Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masa Depan Belajar Online Paska Pandemi COVID-19
email: [email protected]
2 Mei 2020 20:19 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 2018, manusia mencapai kondisi 50-50, dimana separuh dari penduduk bumi sudah terhubung dengan internet dan sebagian lagi belum. Angkanya masih tiga koma sekian miliar jiwa. Pandemi ini banyak diyakini akan mempercepat kita menuju peradaban digital, dari urusan interaksi sosial hingga rapat kantor, dari jualan barang dan jasa yang memang sudah berjaya hingga belajar mengajar yang akan segera menyusul.
ADVERTISEMENT
Salah satu ruang publik yang pertama kali ditutup pada masa pandemi ini adalah sekolah. Di seluruh dunia, lebih dari 1,2 miliar siswa dari 186 negara yang dipaksa belajar dari rumah. Sistem belajar dan mengajar langsung berubah, dilakukan dari rumah. Hampir semua orang memiliki telepon pintar sekarang ini dan terhubung dengan internet dalam kehidupan kesehariannya. Ada begitu banyak aplikasi belajar daring di sana. Paltform digital yang mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh menemukan momentumnya.
Pertumbuhan edtech sudah cukup tinggi bahkan sebelum ada COVID-19 dengan nilai investasi global mencapai US $ 18,66 miliar pada 2019 dan pada tahun 2025 diproyeksikan mencapai $ 350 Miliar. Sejak pandemi ini muncul, penggunaan video konferensi, bimbingan belajar virtual, atau perangkat lunak pembelajaran online meningkat pesat seiring sekolah di tutup dan orang-orang diminta tetap di rumah saja.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini membuat banyak platform pembelajaran online menawarkan akses gratis ke layanan mereka, termasuk platform seperti BYJU, yang sekarang merupakan perusahaan edtech yang paling bernilai di dunia. Platform bimbingan belajar online yang berbasis di Bangalore India ini mencatatkan peningkatan jumlah siswa baru hingga 200% yang menggunakan produknya, sejak mengumumkan kelas live gratis pada aplikasi Think and Learn, menurut Mrinal Mohit, Chief Operating Officer perusahaan.
Kelas Tencent juga mencatatkan peningkatannya. Sejak pemerintah China meminta siswa-siswanya untuk melanjutkan studi mereka melalui platform daring. Ini menghasilkan “gerakan online” terbesar dalam sejarah pendidikan dengan sekitar 730.000, atau 81% dari siswa K-12, menghadiri kelas-kelas melalui Sekolah Online Tencent K-12 di Wuhan.
DingTalk, aplikasi pembelajaran jarak jauh milik Alibaba juga kelimpahan peserta. Menurut CEO DingTalk, Chen Hang, platformnya
ADVERTISEMENT
Bahkan harus memanfaatkan Alibaba Cloud untuk mengerahkan lebih dari 100.000 server cloud baru hanya dalam dua jam saja bulan lalu - menetapkan rekor tersendiri untuk kecepatan ekspansi kapasitas.
Dr Amjad, seorang profesor di Universitas Yordania yang telah menggunakan Lark untuk mengajar murid-muridnya berkata, “Itu telah mengubah cara mengajar. Ini memungkinkan saya untuk menjangkau siswa saya lebih efisien dan efektif melalui grup obrolan, pertemuan video, pemungutan suara dan juga berbagi dokumen, terutama selama pandemi ini. Murid-murid saya juga merasa lebih mudah untuk berkomunikasi di Lark. Saya akan tetap menggunakan Lark bahkan setelah coronavirus, saya percaya pembelajaran offline tradisional dan e-learning dapat berjalan seiring."
Kesenjangan Akses
Namun, seperti kalimat pembukaan di atas, separuh penduduk bumi belum bersentuhan dengan internet. Ada banyak negara yang masih berjuang untuk membangun jaringan internet, keluarga-keluarga miskin yang tidak memiliki telepon pintar atau mungkin laptop dan komputer, dan guru-guru yang masih gelagapan menggunakan teknologi.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, menurut data dari OECD sementara 95% siswa di Swiss, Norwegia, dan Austria memiliki komputer yang digunakan untuk membantu pekerjaan sekolah mereka, sedangkan di Indonesia hanya sekitar 34%.
Bagi yang memiliki akses ke teknologi, belajar daring bisa menjadi lebih efektif ketimbang belajar seperti di sekolah biasa. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa rata-rata siswa dapat mempertahankan 25-60% lebih banyak materi ketika belajar online dibandingkan dengan hanya 8-10% di ruang kelas. Hal ini disebabkan karena efisien waktu yang didapatnya dari e-learning daripada berada di lingkungan kelas tradisional karena siswa dapat belajar dengan langkah mereka sendiri, kembali ke kelas daring, dan membaca ulang, atau mempercepat melalui konsep yang mereka pilih dan melewatkan yang tidak perlu.
ADVERTISEMENT
Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran daring telah terbukti meningkatkan daya serap informasi, dan menghabiskan lebih sedikit waktu. Terlalu banyak kisah yang bisa dijadikan contoh tentang orang-orang yang hanya bermodalkan melihat video tutorial dari Youtube sudah mampu melakukan sesuatu dan menciptakan sesuatu.
Namun tingkat efektivitas ini berbeda di tiap kelompok umur. Bagi anak-anak, yang sangat mudah terganggu oleh apapun, diperlukan lingkungan yang terstruktur untuk membangun atmosfer belajar di rumahnya. Menurut Mrinal Mohit dari BYJU, penggunaan teknologi untuk membuat kegiatan belajar mengajar menjadi menyenangkan sangatlah penting.
"Kami telah mengamati bahwa integrasi permainan yang cerdas telah menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dan peningkatan motivasi terhadap pembelajaran terutama di kalangan siswa yang lebih muda, membuat mereka benar-benar jatuh cinta pada pembelajaran," kata Mohit.
ADVERTISEMENT
Senada, Wakil Presiden Tencent Cloud dan Wakil Presiden Pendidikan Tencent, Wang Tao mengatakan, “saya percaya bahwa integrasi teknologi informasi dalam pendidikan akan semakin dipercepat dan bahwa pendidikan online pada akhirnya akan menjadi komponen integral dari pendidikan sekolah.”
Ada ungkapan lama yang berbunyi, “belajar bisa dilakukan di mana pun,” atau kapan pun, atau dengan siapapun. Keberadaan teknologi digital membuat ungkapan itu lebih mungkin dimengerti, selama sinyal masih tetap terhubung. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)