Kontroversi Keris Nogo Siluman Pangeran Diponegoro

Konten dari Pengguna
10 Maret 2020 19:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Keris Nogo Siluman. Foto : dokumen Sri Margana
zoom-in-whitePerbesar
Keris Nogo Siluman. Foto : dokumen Sri Margana
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di media sosial sedang ramai kontroversi kembalinya Keris Nogo Siluman, sebuah pusaka milik Pangeran Diponegoro yang sempat dirampas oleh Belanda. Ada yang percaya pusaka itu benar-benar Nogo Siluman milik Diponegoro, tapi tidak sedikit juga yang menyangkalnya.
ADVERTISEMENT
Empu Sungkowo Harumbrodjo menjadi salah seorang yang meragukan kebenaran berita itu. Menurutnya, sangat kecil kemungkinan jika keris itu benar keris milik Pangeran Diponegoro lalu dikembalikan begitu saja oleh Belanda.
“Kalau misalnya keris zamannya Diponegoro sudah di sana (Belanda), tidak mungkin dikembalikan ke sini lagi. Kalau dikembalikan kok saya tidak punya bayangan,” kata Empu Sungkowo berbahasa Jawa, Selasa (10/3).
Empu Sungkowo adalah sedikit empu keris di Yogyakarta yang kemampuan dan kedudukannya sebagai empu keris sangat dihormati. Namun, meski sudah puluhan tahun menjadi pembuat keris, dia masih kesulitan memastikan apakah keris yang sedang ramai dibicarakan itu benar-benar keris Nogo Siluman milik Diponegoro atau bukan, apalagi dia hanya melihat lewat foto.
Empu Sungkowo cukup lama mengamati gambar keris itu di layar gawai yang saya tunjukkan. Dia memperbesar gambar itu, tepat di bagian gandik yang berbentuk bagian naga.
ADVERTISEMENT
“Di mana-mana kalau Nogo Siluman itu naganya tidak ada badannya, jadi hanya kepalanya saja. Kalau ini kok kayaknya ada badannya,” lanjutnya sembari masih mengamati detail-detail keris yang disebut-sebut sebagai peninggalan Pangeran Diponegoro itu.
Ciri-ciri Keris Nogo Siluman
Keris Nogo Siluman milik Empu Sungkowo
Di tengah obrolan tentang Keris Nogo Siluman, Empu Sungkowo beranjak masuk ke dalam rumahnya. Tak begitu lama, dia kembali dengan sebilah keris di tangannya. Dia keluarkan bilah keris dari warangkanya.
“Kalau Nogo Siluman itu seperti ini,” kata dia menunjukkan salah satu koleksi kerisnya.
Keris itu memiliki gandik berupa kepala naga tanpa badan dengan pamor melati rinonce. Jika dilihat sekilas, pamor tersebut menyerupai badan naga, tapi ternyata terpisah dari kepala naga di bagian gandiknya.
Kepala naga tanpa badan di keris nogo siluman milik Empu Sungkono. Foto : Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Empu Sungkowo tak tahu, tahun berapa keris itu dibuat. Tapi dia yakin keris koleksinya itu sudah cukup lama dibuat, tak terpaut lama dari masa Diponegoro.
Sebenarnya untuk melihat ciri-ciri keris di masa Diponegoro bisa dilihat dari tangguhnya. Berdasarkan modelnya, keris di masa Diponegoro tergolong dalam tangguh mataram senopaten.
“Kalau senopaten itu kerisnya ukurannya agak besar, terus pamornya itu pandes dan ngrawat. Terus warna besinya itu hitam agak biru,” jelasnya.
Kembali ke keris Nogo Siluman, keris ini menurutnya bukan merupakan syarat yang harus dimiliki seorang pangeran untuk menjadi raja seperti keris Joko Piturun dan Kyai Kopek. Keris ini lebih akrab dengan prajurit, patih, atau para punggawa kraton.
Versi Sri Margana
Kepala naga dalam keris Ngo Siluman. Foto : dokumen Sri Margana
Sejarawan UGM yang merupakan anggota Tim Verifikasi Keris Pangeran Diponegoro, Sri Margana, tak heran jika kemudian muncul kontroversi terkait keris Nogo Siluman. Menurutnya, semua orang bisa berteori dan meyakini pijakan teori yang dipakainya.
ADVERTISEMENT
“Ada hal yang tidak ideal tapi ada, seperti keris nogo siluman ini memang hal yang bisa mengundang kontroversi. Saya tidak heran. Tapi pada akhirnya yang paling tahu hanya Tuhan,” katanya menjawab pertanyaan melalui telefon.
Sebagai seorang akademisi, Sri Margana meyakini keris itu sebagai keris nogo siluman berdasar tiga dokumen penting. Pertama, korespondensi antara De Secretaris van Staat dengan Directeur General van het department voor Waterstaat, Nationale Nijverheid en Colonies antara tanggal 11-15 Januari 1831.
Dalam korespondensi itu disebutkan bahwa Kolonel J.B. Clerens menawarkan kepada Raja Belanda Willem I sebuah keris dari Diponegoro. Keris itu kemudian di simpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden (KKVZ). Setelah itu pada tahun 1883 keris ini keserahkan ke Museum Volkenkunde Leiden.
ADVERTISEMENT
Dokumen kedua adalah kesaksian dari Sentot Prawirodirjo yang ditulis dalam Bahasa Jawa kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Belanda. Dalam surat itu Sentot menyatakan bahwa ia melihat sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Kyai Nogo Siluman kepada Kolonel Clerens.
Dokumen ketiga adalah catatan dari Raden Saleh, pelukis yang pernah tinggal di Belanda dan melukis penangkapan Pangeran Diponegoro. Catatan Raden Saleh ini dituliskan di bagian sisi kanan surat kesaksian Sentot Prawirodirjo. Dalam catatan itu Raden Saleh yang telah melihat dengan mata kepala sendiri keris itu di Belanda menjelaskan makna Keris Nogo Siluman dan ciri-ciri fisik keris itu.
“Dari ketiga dokumen itu para peneliti di Belanda yakin bahwa keris koleksi Museum Volkenkunde Leiden dengan nomor seri 360-8084lah yang dianggap paling mendekati dengan kesaksian tiga dokumen itu,” jelas Margana seraya menambahkan, “Dari ukiran Nogo Siluman Jawa ini saya berkeyakinan bahwa keris ini adalah keris Pangeran Diponegoro yang dinamai Naga Siluman itu. Kesimpulan saya diamini oleh Dirjend Kebudayaan Dr. Hilmar Farid, yang juga seorang sejarawan, Duta Besar RI untuk Belanda dan juga saudara Bonnie Triyana, sejarawan yang juga jurnalis yang menjadi bagian dari delegasi Indonesia.”
Capture dari unggahan Toni Junus di Facebook yang menulis buku Tafsir Keris. Unggahan Toni Junus ramai ditanggapi di kolom komentar maupun dibagikan di grup pecinta keris.
Empu Sungkono tak menampik pentingnya dokumen atau sertifikat keaslian keris dalam upaya mengidentifikasi otentisitas sebuah keris kuno.
ADVERTISEMENT
"Sertifikat atau dokumen penguat memang penting, tapi ciri-ciri fisiknya juga bisa dilihat jelas," katanya. (Widi Erha Pradana / ES Putra / YK-1)