Hari Menanam Pohon Nasional 28 November: Jangan Hanya Jadi Seremonial Tahunan

Konten dari Pengguna
28 November 2020 12:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Iustrasi pohon. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Iustrasi pohon. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Setiap 28 November, kita memperingati Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI). Penetapan tanggal 28 November sebagai HMPI didasarkan pada Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008, yang intinya berisi penetapan 28 November sebagai HMPI dan Desember sebagai Bulan Menanam Nasional.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini lahir setelah adanya Aksi Penanaman Serentak dan Gerakan Perempuan Tanam Pohon pada 2007. Gerakan-gerakan ini ternyata menghasilkan cukup banyak pohon yang tertanam. Walhasil, aksi tersebut menjadi katalisator presiden untuk membuat kebijakan tersebut.
Hal itu membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan amanat kepada masyarakat untuk menanam minimal satu pohon per orang. Karena saat itu jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta jiwa, harapannya dengan kebijakan itu akan ada sedikitnya 230 juta batang pohon yang tertanam di tahun itu dan semakin banyak lagi pada tahun-tahun berikutnya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY, M. Wahyudi mengatakan, HMPI merupakan momentum penting untuk mengingatkan kembali masyarakat akan pentingnya menanam pohon. Pasalnya, dalam dunia konservasi menanam pohon mempunyai arti penting.
ADVERTISEMENT
Dengan menanam pohon, menurutnya kita telah membuat ekosistem yang ada di sekitarnya menjadi lebih baik, dan secara otomatis akan memberikan pengaruh positif terhadap makhluk hidup yang ada di ekosistem tersebut.
“Kelestariannya tetap terjaga dan bisa bermanfaat bagi manusia dan semuanya. Proses yang berlangsung tersebut itu sebenarnya merupakan mekanisme konservasi,” kata Wahyudi ketika dihubungi, Jumat (27/11).
Pohon memegang peran penting di dalam ekosistem. Sebab, di dalam proses rantai makanan, pohon dan jenis flora lain mempunyai peran sebagai produsen, sehingga memegang peran kunci bagi keberlangsungan makhluk hidup yang tidak tergantikan oleh apapun.
“Kesimpulannya, menanam pohon itu sama dengan menanam kehidupan,” ujar Wahyudi.
Dosen Fakultas Kehutanan UGM yang sudah lebih dari dua dekade terakhir aktif menanam pohon di berbagai daerah, Winastuti Dwi Atmanto, mengatakan hal yang senada. Menurutnya, menanam pohon sama halnya dengan menyelamatkan sumber daya alam yang saat ini semakin terdegradasi.
ADVERTISEMENT
Apalagi saat ini bangunan-bangunan fisik sudah semakin banyak, mengambil alih ruang-ruang hidup berbagai makhluk hidup.
“Bahkan bantaran sungai pun bangunan fisik banyak sekali, dan kurang memperhatikan fungsi air itu sebenarnya bagaimana, dia harus mengalir lewat mana, jadi tidak memberikan ruang air untuk terserap,” ujar Winastuti.
Dengan adanya penanaman pohon secara masif kembali, menurutnya perlahan akan membuka kembali ruang-ruang untuk air sebagai kebutuhan utama kehidupan yang tidak bisa digantikan dengan apapun. Pasalnya, saat ini manusia menurut dia sudah mulai lupa bagaimana seharusnya menempatkan dan memperlakukan air.
“Jadi ada yang berlimpah ruah air, ada yang kekurangan air, tapi kalau diajak menanam kadang males-malesan,” ujarnya.
Tak hanya bermanfaat untuk lingkungan, menurut Winastuti, menanam juga memberikan manfaat untuk dirinya pribadi. Setiap menanam, Winastuti merasakan adanya ketenangan dan kepuasan batin.
ADVERTISEMENT
“Karena ada komunikasi saya dengan tanaman, jadi dia sering memberi saya oksigen, maka saya harus merawatnya. Jadi ada komunikasi batin, kamu (pohon) saya tanam ya di sini, kamu saya tempatkan di sini,” lanjutnya.
Hal itu membuatnya memiliki emosi yang kuat dengan setiap tanaman yang dia tanam. Dia menjadi lebih menghargai dan menyayangi tanaman, berbeda ketika tidak tahu siapa yang menanam pohon-pohon tersebut.
“Jadi kalau kita menanam itu, sudah menganggap pohon-pohon itu kayak anak kita sendiri,” ujar Winastuti.
Tidak Bisa Asal Menanam
Menanam pohon menurut Wahyudi tidak bisa asal-asalan, perlu pengetahuan supaya pohon yang ditanam akan memberikan manfaat secara optimal. Dalam menanam pohon, perlu memperhatikan karakteristik, sifat, atau ciri dari tanaman yang akan ditanam. Selain itu, kondisi fisik lokasi yang akan ditanami juga perlu diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Hal ini bertujuan untuk menghindari menanam pohon di tempat yang salah. Misalnya, di daerah sumber mata air, mestinya ditanam pohon-pohon yang memiliki kemampuan baik dalam menyimpan air seperti jenis-jenis ficus. Atau ketika ingin menanam di lahan gersang yang sedikit air, mestinya tidak ditanam jenis-jenis pohon yang menyerap atau membutuhkan banyak air.
