Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Jadi Bahan Baku Albumin untuk Industri Obat, Budidaya Ikan Gabus Masih Jarang
email: [email protected]
26 Januari 2021 14:26 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Meski sudah memulai usaha sejak 2013 silam, tapi Rohadi, 30 tahun, masih kewalahan memenuhi permintaan ikan gabus dari pasar. Rohadi adalah satu dari sedikit pembudidaya gabus jenis Channa satriata yang ada di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Dengan kolam beton ukuran 2x1 meter dan 3x1 meter sebanyak 29 buah, Rohadi mampu menyuplai 20 ribu benih gabus tiap bulan ke para peternak pembesaran di berbagai daerah seperti Klaten, Solo, Wonosobo. “Jogja malah jarang,” ujar Rohadi ketika ditemui di rumahnya, Sabtu (16/1).
Padahal, menurut Rohadi keuntungan berbudidaya gabus cukup menjanjikan. Setiap panen, dia bisa meraup pendapatan hingga tiga kali lipat dari modal atau biaya yang dia keluarkan.“Jadi keuntungannya itu sampai 70 persen (dari pendapatan), modalnya cuman 30 persen,” ujarnya.
Menjalankan budidaya gabus menurutnya relatif lebih gampang ketimbang ikan lain seperti lele atau gurami yang butuh biaya dan tenaga lebih besar. Memang, waktu panennya lebih lama jika dibandingkan dengan budidaya lele. Untuk gabus yang siap konsumsi, biasanya harus menunggu paling cepat tujuh bulan untuk bisa dipanen, itupun kalau pakannya bagus. Untuk mempercepat pertumbuhan, biasanya Rohadi memberi pakan daging keong yang digiling.“Kalau pakannya pelet, bisa satu tahun lebih baru panen,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ini juga yang kemudian membuat Rohadi lebih memilih pembenihan saja daripada pembesaran. Alasannya, supaya uang bisa lebih cepat berputar, tidak terlalu lama mengendap, meskipun sebenarnya dari hasilnya lebih menguntungkan pembesaran.
Dengan melakukan pembenihan, Rohadi bisa panen sampai 20 kali dalam setahun dengan setiap panen bisa menjual 4 ribu sampai 5 ribu ekor. Harga per ekornya antara Rp 300 sampai Rp 650, tergantung ukuran benih yang dijual.
Pasar Utama untuk Obat
Meski dari segi rasa ikan gabus menurut Rohadi lebih gurih, tapi masih sangat jarang tempat makan yang menyediakan menu dari ikan gabus. Hanya restoran tertentu saja yang pada daftar menunya terdapat ikan gabus.“Mungkin karena mahal juga ya, satu kilo itu sekitar Rp 60 ribu, kalau lele kan cuman sekitar Rp 20 ribu. Paling rumah makan yang agak gede dikit, ada ikan gabusnya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pasar utama ikan gabus saat ini menurut Rohadi justru untuk keperluan medis. Dengan kandungan albumin yang tinggi, ikan gabus menjadi bahan pembuatan obat untuk mempercepat penyembuhan luka.“Biasanya kalau habis operasi, biar cepat sembuh lukanya. Bisa langsung dimakan, dipepes, ada juga yang dibikin obat albumin dijadikan kapsul itu diambil sarinya,” ujarnya.
Sebenarnya Rohadi pernah mendapat permintaan untuk menyuplai gabus ke sebuah perusahaan obat di Semarang. Satu pekan, dia harus mengirim 1 kwintal ikan gabus siap produksi. Tapi setelah menghitung kemampuan SDM maupun kapasitas kolam produksinya, Rohadi menolak tawaran tersebut.“Jadi pasarnya sebenarnya masih sangat terbuka, tapi masih sedikit banget yang budidaya (gabus), apalagi di Jogja,” ujarnya.
Untuk menambah kapasitas produksinya, sekarang Rohadi sedang menyiapkan kolam lagi di lahan sekitar 1.000 meter. Dia juga sedang mencoba melakukan percobaan persilangan antara Channa satriata dengan Channa maru, yang pertumbuhannya relatif lebih cepat namun tidak memiliki kandungan albumin.“Nah setelah disilangkan ini pengin lihat, apakah pertumbuhannya bisa lebih cepat seperti Channa maru, tapi juga masih punya albumin kayak yang satriata,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sangat Mahal dan Harus Impor
Guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Eddy Suprayitno, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa albumin merupakan protein penting yang terdapat di dalam plasma darah yang produksinya hanya dilakukan di hati dan dikeluarkan langsung ke dalam sirkulasi darah.
Ada beberapa peran penting albumin bagi tubuh manusia, di antaranya sebagai penjaga tekanan osmotik plasma, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma, serta sebagai pengikat obat-obatan.
Karena itu, dalam dunia kesehatan albumin kerap digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit terutama yang disebabkan berkurangnya jumlah protein darah seperti luka bakar, patah tulang, luka pascaoperasi, serta infeksi paru-paru.
Sayangnya, albumin yang perannya sangat penting tersebut sampai sekarang Indonesia masih harus impor dengan harga yang tidak murah.“Albumin yang berperan sedemikian besar, sampai saat ini merupakan komoditas impor dalam bentuk human serum albumin (HSA) yang harganya sangat mahal,” tulis Eddy Suprayitno.
ADVERTISEMENT
Mahalnya harga albumin membuat para peneliti dan praktisi memutar otak, bagaimana mencari alternatif sumber albumin, salah satunya ditemukanlah ikan gabus. Hasilnya, diketahui bahwa albumin gabus justru memiliki kualitas yang jauh lebih baik dibandingkan albumin telur yang bisa digunakan dalam penyembuhan pascabedah.
Para peneliti menemukan bahwa ikan gabus air payau memiliki kandungan albumin lebih tinggi 4,76 persen dibandingkan gabus air danau yakni sebesar 0,8 persen. Selain itu, ikan gabus jantan diketahui memiliki kadar albumin lebih rendah sekitar 6,7 persen dibandingkan gabus betina yang mencapai 8,2 persen.“Untuk memperoleh crude albumin, dapat dilakukan dengan pengukusan ataupun ekstraktor vakum untuk memperoleh rendaman dan kualitas yang lebih baik,” tulisnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya konsentrasi albumin di dalam tubuh, di antaranya malnutrisi, penyakit hati kronis,malabsorbsi, luka bakar hebat, dan sebagainya. Rendahnya konsentrasi albumin ini akan berpengaruh pada fungsi pengantaran zat gizi ke dalam jaringan dengan membentuk odema lokal.
ADVERTISEMENT
Selain dimanfaatkan untuk kesehatan, albumin gabus juga dapat dimanfaatkan sebagai produk pangan yang sehat seperti es krim, puding, bubur, nugget kan, bakso, dan permen jelly.
Rohadi mengatakan, sejauh ini tak ada masalah serius yang dia hadapi selama menjalani bisnis budidaya gabus. Satu-satunya masalah yang cukup serius adalah ketersediaan pakan.Cacing pita yang menjadi pakan utama gabus kini semakin langka. Jika pun ada, sekarang harganya sudah cukup mahal.“Cacing pita sekarang satu liternya sampai Rp 40 ribu, kalau dulu cuma Rp 15 ribu, karena memang sudah semakin langka ya,” ujar Rohadi. (Widi Erha Pradana / YK-1)