Mbah Sukidjo, Maestro Budidaya Ikan Gabus dari Jogja dan Ketaksengajaan Rohadi

Konten dari Pengguna
27 Januari 2021 18:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mbah Sukidjo. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Mbah Sukidjo. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di kalangan pembudidaya ikan gabus atau Channa striata di Jogja bahkan Indonesia, Mbah Sukidjo, 79 tahun bukanlah orang yang asing. Dia adalah pembudidaya ikan gabus senior di Jogja. Bahkan tidak berlebihan jika dia dijuluki sebagai pelopor budidaya gabus di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Nyaris setiap hari, dia selalu menerima tamu, dari pembudidaya lain sampai mahasiswa. Ada yang ingin beli benih, tak sedikit juga yang datang hanya untuk belajar bagaimana caranya berbudidaya gabus. Tidak hanya dari Jogja, tidak sedikit juga yang datang dari luar kota.Semua dia sambut dengan hangat di rumahnya yang sederhana di Dusun Jetis Depok, Sendangsari, Minggir, Sleman.
Mbah Kidjo, sapaan akrabnya, sudah memulai menekuni budidaya ikan sejak 1970-an. Awalnya dia membudidayakan lele lokal, pernah juga budidaya berbagai jenis ikan hias, dan terakhir sebelum beralih ke gabus, dia menekuni budidaya ikan gurame.“Kalau gabus, saya mulai belajar sejak 2005, bisa dibilang karena tidak sengaja,” kata Mbah Kidjo ketika ditemui di kediamannya, Rabu (20/1).
ADVERTISEMENT
Di kolam guraminya, Mbah Kidjo melihat ada indukan gabus yang entah datang dari mana. Ikan gabus yang merupakan jenis ikan predator itu ternyata memakani anakan gurami yang ada di dalam kolam. Tapi anehnya, ikan gabus itu justru bertelur dan memiliki banyak anakan.
Mbah Kidjo kemudian mengambil ikan gabus itu dan memindahkannya ke kolam lain. Tak membuangnya, Mbah Kidjo justru mempelajari perilaku ikan itu nyaris setiap hari. Dia tahu, kalau ikan gabus memiliki khasiat, karena ikan gabus ini sering dicari oleh orang-orang yang baru operasi untuk mempercepat penyembuhan luka.“Lama itu saya pelajari, sampai dikira edan (gila). Enggak cuman sehari dua hari, bertahun-tahun saya mempelajari ikan gabus ini. Perilakunya, berkembang biaknya, semuanya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selama bertahun-tahun, Mbah Kidjo juga berkali-kali mencoba membudidayakan ikan gabus, dan berkali-kali juga dia gagal. Baru pada awal 2010, Mbah Kidjo benar-benar menemukan metode yang tepat untuk membudidayakan gabus.“Jadi lima tahun itu bener-bener belajar, kalau kuliah sudah sarjana itu,” kelakarnya.
Kewalahan
Kolam ikan gabus Mbah Kidjo. Foto: Widi Erha Pradana.
Sejak 2010, bisnis budidaya gabus yang ditekuni Mbah Kidjo terus meningkat. Sampai sekarang, total kolam yang dia miliki seluas 1.700 meter, dengan produksi benih sebulan bisa mencapai 15 ribu benih. Satu benih ukuran 3 sampai 4 cm biasanya dijual seharga seribu rupiah.
Tapi jumlah itu masih jauh dari permintaan yang datang. Mbah Kidjo pernah mendapat permintaan ikan gabus konsumsi hingga dua kwintal per hari. Namun karena kapasitas produksinya yang terbatas, dia tidak menyanggupinya.“Dari mana-mana itu minta ke sini, sampai antre,” ujar Mbah Kidjo.
ADVERTISEMENT
Paling banyak, ikan gabus diolah menjadi kapsul albumin. Kebutuhan ini menurut dia masih sangat tinggi, tapi jumlah pembudidaya gabus sampai sekarang masih sangat sedikit.Itu mengapa, Mbah Kidjo sangat aktif melakukan pendampingan dan berbagi pengetahuan kepada siapapun yang tertarik untuk melakukan budidaya gabus. Dia juga membuat sebuah grup Usaha Pembenihan dan Pembesaran Ikan (UPPI), dengan anggota hampir 100 orang.“Itu dari Sabang sampai Merauke ada, kalau ada yang punya masalah pembenihan, penyakit, apapun itu yang kaitannya dengan ikan, ditanyakan di situ,” ujarnya.
Beberapa mahassiwa berkumpul untuk belajar budidaya ikan gabus di rumah Mbah Kidjo. Foto: Widi Erha.
