muda, punya banyak potensi yang bisa dikembangkan. Pada Jumat 20 desember lalu, PBSI mengumumkan 105 nama yang akan mengikuti Pelatnas. Terbagi dalam dua kelas, Utama dan Pratama. Begitu banyak nama muda yang masuk menghiasi skuad Pelatnas. Nama Fitriani ada di urutan kedua tunggal putri.
Prestasinya sepanjang tahun 2019 sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Pada awal tahun ini, dia berhasil meraih gelar Thailand Master Grand Prix Gold 300 yang membanggakan, yang merupakan satu-satunya gelar yang diraih oleh tunggal putri Indonesia tahun ini. Dan setelah itu, penampilannya Nyai terus menurun. Paling top mencapai perempat final Thailand Open Super 500 dan China Taipe Grand Prix Gold 300.
ADVERTISEMENT
Bermain sebanyak 40 kali dari berbagai ajang dalam kalender BWF, mencatatkan 18 kemenangan dan 22 kali kalah. Fitriani yang diproyeksikan PBSI menuju Olimpiade 2020, berada di peringkat 26 daftar Race to Tokyo. Terbilang tidak aman, namun bisa diakali dengan banyak ikut serta pada turnamen-turnamen yang diselenggarakan BWF untuk menambah lebih banyak poin (dan memenangkannya tentu saja), sambil berharap pemain-pemain berperingkat di atasnya tidak mampu mengumpulkan poin.
Sampai kalender 2019 diganti menjadi 2020, belum ada tunggal putri Indonesia yang masuk 20 besar dunia. Bersama Gregoria Mariska Tunjung, Fitriani adalah pebulu tangkis tunggal putri terbaik Indonesia saat ini. Meskipun performa keduanya masih jauh dari harapan.
Sisi baiknya adalah, Fitriani dan Jorji (panggilan akrab Gregoria) tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti turnamen-turnamen level super 500 ke atas. Mereka bisa menjelajahi turnamen level bawah, 100 dan 300 dan menjuarainya. Menambah poin dan harta kekayaan tentunya, serta memperbaiki peringkat dunia dan Race to Tokyo. Adalah impian kita bersama melihat adanya wakil Merah Putih di kelas Tunggal Putri Bulutangkis Olimpiade.
ADVERTISEMENT
Fitriani memang terlihat lebih buruk tenimbang Jorji, baik dari segi peringkat dan permainan di lapangan. Namun, Jorji hanya lebih sering ‘hampir’ menang saja, sedangkan Fitri pernah menang walau lebih sering lagi kalah dalam setiap pertandingan penting. Bahkan jika harus memperbandingkan, head to head Fitri melawan Jorji tidak seimbang, Fitri unggul 4 kali dari empat pertemuan dan hanya kalah satu set. Superior sekali bukan?
Keunggulan Fitriani
Sekali lagi, di tengah segala bullyan di media sosial, Fitriani berhasil menjuarai Thailand Master dan bahkan sempat memimpin Race to Tokyo. Dia hanya larut dalam euforia kemenangan sepanjang tahun.
Dan sebenarnya Neng Fitri memiliki beberapa kualitas yang tidak dimiliki oleh pebulutangkis tunggal putri Indonesia (atau bahkan dunia) lainnya.
ADVERTISEMENT
Pertama, Nyai bisa split sempurna. Ini sudah dipertunjukannya beberapa kali. Bahkan saat awal kemunculannya di Piala Sudirman 2017, dia memperkenalkan dirinya dengan permainan ngotot, mengejar bola ke segala penjuru, mengembalikan bola bahkan dalam posisi sulit. Terima kasih untuk kelenturan tingkat tinggi yang dimilikinya. Dalam sebuah upaya untuk mengembalikan bola, dia melakukan split sempurna, bola kembali namun segera dimatikan lawannya. Dia kalah, masih mentah memang, tapi siap dipoles.
Sepenting apakah kemampuan split sempurna untuk seorang pemain bulutangkis? Sangat penting. Bisa dilihat saat final bulutangkis beregu Putri SEA Games lalu. Pada pertandingan pertama di poin terakhir, Jorji yang mati-matian bertahan dari gempuran Intanon, kehilangan posisi lalu berusaha mengembalikan bola, sayangnya, bola terlalu jauh, dia berusaha melakukan split namun malah membuatnya cedera. Jorji kalah, tak mampu berdiri.