“Fungsi tujuan dari menanam pohon juga perlu diperhatikan, apakah untuk kepentingan produksi, keindahan, atau ekologis,” kata Wahyudi.
Selain itu, ketika akan menanam pohon kita juga perlu memperhatikan kesesuaian tanaman dengan kondisi fisik topografi lokasi tanam, misalnya apakah jenis pohon yang akan ditanam termasuk jenis invasif atau bukan.
“Karena jika jenis invasif yang ditanam, nanti justru akan merusak tanaman lainnya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Wahyudi, menurut Winastuti, menanam pohon juga tidak bisa sembarang menanam. Pohon yang ditanam mesti memperhatikan tapak atau habitatnya. Misalnya di gunung dan di pantai, tentu tanaman yang bagus untuk ditanam juga berbeda.
“Misalnya saya nanam jati di pantai kan enggak mungkin, saya tanam bakau di gunung kan enggak mungkin, karena tidak sesuai dengan habitatnya. Jadi harus ada kesesuaian jenis, kesesuaian habitatnya dia,” ujar Winastuti.
Bahkan setiap akan melakukan penanaman, Winastuti selalu mengecek tanahnya mulai dari PH, kandungan bahan organiknya, serta tekstur strukturnya, supaya tanaman yang ditanam akan memberikan manfaat secara optimal.
“Jadi tidak bisa asal-asalan, harus detail,” ujarnya.
Jangan Hanya Seremnial Setahun Sekali
Yang kerap menjadi masalah, HMPI hanya dijadikan sebagai aksi-aksi seremonial setahun sekali belaka. Wahyudi mengatakan, HMPI mestinya tidak hanya menjadi seremonial belaka, melainkan menjadi pemantik supaya masyarakat lebih sadar akan pentingnya menanam dan kemudian membuat mereka semakin gemar menanam.
ADVERTISEMENT
Menanam pohon jangan hanya sekadar untuk gaya-gayaan di media sosial supaya terlihat peduli dengan lingkungan. Menurutnya, menanam pohon harus melekat dan menjadi budaya setiap manusia Indonesia.
Supaya menanam menjadi budaya, menurut dia sejak pendidikan usia dini anak-anak sudah harus dikenalkan dengan kegiatan menanam. Jika perlu, menanam pohon dimasukkan ke dalam program rutin tiap sekolah, sejak sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi.
“Dengan kita sadar bahwa menanam itu penting, pasti kita juga akan menjaga bumi ini lebih baik lagi,” ujar Wahyudi.
Pendidikan menanam pohon sejak dini secara intensif ini nantinya juga akan menumbuhkan nilai-nilai penting di dalam diri masyarakat. Misalnya, akan membuat mereka lebih bijaksana dalam menggunakan bahan-bahan yang berbahan baku pohon.
ADVERTISEMENT
“Sehingga dampak jangka panjangnya membuat bumi tidak cepat panas karena efek rumah kaca, air tetap tersedia dalam tanah maupun di sungai-sungai, dan semuanya itu jadi sumber kehidupan makhluk lainnya,” kata Wahyudi.
Winastuti juga kerap kesal jika momentum penting ini justru hanya dijadikan aksi-aksi seremonial belaka tanpa ada keberlanjutan program yang jelas. Tak hanya sia-sia, aksi-aksi semacam ini juga hanya akan buang-buang anggaran yang jumlahnya besar.
“Jadi cuman diberi kaos, diberi makan, nanam satu dua terus pergi. Jadi cuman seremonial terus selesai,” ujar Winastuti.
Mestinya, setiap kegiatan penanaman harus ada program-program yang berkelanjutan. Misalnya harus ada pendampingan dan pemeliharaan pascatanam. Setelah penanaman mestinya ada monitoring dan evaluasi dalam periode tertentu, sehingga diketahui berapa bibit yang hidup dan siapa saja yang terlibat sehingga aksi penanaman tidak hanya bersifat seremonial saja.
ADVERTISEMENT
“Jadi tidak hanya ngomong, keluar biaya banyak, bibit kadang tidak tertanam di lapangan hanya mati sia-sia di dalam polybag itu kan kasihan,” lanjutnya.
Pandemi menurut dia juga bukan alasan untuk tidak menanam. Masa-masa pandemi yang membuat sebagian besar orang harus bekerja dari rumah justru mestinya memberikan waktu lebih banyak untuk menanam. Tak harus menanam jenis pohon-pohon besar, jika memang mengalami keterbatasan lahan, kita juga bisa menanam jenis-jenis sayur maupun tanaman hias.
“Karena itu juga bisa membersihkan udara, udara akan bersih,” ujarnya.
Syukur-syukur, jika kita bisa menanam untuk skala yang lebih luas lagi. Meski pandemi, beberapa kali Winastuti juga tetap ikut dalam kegiatan penanaman di sejumlah tempat, tentunya dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
“Kan dengan jaga jarak, pakai masker, kita bisa tetap menanam, saya rasa tidak masalah. Jadi pandemi bukan alasan untuk tidak menanam,” tegas Winastuti Dwi Atmanto. (Widi Erha Pradana / YK-1)