Dia juga kerap diundang untuk mengisi materi di kampus-kampus. Pasalnya, sampai sekarang masih sangat jarang orang yang bisa membudidayakan gabus.
Perlahan tapi pasti, jumlah orang yang menekuni budidaya gabus semakin banyak. Mbah Kidjo menyambut baik hal ini, pasalnya sebelumnya kebutuhan gabus dipenuhi dari tangkapan alam. Akibatnya, populasi gabus di alam kini semakin menipis.
ADVERTISEMENT
Dia berharap, semakin banyaknya orang yang beternak gabus, selain bisa memenuhi kebutuhan albumin juga bisa menyelamatkan populasi gabus di alam.“Kalau semakin banyak yang budidaya gabus kan enggak perlu nangkap di alam lagi, jadi yang di alam ya biarin hidup di alam saja,” ujarnya.
Berkembangnya budidaya gabus yang ditekuni oleh Mbah Kidjo bahkan memunculkan wacana dusun Jetis Depok sebagai sentra kampung gabus, entah untuk kuliner, budidaya, maupun untuk produksi albumin. Tak hanya sebagai sentra gabus, bahkan nama dusun Jetis Depok akan diubah namanya untuk mendukung branding tersebut.“Rencananya Jetis Depok ini akan diubah jadi dusun Gabus, kalau saya ya silakan saja,” kata Mbah Kidjo.
Rohadi dan Sepasang Gabus yang Tak Sengaja Tepancing
Rohadi. Foto: Widi Erha.
Kisah ketaksengajaan dalam berbudidaya ikan gabus sebenarnya adalah kisah yang menunjukkan bahwa banyak hal di negeri ini ditemukan dan dihidupi oleh para amatir. Alih-alih para profesional atau ia yang lahir dari pendidikan universitas.
ADVERTISEMENT
Bertemu dengan pembudidaya ikan gabus lain dengan skala yang cukup besar, meluncur kisah yang sangat mirip dengan apa yang dialami oleh Mbah Kidjo. 
Ini kisah Rohadi, 30 tahun, yang kini juga membudidayakan gabus di Padukuhan Dukuh, Banyuraden, Gamping. Berkat budidaya gabus, dia kini memiliki kolam sekitar 29 buah, dan sedang menyiapkan kolam tambahan untuk meningkatkan produksinya.
Rohadi mulai berkenalan dengan gabus sejak 2013 silam, dengan jalan yang juga tidak sengaja. Saat memancing di sebuah rawa di dekat rumahnya, dia mendapatkan dua ekor gabus.
Dua ekor gabus tangkapannya itu kemudian dia bawa pulang dan dia letakkan di sebuah kolam terpal di samping rumahnya. Setelah dibiarkan beberapa pekan, ternyata gabus yang tidak sengaja dia tangkap bertelur dan memiliki banyak anak.“Pas banget, ternyata dapat sudah sepasang,” ujar Rohadi ketika ditemui di rumahnya, Sabtu (16/1).
Rohadi memberi makan ikan gabus. Foto: Widi Erha.
Rohadi seperti ketiban durian. Pasalnya, menjodohkan jantan dan betina gabus bukan perkara gampang, tidak seperti menjodohkan ikan-ikan lain. Ikan gabus adalah ikan yang setia pada satu pasangan, sehingga tidak bisa asal dikawinkan. Dan Rohadi mendapatkan sepasang gabus yang sudah siap untuk berkembang biak.
ADVERTISEMENT
Anak-anak ikan itu kemudian dia pindahkan ke kolam lain dan dia rawat, karena saat itu kebetulan tren ikan gabus sedang naik. Melihat budidaya gabus memiliki prospek yang menjanjikan, Rohadi memutuskan untuk menekuni usaha itu, menggantikan budidaya lele yang dia tekuni sebelumnya.
Ternyata usaha budidaya gabusnya berjalan lancar. Usahanya semakin berkembang, sehingga dari yang sebelumnya dia hanya punya beberapa kolam sekarang sudah memiliki 29 kolam bahkan sedang menyiapkan kolam baru untuk menambah kapasitas produksi.“Ya bermula dari sepasang yang kepancing itu, akhirnya bisa bikin kolam-kolam ini,” ujarnya.
Hal lain yang membuat Rohadi memutuskan untuk fokus pada gabus adalah harganya yang stabil dan cukup tinggi. Dibandingkan ikan lele, harga ikan gabus bisa mencapai tiga kali lipatnya lebih.“Stabil kalau harganya, bahkan cenderung naik, jadi agak susah kalau turun,” ujar Rohadi. (Widi Erha Pradana / YK-1) 
ADVERTISEMENT