ADVERTISEMENT
Sekitar dua jam setelahnya, di pertandingan ketiga, Fitriani akan menghadapi Busanan, pebulutangkis putri nomer dua Thailand yang pernah Nyai Mpit kalahkan untuk merebut gelar Thailand Master 2019 yang melegenda itu. Fitriani melakukan hal yang sama, kerepotan dalam menghadapi serangan Busanan, dan dalam sebuah adegan sulit, dia melakukan split untuk mengembalikan sebuah bola sulit. Memang Fitriani kalah, namun dia berhasil melewatinya tanpa cedera, terima kasih untuk kelenturan tubuhnya yang baik.
Hal kedua adalah yang tidak diperhatikan oleh banyak orang, bahwa Neng Fitri adalah sosok yang tenang, kalem. Bahkan ketika mendapat poin setelah melewati rally panjang yang penuh dengan bola-bola sulit, dia tetap tanpa ekspresi, mengatur napas dan lalu bersiap melanjutkan pertandingan, sementara kita penonton sudah bersorak sorai kegirangan. Bayangkan jika itu Carolina Marin sang juara Olimpiade, seisi arena akan menggelegar oleh teriakannya. Fitriani si kalem, lembut dan lentur, yang membuat kita bertanya, apakah dia menikmati permainannya? Apakah dia bahagia bermain bulutangkis?.
ADVERTISEMENT
Data Fitriani
Sang Nyai juga memiliki beberapa data menarik tahun ini:
Selain Sania Nehwal saat Indonesia Masters di awal tahun, tidak ada lagi pebulutangkis yang mampu menjuarai turnamen setelah mengalahkan Fitriani. Ini adalah sebuah kutukan yang anda dapatkan setelah anda cukup lancang mengalahkan Fitri. Tercatat, nama-nama beken macam Ratchanok Intanon, He Bing Jiao, Chen Yu Fei dan bahkan Tai Tzu Ying tidak berhasil menjuarai sebuah turnamen saat mengalahkan Fitriani di turnamen yang sama.
Namun ada data yang cukup mengganggu. Selain saat menjuarai Thailand Masters, Fitriani sama sekali tidak pernah memenangkan pertandingan setelah kalah di set pertama. Yang menunjukkan bahwa, Fitriani kehilangan daya juangnya. Dia tidak lagi mampu keluar dari tekanan lawan dan tidak menemukan solusi dalam sebuah pertandingan, dalam hal ini, kinerja pelatih yang mendampingi juga menjadi sorotan. Mungkin Nyai dibebani oleh ribuan ekspektasi paska kemenangannya yang mengagumkan di Thailand.
ADVERTISEMENT
Mungkin splekulatif, namun hal-hal tidak masuk akal macam ini memang terjadi dan perlu di bidang olah raga, terutama ketika ada penulis dengan banyak waktu luang, mencari data tak penting dan menghubungkannya dengan data-data lainnya lalu membuat sebuah cerita.
Mungkin ada baiknya PBSI memberikan ‘surat sakti’ pada pemain-pemain yang sedang menurun performanya. Praven Jordan dan Melati Oktavia telah membuktikannya dalam tur Eropa-nya, menjadi juara superseries 750 dua kali beruntun di Denmark dan Perancis, mengalahkan Wang Yil Yu/ Huang Dong Ping, serta ganda campuran terbaik dunia dua tahun terakhir ini, Zang Siwei/ Huang Yaqiong serta secara beruntun pula.
Fitriani Fitriani, namanya diulang untuk merepotkan pemirsa. Dia dara asal Garut, pebulutangkis tunggal putri Indonesia. Dia Nyai yang mengembalikan bola dengan split sempurna. Dia Mpit yang bertanding tanpa ekspresi, yang tampil dingin di awal dan di akhir. Yang setiap pertandingannya dinantikan warganet untuk di-bully. Yang akan memulai tahun 2020 di bawah sorotan mata sinis penggemar bulutangkis Indonesia. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)
ADVERTISEMENT