Gunung Merapi Siaga, Bagaimana Nasib Flora dan Fauna di Dalamnya?

Konten dari Pengguna
19 November 2020 13:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret Gunung Merapi pada Rabu (18/11). Foto: ANTARAFOTO/Andreas Fitri Atmoko
zoom-in-whitePerbesar
Potret Gunung Merapi pada Rabu (18/11). Foto: ANTARAFOTO/Andreas Fitri Atmoko
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Status Gunung Merapi naik dari Waspada (level II) menjadi Siaga (level III) pada 5 November kemarin. Kenaikan ini didasarkan pada hasil evaluasi yang dilakukan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).
ADVERTISEMENT
Evaluasi tersebut intinya menunjukkan bahwa aktivitas vulkanik di Gunung Merapi dapat berlanjut ke erupsi yang dapat membahayakan penduduk.
“Potensi ancaman bahaya saat ini berupa luncuran awan panas dari runtuhnya kubah lava dan jatuhnya material vulkanik dari letusan eksplosif,” kata Kepala BPPTKG, Hanik Humaida dalam keterangan tertulis pada Kamis (5/11).
Upaya untuk menyelamatkan penduduk di Merapi merupakan keniscayaan. Barak-barak pengungsian sudah dibuka, petugas dan relawan juga sudah diluncurkan ke lokasi. Berbagai skenario telah disiapkan untuk mengantisipasi dampak terburuk jika Merapi benar-benar erupsi.
“Keselamatan flora dan fauna di Merapi juga tidak kalah penting. Upaya penyelamatan sangat perlu dilakukan,” kata Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), Pujiati ketika dihubungi Pandangan Jogja, Sabtu (14/11).
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, beberapa jenis satwa telah diidentifikasi dan dipetakan persebarannya oleh TNGM. Khususnya jenis-jenis burung, capung, mamalia, dan primata.
“Data ini menjadi dasar identifikasi ulang pascaerupsi untuk memantau jenis-jenis satwa yang bertahan ataupun yang hilang,” ujarnya.
Selain melakukan pendataan, TNGM juga melakukan pemantauan terhadap aktivitas satwa yang tidak normal, misalnya jika ada satwa yang turun ke pemukiman masyarakat. Pemantauan ini juga dilakukan dengan cara menerima aduan dari masyarakat, agar bisa segera ditindaklanjuti sehingga satwa tidak diganggu dan masyarakat tidak dirugikan dengan keberadaan satwa liar tersebut.
“Kalau masyarakat ada yang menemukan perilaku satwa tidak normal, bisa langsung dilaporkan kepada TNGM melalui Call Center,” lanjutnya.
Jika nanti ternyata ditemukan ada spesies satwa yang hilang, akan segera dilakukan perlakuan khusus, salah satunya dengan pelepasliaran satwa sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
ADVERTISEMENT
Perlindungan Flora Merapi
Sama dengan perlakuan pada satwa Merapi, TNGM juga telah melakukan identifikasi dan pemetaan persebaran jenis-jenis tumbuhan alami pegunungan Merapi. Sejauh ini, sudah ada 6 jenis tumbuhan penting Merapi yang sudah pada tahap identifikasi genetis, ditambah tiga jenis pionir dari spesies Ficus.
Identifikasi dan pemetaan sebaran juga dilakukan terhadap beberapa spesies anggrek, sejauh ini ada empat spesies anggrek yang menjadi prioritas penyelamatan.
“Hasil identifikasi jenis tumbuhan, khususnya pionir dan cara perbanyakan akan menjadi upaya pascaerupsi untuk pemulihan ekosistem hutan Merapi,” ujar Pujiati.
Upaya-upaya tersebut menurut Pujiati didasarkan pada pengalaman erupsi besar Merapi terakhir pada 2010. Sejauh ini, pihaknya belum bisa memprediksi seberapa besar potensi kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas vulkanis Merapi.
ADVERTISEMENT
“Pada intinya kami siap dengan segala kemungkinan terburuk akibat aktivitas Gunung Merapi ini,” tegas Pujiati.
Flora Prioritas Merapi
Bangun Bramantya, Pengendali Ekosistem Hutan Muda TNGM, mengatakan enam tumbuhan pionir yang menjadi prioritas penyelamatan di antaranya sarangan, tesek, pasang, dadap, sowo, serta puspa. Enam tanaman tersebut merupakan pionir bagi ekosistem hutan, sehingga menurutnya sangat penting dijadikan prioritas konservasi.
“Selain itu tentu saja pertimbangan fungsi peran ekologi dari masing-masing jenis,” ujar bangun Bramantya.
Misalnya sarangan, pohon ini sangat penting salah satunya karena dia menghasilkan buah yang sangat enak dan digemari berbagai jenis satwa liar. Pohon ini juga semakin langka, sarangan termasuk ke dalam tanaman yang dilindungi baik oleh peraturan dalam negeri maupun oleh organisasi konservasi internasional, IUCN.
ADVERTISEMENT
Ada juga tiga jenis tanaman ficus yang menjadi prioritas konservasi, di antaranya gondang, elo, dan wilodo. Jenis-jenis ficus ini dipilih karena mereka merupakan komponen penting dari hutan hujan tropis, memiliki nilai konservasi tinggi karena interaksi dengan berbagai satwa frugivor dan jenis tumbuhan lain, serta dapat merehabilitasi area di sekitar mata air.
“Jadi sebenarnya mengkonservasi jenis-jenis Ficus juga merupakan strategi yang match dengan tujuan konservasi,” lanjutnya.
Proses perbanyakan tanaman-tanaman ini dilakukan dengan berbagai cara, baik generatif maupun vegetatif. Mereka melakukan eksplorasi buah di kawasan hutan, kemudian menyemainya bersama masyarakat sekitar untuk menjadi bibit-bibit pohon baru. Sementara perbanyakan vegetatif dilakukan dengan beberapa metode seperti cangkok, stek pucuk, dan kultur jaringan.
“Jadi harapannya dengan upaya-upaya itu bisa menjaga populasi tumbuhan-tumbuhan penting khas merapi tersebut,” ujar Bangun. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT